《Perempuan Pelupa》Bagian 23: Air Mata Yang Menetes

Advertisement

Hari ini ini aku berangkat lebih awal seperti biasanya. Sesampainya dikelas, suasana terasa sepi. Hanya aku yang ada disini sendirian, seperti pertama kali aku bersekolah disini. Dan akan selalu seperti itu. Aku sudah tak berharap lagi untuk berbicara padanya. Lagian, aku sudah terbiasa sejak dulu tanpa berbicara pada siapapun. Aku mencoba untuk tidur menunggu bel masukkan berbunyi.

Aku melihat Nia dan Hendra dari belakang sedang berpegangan tangan dan berjalan bersama disuatu ladang bunga yang luas. Tiba-tiba aku merasa sedih dan dadaku terasa sesak. Kemudian tak lama aku menangis, dan mencoba untuk menggapai Nia dengan tangan kananku. Namun, dia terus menjauh dariku dan aku tak bisa menggapainya. Aku terus mencoba berlari, namun dia semakin menjauh dariku hingga dia menghilang dari pandanganku. Disaat itu, rasa sakit didadaku semakin menyesakkan, air mataku tak berhenti menangis akan hal itu. Tiba-tiba ada sesorang yang menepuk pundakku. Kuberbalik dan melihat sosok perempuan tersebut tersenyum padaku. Seketika itu aku terbangun dan tak terasa air mataku menetes keluar dari kedua mataku. Dan aku masih merasakan sesak didada lalu ku genggam dengan erat dengan tangan kananku. Aku hanya terdiam saja sembari menangis. Mereka terlihat heran dengan keadaanku tersebut. Bu Ningsih yang baru saja masuk kelas dan melihatku seperti itu, berlari kearahku dan menanyakan keadaanku.

"Kamu kenapa Di?"

Aku tak menjawab pertanyaan dari bu Ningsih. Lalu bu Ningsih kembali menanyakan keadaanku.

"Kenapa kamu menangis."

Lalu aku melihat kearah bu Ningsih dan bertanya dengan nadaku yang datar, namun terlihat sedih.

"Aku menangis bu?"

Dia hanya mengangguk. Lalu kuraba kedua bawah mataku dan merasakan air mata mengalir. Aku mencoba untuk mengendalikan situasiku saat ini. Kuhapus air mataku tersebut dengan kedua tanganku. Lalu aku mengatakan sesuatu pada guruku dengan nadaku yang datar sembari menghapus air mataku.

"Bu, saya izin ke toilet."

Bu Ningsih mengiyakannya. Lalu aku berjalan dan pergi ke toilet tanpa melihat mereka semua. Sesampainya di toilet aku membasuh mukaku di wastafel. Aku melihat diriku yang menangis di cermin. Siapa aku? Kenapa aku bermimpi seperti itu? Kenapa dadaku ini terasa sesak? Kenapa aku menangis? Ada apa denganku?

Advertisement

Pertanyaan itu selalu dan selalu saja mengangguku. Aku masih berdiri dan terus menatap wajahku di cermin. Aku mulai mencoba untuk berpikir jernih dengan menghirup dan membuang nafas berkali-kali. Hingga akupun mulai mendapatkan ketenangan. Lalu aku kembali kekelas. Dan bu Ningsih menanyakan keadaanku yang saat ini lebih baik.

"Kamu kenapa Di? Apakah kamu sakit?"

Aku hanya menjawabnya dengan nada datarku.

"Tidak apa-apa bu, saya hanya mimpi buruk saja tadi."

Bu Ningsih merasa lega. Dan memberikan nasihat kepadaku.

"Kamu jangan terlalu sering tidur. Apalagi dikelas. Ibu sangat khawatir padamu."

Aku hanya mengangguk dan kembali lagi ke tempat dudukku. Aku tak ingin melihat wajah Nia. Setelah aku duduk, pelajaranpun dimulai kembali. Aku mengambil buku Bahasa Inggrisku di tas, dan sedikit melirik kearah Nia. Disaat yang sama, dia melihatku dengan tatapan matanya yang sedih.

Aku terkaget disaat mataku dan matanya saling menatap, begitupun dengan Nia. Lalu kami berdua memalingkan wajah kami. Situasi aneh ini kembali muncul. Ada apa denganku? Apakah ini yang dinamakan suka? Aku mencoba untuk memperhatikan pelajaran bu Ningsih meskipun aku tak mengetahui materinya tersebut.

Hingga jam pelajaran selesai dan bel istirahatpun berbunyi. Mereka seperti biasa bergegas keluar hingga hanya tersisa antara aku, Hendra dan Nia. Aku kembali meletakkan kepalaku diatas meja dan menahannya dengan kedua tangaknku dan mencoba tertidur sesaat. Hendra lalu mengatakan sesuatu pada Nia dengan nadanya yang sopan.

"Nia, mau makan bareng?"

Nia menolak tawarannya. Dan mengatakannya dengan nada pelannya yang biasa dia gunakan untuk melakukan komunikasi pada guru. Aku baru menyadari bahwa dia sering menggunakan nadanya tersebut hanya ketika bersama Hendra.

"Maaf Ndra, kamu duluan aja."

Lalu Hendra sedikit melihat kearahku. Lalu dia meninggalkan Nia dan aku sembari melambaikan tangannya ke arah Nia, dan Nia membalasnya. Setelah Hendra pergi, hanya tersisa aku dan Nia dikelas. Dia masih belum berkata apapun kepadaku. Hingga pada akhirnya diapun keluar kelas dan tak masih mengatakan apapun padaku. Hatiku merasa sedih kembali. Aku mengambil bekalku dan air minumku. Lalu aku berjalan perlahan ke tempat favoritku sambil tertunduk.

    people are reading<Perempuan Pelupa>
      Close message
      Advertisement
      You may like
      You can access <East Tale> through any of the following apps you have installed
      5800Coins for Signup,580 Coins daily.
      Update the hottest novels in time! Subscribe to push to read! Accurate recommendation from massive library!
      2 Then Click【Add To Home Screen】
      1Click