《BRAINWASH》18. HATERS
Advertisement
Perkuliahan baru akan dimulai dua puluh menit lagi. Kugunakan waktu luang itu untuk melihat akun Evalia di salah satu platform online. Ide tadi pagi kembali muncul di kepala. Kubuat saja akun palsu di platform itu juga. Aku memilih username Zeul Razboiului yang berasal dari bahasa Romawi. Bukan hal sulit membuat akun palsu, justru yang sulit adalah menyembunyikan url keberadaan kita agar enggak terlacak.
Untuk pertama kalianya dalam hidupku, aku enggak berkonsentrasi di jam pelajaran. Tangan dan mataku sibuk membuka novel-novel yang Evalia tulis di platform online itu. Kuketikkan kritikan pedas pada tulisannya. Enggak cuma satu, tapi hampir di setiap halamannya. Aku sempat bosan karena Evalia masih saja bergeming. Enggak ada balasan apapun darinya.
Ahh, mungkin anak cengeng itu lagi menangis di sekolah.
Hingga jam mata kuliah keduaku berakhir, aku masih memandangi layar ponsel. Mencoba mencari tahu kira-kira reaksi Evalia. Kubuka novel lainnya yang berjudul The Galaxy. Tulisannya kali ini bertema fantasi. Bercerita tentang lima orang sahabat yang menemukan mesin ajaib yang membawa mereka ke sebuah galaxy baru dan belum pernah ada sebelumnya.
Lagi-lagi cerita bodoh! Benar-benar picisan dan membosankan.
Sumpah, ceritanya gak masuk akal.
Kalau enggak bisa nulis mending jangan jadi penulis deh
Tulisannya sampah banget! Jelek banget.
Sialan! Ngabis-ngabisin kuota gue. Ceritanya murahan banget! Nyesel bacanya.
Aku mengetuk-ngetukkan jari di meja kantin menunggu dengan resah balasan Evalia. Aku menyiapkan diri dari kemungkinan makian balasan dari Evalia. Semakin dia mencaci balik, semakin bagus. Biar sekalian pembacanya tahu kalau Evalia enggak sebaik itu.
Aku srdang asyik menikmati bakso cincang langgananku saat notifikasi mulai masuk ke ponselku.
Terima kasih atas masukkannya. Ada baiknya kakak memilih bacaan sesuai genre kesukaan kakak. Kalau kakak memang tidak suka genre fantasi, maka carilah genre lain yang cocok drngan selera kakak. Tapi, kalau kakak todak suka dengan tulisan-tulisan saya, silakan cari bacaan dari penulis lain saja. Saya tidak memaksa kakak untuk tetap membaca tulisan-tulisan saya jika memang kakak tidak suka. Mohon maaf dan terima kasih.
Apa-apaan, sih, dia? Ternyata kemampuan acting-nya memang luar biasa banget.
Aku masih menggigiti sedotan sambil terus berpikir bagaimana caranya membuka kedok Evalia. Semua orang harus tahu kalau dia enggak sebaik itu. Tiba-tiba saja ponselku diserbu banyak notifikasi.
Aku tersedak minuman teh waktu membaca semua notifikasi itu. Bukan dari Evalia, tapi justru dari fansnya. Kupikir makianku sudah paling parah, ternyata makian fans fanatik Evalia jauh lebih parah. Sebenarnya mereka dapat apa, sih, dari membela mati-matian idolanya itu?
Advertisement
Kalian dikasih apa, sih, sama penulis abal-abal itu? Kok, kalian ngebelain banget sampai segitunya?
Kak @ Evalian Ananta G mending akun ini dilaporkan aja. Jerat pakai pasal UU ITE. Udah keterlaluan banget komentarnya.
Heh, sampah teriak sampah! Brengsek! Keluar sini kalau berani! Jangan cuma pake akun bodong doang! Ayo, Evalicious kita serang aja orang ini.
Tanganku gemetar membaca balasan komentarku di salah satu novel online Evalia. Itu baru beberapa balasan yang enggak parah. Masih ada puluhan balasan dengan kata-kata super kasar. Enggak jarang ada yang sampai memaki dengan bahasa kebun binatang atau mengabsen semua penghuni alam astral.
Cepat-cepat kuhapus akun di platform itu. Jantungku masih berpacu cepat seperti dikejar kuntilanak siang bolong. Tubuhku sedikit gemetar. Aku berjalan ke kelas dengan pikiran kosong sampai akhirnya tubuhku menubruk sesuatu.
"Kamu enggak apa-apa, Mai?" Itu suara Erlangga. Sejak kapan dia ada di sini?
Aku menggeleng cepat bukan untuk menjawab pertanyaan Erlangga, tapi demi mengembalikan konsentrasiku.
"Kamu ngelamun?" tanya Erlangga lagi yang kali ini sampai merunduk demi melihat jelas wajahku.
Aku mencoba tersenyum. Nahas, bibirku kaku. Senyumku jadi terlihat aneh. Sudahlah, aku pasrah saja daripada terlihat semakin aneh di depan Erlangga.
"Kamu kenapa, sih, kok kayak di kejar setan begitu?" tanya Erlangga lagi.
Tanpa bisa kucega, mulut lancangku malah berkata, "memang habis dikejar setan."
"Hah?" Erlangga menghadiahiku tatapan keheranan lengkap dengan kerutan di dahi dan alisnya yang nyaris bertaut.
Setelah beberapa saat, Erlangga langsung menggeleng dan tersenyum. Mungkkn dia menganggapku bergurau. Dengan santai dia merngkul bahuku. "Dari pada makin ngaco, mending kita ke kelas aja, yuk," ajak Erlangga.
Aku pasrah saja waktu Erlangga membawaku ke kelas. Aku juga enggak menyimak ceritanya sepanjang jalan menuju kelas. Aku hanya sempat mendengar dia berkata soal tulang kebun yang salah memakai sabun pencuci motor ketika mencuci motor Erlangga yang pabrikan Yamaha itu. Sisanya aku sama sekali enggak dengar dia ngomong apa.
"Mai." Samar kudengar suara Erlangga. "Mai ... Mai ... Maira."
Aky mengerjapkan mata beberapa kali ketika tangan Erlangga melayang di depan wajahku. "Eh--i--iya, Engga, kenapa?" tanyaku dengan terbata.
"Kamu enggak ngedengerin aku ya dari tadi?" selidik Erlangga.
Seketika aku dipenuhi rasa bersalah. Aku benar-benar menyesal membiarkan Erlangga mengoceh sendiri tanpa kusimak.
"Maaf," kataku jujur. Aku benar-benar enggak enak pada Erlangga.
Advertisement
Erlangga menghela nafas berat sambil menggelengkan kepala. "Kamu kenapa, sih? Kalau ada yang ngeganggu pikiranmu, kamu bisa cerita sama aku," kata Erlangga. Suaranya enggak terdengar kekesalan atau jengkel. Dia malah terlihat amat peduli padaku.
Apa aku yang kegeeran atau Erlangga memang peduli padaku?
"Ngga, kamu, kan, penggemarnya Evalia. Kamu tahu enggak, sih, tentang fans Evalia?" tanyaku hati-hati.
Aku enggak mau Erlangga curiga dengan apa yang telah kulakukan. Biar bagaimanapun Erlangga merupakan salah satu fans Evalia. Bisa saja Erlangga jadi membenciku kalau tahu apa yang sudah kuperbuat pada idolanya. Bagaimana kalau Erlangg berubah mengerikan seperti fans Evalia tadi? Enggak, aku enggak bisa membayangkan Erlangga membenciku. Cuma dia yang kumiliki di sini. Aku enggak mau merusak hubungan kami.
"Pembacanya Evalia maksud kamu?" tanya Erlangga yang kujawab dengan anggukan. "Evalicious?" tanyanya lagi. Kali ini kuangkat bahu sebagai tanda kalau aku kurang tahu.
"Apa mereka bar-bar ya?" tanyaku. Sadar pertanyaanku bisa menimbulkan spekulasi lain, segera kuperjelas pertanyaanku, "maksudnya suka menyerang dan ngebuli yang enggak suka sama Evalia?"
Erlangga tersenyum samar. "Sebenarnya enggak semua pembacanya Evalia begitu, sih. Memang ada yang fanatik sampai enggak bisa lihat ada pembaca yang mengkritik tulisan Evalia. Tapi, ada juga yang santuy dan enggak mau pusong soal begituan. Ada juga yang cuma sekadar menikmati karya-karya Evalia tanpa mau tahu soal drama fans begitu," tutur Erlangga. Erlangga menatapku seolah memcari tahu lebih dalam dengan apa yang baru saja kualami. "Kamu enggak habis perang sama Evalicious, kan?" tanya Erlangga.
Setelah membasahi bibir berulang kali, kuberanikan diri untuk menjawab, "sejujurnya iya."
Erlangga tampak terkejut seolah enggak percaya dengan apa yang sudah kukatakan. Jadi, kuceritakan saja apa yang sudah kulakukan. Aku menceritakan sedikit kisah masa kecilku bersama Evalia dan perlakuan enggak adil papa dan mama Ambar ketika Erlangga menanyakan alasan aku nekat menjadi haters Evalia.
"Mai, kamu tahu enggak, sih, di luar sana banyak banget yang berharap bisa punya keluarga kayak yang kamu miliki sekarang ini? Kamu tahu enggak, sih, ada banyak orang yang rela menukar apapun yang dia miliki asal bisa merasakan kehangatan keluarga? Harusnya kamu bisa lebih bersyukur karena memiliki semua ini." Erlangga menatap mataku seolah aku ini anak kecil. Dia memyondongkan tubuhnya ke arahku. Sambil merapikan anak rambutku, dia berkata, "belajarlah untuk lebih dewasa, Mai. Sayang hatimu kalau dipakai buat nyimpen dendam masa kecil. Manusia bisa berubah, pun dengan Evalia dan mamamu. Tinggal kamu aja yang mencoba membuka hatimu."
Aku hampir menangis mendengar perkataan Erlangga. Dia enggak tahu siapa mamanya Evalia. Dia enggak tahu, kan, kalau mamanya Evalia adalah pelakor dalam rumah tangga papa dan mama. Aku enggak yakin apa dia bisa tetap berkata begitu kalau yang direbut adalah papanya.
Sambil menahan air mata, aku pindah duduk menjauh dari Erlangga. Tepat saat Erlangga akan menghampiriku, dosen masuk ke dalam kelas bersama mahasiswa lain yang tadi masih di luar. Erlngga gagal pindah ke sebelahku karena sudah ditempati oleh kakak tingkat yang mengulang mata kuliah ini.
Selama jam pelajaran, Erlangga terus berusaha berbicara padaku, tapi enggak kuhiraukan. Erlangga juga gigih mengirimkan gumpalan kertas berisi tulisannya, tapi enggak kugubris. Sampai akhirnya Pak Bukhori menyadari apa yang Erlangga lakukan. Dia dihukum maju ke depan kelas.
"Apa itu?" tanya Pak Bukhori tegas.
"Anu ... ini ..." jawab Erlangga kebingungan.
"Apa itu?" ulang pak Bukhori dengan nada kian tegas.
"Surat buat Maira, Pak," jawab Erlangga cepat, kemudian menunduk.
"Surat?" tanya pak Bukhori. Sambil berdrcak dan menggelenggkan kepala, pak Bukhori berkata, "bukannya memperhatikan penjelasan saya, kamu malah surat-suratan. Baik, kalau gitu sekarang gantian kamh yang bicara di depan kelas, saya yang memperhatikan."
Erlangga langsung menatap ke arah pak Bukhori. "Saya bicara apa, Pak?"
"Bacain isi suratnya, saya mau menyimak," sahut pak Bukhori lalu duduk di kursinya.
Seketika Erlangga gelisah seperti cacinh yang ditaburi garam. Merasa dia enggak punya pilihan, akhirnya Erlangga pasrah membuka gumpalan kertasnya lalu membacakan isinya, "Maira cantik yang kalau lagi marah wajahnya kemerahan kayak Aisyah. Maafin aku, ya. Sumpah, muka manismu enggak cocok lecek kayak kertas ini. Please maafin aku. Janji, deh, nanti aku traktir boba sama seblak kesukaanmu."
Sontak seisi kelas mendadak riuh karenanya. Erlangga menunduk sambil menggosok tungkuknya. Sedang aku diam-diam menahan tawa karena ulah Erlangga.
💜💜💜
M
Advertisement
"Pillow Buddy" ✔
❝Your heartbeat is like a lullaby❞ he mumbled𝘚𝘰 𝘵𝘩𝘢𝘵'𝘴 𝘩𝘰𝘸 𝘩𝘦 𝘥𝘦𝘴𝘤𝘳𝘪𝘣𝘦𝘥 𝘪𝘵I grabbed the duvet that was tossed at the side of the bed and I put it on top of both of us❝Is it really like a lullaby?❞He nodded ❝A slow lullaby that lulls me to sleep and your chest is soft too❞ he laughs as I hit him at the side of his head••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••Penelope Price just wanted to graduate from High School with excellence and honors but her goal is too hard to achieve because she doesn't do well in school or anything academic but she's only good at one thing anyone can do and that is sleeping.A typical girl with a large family that is multilingual and is gifted in playing the piano would meet Cloud.Cloud Marshall, Son of a Billionaire and a Golden Child, who holds many secrets. He has everything but cannot sleep. He just wanted to sleep but his insomnia and reoccurring nightmares would stop him. A guy whose ego is as high as his grades with an alluring face that can attract many people and a stubborn mischievous attitude that Penelope always hate.Cloud and Penelope's relationship is a hard one to answer but it is clear they don't like each other, It would only take a single mistake from Penelope that will make Cloud strike a deal with her.He was smart, she was not;She is asleep while he is awakeHe would tutor Penelope and she would sleep beside him on the same bed becoming his Pillow Buddy😴😴😴#3 Romance#3 Highschool#3 Friends#3 Love#1 Sleep#1 Insomnia#1 Chapter#1 Sisters #1 Cloud[Word Count: 206,800+ words ♡]
8 112Why She Jumped | ✔️
❝ This is the closest I'll ever get to flying. ❞⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀ No one can fully understand the truth ⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀ behind a girls suicide, unless the girl ⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀ who jumped actually tells you the full ⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀ story.⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀ But that's impossible because she's ⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀ dead.⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀ But what if she could tell you why she ⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀ killed herself? Would you be willing to ⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀ listen?⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀ Well, I'm Amber Fields. And this is why I ⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀ jumped.This story describes the ten days before Amber committed suicide. Do not read if you are triggered by suicide or cutting. This story contains a small amount of romance. This is not meant to romanticize suicide in any way.Edited✔️
8 160Plot Twist [VKOOK/TAEKOOK]
"...you're pregnant.""I may have failed human biology but I know that's impossible."~BTS are in the peak of their success. Awards shows, sold out concerts and millions of Twitter followers with a comeback just around the corner. Taehyung and Jungkook are loving their time in the spotlight and their secret relationship is going brilliantly. But then an unexpected situation arises and everything is about to get much more complicated... [MPREG](Oh and shoutout to the lovely @sxturday for making a cover for me xxx)❤︎ Completed July 31st 2018❤︎ Highest ranks: #1 in BTS, #1 in vkook, #5 in fanfiction
8 165[✓](BL)Don't You Like Me
COMPLETEDShort, rich, and handsome, Lin Feiran was always the center of attention. But after transferring schools in his second year of high school, he discovered that his limelight was snatched by his Adonis classmate, Gu Kaifeng.Lin Feiran was very resentful, and he and Gu Kaifeng became archnemesis (one-sidedly). Although the two lived together, they were like strangers.When Lin Feiran went back home to attend his grandfather's funeral, he accidentally inherited the Yin-Yang eyes that had been passed down from generation to generation. After gaining the ability to see ghosts, the timid Lin Feiran discovered that his two-person dormitory was actually a sixteen-person (ghost) room. Every day, he was scared to the point of collapsing.The more aggravating thing is that because of Gu Kaifeng's innate body constitution, he possessed an abundant amount of Yang energy. Lin Feiran found out that whenever he touched Gu Kaifeng, Gu Kaifeng's Yang energy could temporarily disable his Yin-Yang eyes. A light touch would disable it for five minutes, a kiss for an hour, and so on...Lin Feiran had no choice but to throw himself into his archnemesis's embrace. This complete reversal in attitude to being intimate with Gu Kaifeng persisted every day from morning till night.When sleeping, he must squeeze in the same bed as Gu Kaifeng. Going to the toilet? He must drag Gu Kaifeng with him. Homework? It must be done hand-in-hand with Gu Kaifeng... He also had to try his best to persuade the teacher to make him Gu Kaifeng's deskmate. Every day in class, he would rub Gu Kaifeng's calf with his foot beneath the desks...Following the clingy little bastard's sudden change in personality, the initially shocked Gu Kaifeng gradually became smitten. Every day he would chase Lin Feiran to flirt with him, make crazy confessions, and even routinely push him against the wall and kiss him...I DO NOT OWN EITHER THE WORK OR THE TRANSLATION. Credit to the rightful owners.
8 189Venduto al Capo Della Mafia
Translation: Sold to the Mafia BossSeventeen year old Savannah Dawson got kicked out her own home, and was wondering the streets when she was picked up by human traffickers. This innocent beauty's life changes from the second she bumped into a black chest.Twenty-eight year old Dante De Luca is the Italian Mafia boss. He's the King of all mafias. Earning the title of Don and Capo at the slim age of twenty-two, he's ruthless. Heartless. And notorious. He's respected and is so powerful his enemies can't do a thing to him.But when Dante sees the broken girl hidden behind thick brown curls, his heart beats for the first time in years. And forever will it beat for Savannah.~~~"Do you want me to make you feel good kitten?"*I'm well aware 'Venduto' is supposed to be 'Venduta' I kept it with an 'o' because that's what it was known for originally and I'd hope it would make it easier to be found again.**Also, the first five chapters are from the original book, which I wrote when I was fourteen, please bear with me.*
8 104Can't Stand You
I closed my eyes tightly until I heard laughing. No, I could feel the laughing. My eyes sprang open to find Miles on top of me. I was laying flat on my back in the dirt with my glove with the ball inside pressed against his chest. Miles was not at all fat, but he was 6'2 compared to my barely 5'3.I could feel his chest rumbling and shaking with laughter as I lay humiliated on the ground."I didn't know you liked being on the bottom," Miles said loudly.The whole field cracked up with that. I struggled under him and shoved him off of me. All of the guys were howling with laughter as I got up and swiped all the dirt off me. "Pervert," I muttered, before tossing the ball out of my glove to hit him in the thigh. I stalked across the field without another word. The whole team was in hysterics as I shoved all my things in my bag and practically ran off to get away....Gloria is like any other 17 year old girl getting ready for summer break, but this summer is going to be completely different. Gloria has been playing baseball since she could remember and has been invited to a national baseball camp. Being a girl in the world of a male-dominated sport, she couldn't even count how many times people have told her she needed to find something else to do. Her dad kept her playing though, even after he died a few years ago, that didn't stop Gloria from doing what she loved. The only problem is she is the only girl at the camp for three months. Enter the problem of suddenly having to share a room, more specifically, sharing with Miles Harris. Gloria must deal with Miles, a big shot and arrogant jerk, and all the other horny, testosterone driven baseball players, who just might push Gloria off the edge of sanity.Trigger warning: mention and vague description of SA
8 172