《Senja Jingga Dan Cerita Yang Telah Usai》Aku dan matahari pagi
Advertisement
"Alam memang selalu memberi warna tersendiri bagi siapa saja yang mau bersusah payah dan pantang menyerah."
kutipan salah satu kawan yang merangsang pikiranku untuk berani mencoba sesuatu yang benar benar baru dikehidupanku.
hari ini aku barlyn widiansyi atau akrab disapa (zens) seorang wanita yang sudah muak dengan dunia kota yang ingin melarikan diri ketempat yang sepi.
Pikiran senang campur khawatir selalu muncul. Takala teringat keputusanku untuk menyetujui ajakan Wildan kawanku untuk pergi ke salahsatu gunung tertingga di jawa barat. Entah bagaimana aku nantinya seorang yang bahkan tak tau kejamnya dunia luar seperti apa.
Ah coba saja toh tak ada salahnya mencoba meskipun khawatir akan menyusahkan kawanku nantinya tapi aku harus semangat dan yakin akan keputusanku ini.
Satu bulan sebelum berangkat wildan menghubungiku menyarankanku agar rutin berolahraga agar tidak terlalu shock nantinya karena perjalanan yang ditempuh akan menyeka banyak keringat, waktu yang panjang juga melelahkan pastinya.
*****
Seperti yang telah disetujui sebelumnya sehari sebelum keberangkatan kami berkumpul disalah satu rumah teman kita Gita memang rumahnya strategis mudah diakses darimana saja untuk memebeli logistik atau barang apa saja yang perlu dibawa untuk kebutuhan kelompok.
Aku tiba lebih awal karena memang jarak antara rumah dan tempat tinggal gita cukup jauh. Biar bisa istirahat dulu nantinya pikirku.
Terlihat raut wajah bahagia gita ketika aku tiba di terminal karena sudah hampir dua tahun tidak pernah bertemu. Melepas rindu dengan memeluknya sambil menahan tangis haru masih terbayang jelas masa masa kita sebelum berpisah. kebiasaannya masih sama tak berdandan, masih jauh dari sifat peminim yang diharapkan orangtuanya. tapi kecantikannya terlihat karena dia terlihat natural.
"jam berapa dari bekasi zens?" pertanyaan basa basi yang sering terdengar ketika sudah lama tidak bertemu.
"jam 11 git, biasa jalanan indonesia" jawabku kemudian.
"kok gak bareng ridwan, dia kan dari bekasi juga."pikirnya heran
"dia udah dirumah sodaranya dari minggu kemaren di bandung katanya."memang ada teman kuliah ku dulu dari bekasi yang akan ikut mendaki bersama kami.
"yaudah yuk kita langsung ke rumah fajar dulu nanyain apa saja yang harus dibawa."
"ajay belum dirumah lu git?" dengan dahi ,mengkerut ku bertanya.
"katanya masih beresin revisian skripsinya belum di acc sama pak surya" Dosen pembingbing yang resenya minta ampun.
"masih sibuk organisasi dia sampe skripsinya gaberes beres? Ledek ku
"iyaa biasalah prinsip nya kan masuk kampus ini tuh susah ngapain keluar cepet cepet" kami tertawa sembari melangkahkan kaki menuju mobil gita.
*****
Hari yang menjadi perjalanan pertamaku dimulai dengan hati yang berdebar ketika nampak dari kejauhan gunung tinggi yang berdiri kokoh itu adalah tujuan yang akan menjadi pengalaman sekaligus perjalanan pertama terjauh seumur hidupku.
Setelah mengurus perizinan pendakian kami semua (Ridwan,Fajar,wildan,aku dan gita) berdoa terlebih dahulu untuk keselamatan selama pendakian.
Semua berjalan lancar gunung ini masih asri masih jarang orang berkunjung karena letaknya yang susah diakses juga biaya yang dikeluarkan terbilang cukup mahal untuk sekedar melakukakn perjalanan yang melelahkan. Semua itu terbayar ketika kulihat pemandangan yang terpampang dihadapanku keindahan hutan belantara yang masih hijau dengam sambutan suara burung burung yang cantik berlalu lalang dari dahan satu berpindah ke pohon lainnya begitu sampai tak terasa sembari saling berbagi cerita antara kami berlima. Langit yang tadinya cerah berubah menjadi mendung seperti perasaanku yang tadinya sembringah berganti menjadi cemas tak kala hujan rintik rintik mulai turun. karena kelalaian ku membawa jas hujan yang diwanti wanti sebelum berangkat oleh wildan bisa dibilang ketua kelompok dalam perjalanan ini."mungpung hujannya belum gede, nanti di pos 3 kita break dulu sambil pake dulu jas biar baju kalian gak basah.'' melihat raut muka ku seperti orang bingung wildan menghampiriku dan bertanya.
"Lu ko kaya binggung gitu zens?"
"gua lupa bawa jas hujan wil"seketika wajah yang tadinya biasa berubah seperti menahan amarah.
Advertisement
"kan gua udah wanti wanti sebelum berangkat bawa jas hujan mau kepake atau engga juga tetep bawa ah lu gimana sih."masih dalam keadaan marah wildan berjalan dan mengecek semua anggota membawa jas hujan.
"udah lah wil kita neduh aja dulu di pos 3 gua kira hujannya juga gaakan lama ko lagian gua juga laper kita masak masak kecil aja disana ya gak wan." disertai ketawa ketawa kecil yang langsung disetujui oleh Ridwan.
"gimana git? Tanya wildan
"gua setuju wil daripada dipaksain ntar kasian zens kalo harus jalan ntar kedinginan" gita mulai bicara sambil memelukku
"yaudah kita neduh dulu di pos 3 semoga hujannya cepet reda."
"udah zens jangan diambil hati wildan kan gitu kalo lagi kesel tapi lo kan tau niatnya baik ko biar lu gakenapa kenapa f."Ridwan membuka suara ketika telah hening sesaat. Setengah jam kami melanjutkan perjalanan sampai di pos 3 dan cukup membuat bajuku menjadi basah.
****
Dan hujan pun sudah mulai reda kami memutuskan untuk memasang tenda darurat di sana.
Wildan menghampiriku dan menyarankanku untuk menganti dulu baju yang basah sementara ridwan dan fajar sibuk memasang tenda darurat untuk berteduh.
"ganti baju dulu gih ntar lo sakit lagi"
"gapapa udah gaterlalu basah ko wil"
"zens ini belum setengah jalan lho udah lo ganti dulu bedain dong ini bukan di kota yang cuacanya stabil ini di gunung cuacanya ga beraturan."Nada suara wildan mulai meninggi
"santai kali wil gausah marah marah juga" Ridwan menghampiri kami berdua dengan minuman hangat buatannya.
"Nih minum dulu biar ga kedinginan."
"lu bawa baju lebih kan? Yaudah ganti dulu aja walaupun gitu wildan bener juga ntar lo kena hypotermia dijalan repot nanti Git git temenin zeans ganti baju dulu gih biar gua yang lanjutin masak"
"serah deh susah diatur lu zens" gerutu wildan seraya pergi meningkalkan kita.
"temenin gua ganti baju git gaenak gua nyusahin wildan mulu daritadi."keluh ku pada gita
"ayoo, gita menarik tanganku untuk bangun dari duduk menuju pepohonan yang lumayan tertutup
"mau kemana zeans? Fajar bertanya sambil memasang gaya.
"Ganti baju, awas ya lu jangan ngintip."gita menjawab pertanyaannya dengan nada meledek dan tatapan sinis.
"Dih kuya nyamber aja, gua nanya zeans juga."aku hanya tersenyum menjauh dari mereka masuk kedalam pepohonan untuk pertama kalinya.
"gua ga enak sama wildan git,"
"Udahlah jangan diambil hati dia sebenernya care sama lu dari pertama berangkat juga dia udah merhatiin lu mulu,jangan jangan dia ada rasa sama lu zeans."
"ah lu aneh aneh aja gua kan temenan sama dia udah lama manamungkin dia mendem rasa sama gua."
"tapi dari gelagatnya dia ke elu tuh kaya ada sesuatu yang dia coba tutupin dari lu zeans" sambung gita
"udah ah ngaco ngomong lu lama lama git"kami berdua tertawa lepas sekali seperti tidak ada beban saa sekali di hidup kita padahal sebelum berangkat aku sedang ada masalah dengan Bima seseorang yang sangat amat aku sayang berani menghianati ku.
"ngomong ngomong gimana lu sama Bima kapan dong lu nyebar undangan inget umur woy lu udah lulus kuliah apa lagi yang lo tunggu."gita bertanya tentang hubunganku dengan bima.aku tak bisa menjawab hanya melamun membayangkan kalo yang care seperti wildan itu adalah bima, ah senang sekali mungkin rasanya.tapi itu tidak mungkin mana mau bima diajak menjelajah hutan seperti ini.
"woyy ko bengong sih,?" gita menyadarkan lamunanku
"eh eh iya lo nanya apa barusan?"
"lo mikirin apaan sih zeans ?sampe ngelamun gitu"
"engga gua cuma keinget sama bima aja git."
"Gua kan tadi nanyain bima, gimana hubunganlo sama dia."
"kurang baik git, dia ada perempuan lain dibelakang gua"
"serius lo?, gua kira baik baik aja ko lu pinter banget sih nyembunyiin ini dari gua?biasanyakan kalo ada apa apa lo cenggeng selalu cerita sama gua."
Advertisement
"udah hampir dua bulan ini hubungan gua sama dia digantung tanpa kepastian."
"terus lo tau dari siapa kalo bima selingkuh? jangan cuma lo denger kata orang terus lo percaya gitu aja zens, dalam hubungan pasti ada aja orang yang gak seneng dengan hubungan lo sama bima."
gua senderan dibahu gita tanpa terasa cukup lama ku ceritakan semua tentang kita dan air mata ini tak bisa kutahan lagi akhirnya jatuh. Buru buru ku sela agar gita tak tau aku sedang menangis.
"gua liat pas ulang tahun ghea git."
"udah lah lo jangan berharah terlalu tinggi kalo gitu inikan lagi di gunung jadi lepasin bebanlu disini semua tinggalin kesedihanlu semua disini.
"thank ya git, lo emang sahabat gua yang paling ngertiin perasaan gua"ku peluk gita sekencang kencang nya seaakan air mata ini tau kapan harus menetes dan untuk siapa ia jatuh.
Dari kejauhan terdengar wildan memangil manggil nama kita
"zeans,gita dimana si lo udah belum ganti bajunya lama amat."
"kita disini udah ko ini bentar lagi kesana." teriak gita sambil melangkah kedepan mendekati wildan
"yuk zens udah jangan sedih lagi" aku hanya memberikan senyuman tipis sembari meyekat kembali air mata di pipiku.
"Lama amatt sih tuh fajar udah masak buat kita makan biar tenaga kembali pulih, perjalanan kita masih jauh nih."
"Zeans lo ko nangis?,lo kenapa."dari raut wajah marah berubah menjadi cemas wildan bertanya
"Gua gak papa ko wil"kelilipan air ujan aja tadi."jawabku tanpa membuatnya khawatir.
"lo nangis gara gara gua tadi ya?"
"zens lagi ada masalah pribadi wil udah deh lu sana duluan aja biar nanti gua sama zeans dibelakanglu,"
"bener gak papa ?"yaudaa kalo gituu ayok kita makan dulu.
Sekitar pukul 11 siang setelah beristirahat dan makan yang cukup juga hujan yang sudah reda kami melanjututkan perjalanan menuju camping area yaitu di pos 5 perjalanan pun cukup memakan waktu yang lama sekarang berganti posisi yang tadinya wildan dibagian depan menjadi leaders bergiliran dengan ridwan, fajar tetep dibelakang ridwan ,kini wildan menjadi sweeper posisi paling belakang aku dan gita masih berada ditengah untuk memastikan tidak terjadi hal hal yang tak diinginkan saat perjalanan.
Perjalanan dilalui tanpa ada kendala fisik karena semua anggota kami sudah terbiasa berolahraga sebelumnya juga aku atas anjuran wildan jadi rutin olahraga yang tadinya jarang sekali berolahraga.
"zeans bener lo gak marah sama gua?" wildan khawatir karena sikapnya tadi membuat zeans tersinggung karena ucapannya.
"ngak lah wil santai aja bukan gara gara lo ko gua lagi ada sedikir problem aja."
"Yaudah selama pendakian ini gua buat peraturan baru semua anggota dilarangbersedih sampai kita semua selesai turun, kalo bisa sampe selamanya gausah sedih."wildan mengepalkan tangannya dan menyentuhkannya dengan tanganku "tos""
"bisa aja lo wil."kita senyum ku tak dipaksakan senyum yang benar benar lepas."
"gitu dong senyum kan manis."gita yang mendengar percakapan kita berdua berteriak.
"Moduss tuh zeans awass wildan itu dulukan terkenal tukang modusin cewe kampus." haha kami semua tertawa,wildan hanya tersenyum sambil menyeringai.
Sekitar pukul 3 sore kami beristirahat kembali di pos 4 lumayan memakan waktu 4 jam karena kami berjalan santai tidak tergesa gesa untuk sampai di pos 5 karena haripun belum cukup sore untuk mendirikan tenda. Menyenangkan ternyata menjelajahi alam bebas jauh dari riuk piuk keramaian kota yang ada hanya beberapa bapak bapak pencari kayu dan kicauan burung yang membuat telinga dan mata menjadi rilex.kehijauan hutan yang masih terjaga kelestariaannya membuatku nyaman berada dilingkungan yang baru ku jejaki ini, ah sial kenapa tidak dari dulu wildan mengajaku seperti ini mungkin kalau tau seperti ini aku akan kecanduan menjelajah alam.
Pukul 6 sore kita sampai di pos 5 dan langsung mendirikan tenda.
Kita tidak langsung melanjutkan menuju puncak karena untuk perjalanan menuju puncak kira kira diperlukan waktu 6 sampai 7 jam tergantung kekuatan fisik tiap masing masing orang .aku bersyukur selama perjalanan tidak ada hal hal yang tidak diinginkan terjadi semua berjalan lancar fajar masih sering melucu untuk membuat suasana perjalanan semakin berwarna dan sangat mampu menghibur kita selama perjalanan.
Setelah shalat magrib bersama Kini bagian aku dan gita yang masak karena wildan dan fajar sedang mengumpulkan kayu bakar untuk api unggun penghangat cuaca yang dingin diatas sini.
"Git lu sama zens sekarang masak dulu ya gua sama fajar cari dulu kayu bakar buat nanti malem
"Ridwan kemana wil?"tanya gita.
"ridwan masih beres beres di dalem tenda biar enak nanti tidur kalian berdua."
Sungguh perjalanan yang tak akan bisa ku lupakan selama hidupku bagaimana tidak berbagai pengalaman dan pelajaran berharga ku dapat begitu banyak walaupun baru beberapa jam berada di tempat baru ini.
Lepas dari kecanduan handphone jauh dari alat komunikasi hanya ada teman yang benar benar mengerti dan menjaga seperti keluarga.
Ridwan masih sibuk dengan urusan didalam tenda sedang wildan dan fajar melum juga kembali berkumpul, masakan sudah siap semua wildan dan fajar dibantu ridwan sedang menyalakan api unggun untuk penerangan sekaligus penghangat untuk kita bersama.
Jam sudah menunjukan pukul 8 malam sekeliling gelap hanya ada beberapa tenda pendaki lain yang sudah padam lampunya mungkin kelelahan saat mendaki. rasa ngantuk pun mulai menghampiri kami semua tapi tidak dengan ridwan dia masih sibuk menulis entah apa yang ia tulis sampai satu satu dari kami mulai berpamitan untuk tidur]
"Gua tidur duluan ah dingin disini, git lu mau ikut sama abang tidur"celoteh fajar melangkahkan kaki menuju tenda disertai tertawa kami semua
"idihh abang, abang toyib kali lo ya haha urus sana anak sama bini lo ditinggal mulu."kami semua tertawa tetapi ridwan masih saja dengan senyum tipis khas nya memang dia tipe orang yang jarang sekali tersenyum apalagi tertawa.
"gita juga ikut pergi masuk ke tenda khusus kita berdua."
Tinggalah kami bertiga aku ditengah diantara wildan dan ridwan.
Wildan mulai membuka kembai obrolah setelah seketika hening.
"gimana zeans trip kali ini?seruu kan gua bilang juga apa lo gaakan nyesel deh ikut gua naik gunung."
"iya wil thanks ya udah ngenalin alam seindah ini sama gua ya walaupun gamudah buat nyampe kesini tuh butuh tenaga yang extra gua keluarin haha."
"gua juga bilang apa, asik kan jauh dari kota dan handpone ituu utamanya biar lo ga di rumah mulu kaya anak autis lo lama lama dirumah haha." ledek dia sambil tertawa
"gua juga udah mulai ngantuk nih gua tidur duluan ya nanti jam 3 subuh bangun kita summit biar sunrise nya dapet, lo belum ngantuk zeans?"wildan bertanya sambil bangkit dari duduknya.?
"belom wil gue masih enak ngangetin badan dulu disini"
"wan lu juga belum ngantuk?"
"belom wil nanti aja nangung nih."
"Yaudah gua tinggal dulu ya lo jagain zeans wan kalo udah mau tidur tu api siram pake air bekas masak tadi."
"oke" hanya itu kata kata yang ridwan keluarkan.
Dalam keadaan pencahayaan yang seadanya ridwan terus saja sibuk dengan kertas nya. Karena penasaran akupun memulai bertanya apa yang sedang ditulis oleh ridwan.
"anteng bener dari tadi nulis, nulis apaan sih wan?"
"Biasalah nyalurin hobi gua dari dulu."memang hobi ridwan menulis dan menggambar sejak pertama ku kenal dengannya.
"gimana skrng kerjaan lo?" aku mulai penasaran dengan pekerjaannya.
"lagi kurang bagus zeans tulisan gua ngak di acc sama perusahaan percetakan buku biasanya,alasannya kurang menarik sih."
"tapi gua lagi revisi lagi mau coba nanti diajuin lagi mudah mudahan berhasil."
"amiin gua doain berhasil deh wan kan kalo sukses bisa traktir gua makan sate depan kampus lagi haha." ridwan hanya tersenyum.
"terus gimana kerjaan lo zeans?" dia balik bertanya.
"kayanya gua mau risend deh wan soalnya kurang pas posisinya sama gua, gua takut keteteran ngerjain nya."
"ya jangan dulu pesimis dong zens kan lu kerja baru beberapa bulan sapa tau lama kelamaan juga lo terbiasa sama kerjaan lo yang skrng."
"tapi gua takut gabisa jaga amanah perusahaan wan."
"yang namanya kerjaan itu pasti ada gagalnya dulu zeans ga selalu mulus sama kaya urusan cintalah kurang lebih,disitulah kekuatan kita sebenarnya di uji, zeans disitulah kita bisa menilai kekuatan diri kita sebenarnya." saran nya yang begitu memotivasi ku.
"tumben lo ngomngin cinta wan gua kira semenjak putus sama winda lo udah ga tertarik sama yang namanya perempuan haha."ledek ku disertai pukulan kecil bahunya.
"engga gitu juga kali haha, sepertinya emang belom ada yang bisa ngertiin kepribadian gua zens kecuekan gua, ya intinya belum ada yang bisa ngerti sifat gua yang sebenernya sih."
percakapan kami menjadi semakin serius tak kala bintang bintang diatas sana begitu indah mengintip dibalik rindangnya pohon pohon besar yang begitu lebat. Suasana seperti ini yang aku rindukan ketika teringat dengan bima bercengkrama berdua hanya menceritakan pengalaman masing masing yang tak terlalu penting tapi bisa membuatku nyaman.
"ah bima, kamu dimana?" berbicara dalam hati yang penuh harap zeans menunduk tak mengeluarkan sepatah katapun.
"gua ngerti zens, lo lagi ada masalah, meski gua gatau masalah lo apa, tapi seberat apapun masalah lo, lo harus kuat jangan tunjukin sifat lemah lo sama orang yang udah bikin lo sedih lo harus bisa tersenyum walaupun gua tau itu sulit buat lo lakuin percaya deh semua yang menjadi ikhlas akan berakhir dengan senyuman lepas." aku hanya tersenyum kecil,
lagi lagi kata kata ridwan mampu membuat ku semakin larut dalam hayalan berandai andai yang berbicara seperti itu adalah bima, tapi itu fana mana mau dia peduli dengan urusanku saat ini setelah ada perempuan baru yang lebih menarik dariku.
"udah jam 10 lewat zens lo tidur gih lo harus istirahat perjalanan masih jauh lo harus nyampe puncak pokoknya biar semua rasa lelah lo kebayar abis disana." ridwan menyarankanku tak terasa 2 jam begitu terasa singkat kami berbagi cerita.
"lo ga tidur wan?"seraya bangkit dari dudukku.
"Gua jaga tenda dulu nanti giliran sama fajar tidurnya."
"yaudah gua masuk duluan ya."
Tak ada jawaban hanya senyuman yang ia lemparkan kepadaku.
****
Setelah tidur cukup terlelap karena kelelahan terdengar suara usil fajar yang membangunkan kami semua akhirnya dengan berat mata ku terbangun
"berisik bangett tuh si fajar"gerutu gita sambil berganti posisi tidur yang tadinya menyamping kini terlentang bebas karena cukup luas tenda untuk kami berdua.
Kulihat jam ditanganku masih pukul 2 tapi wildan mulai sibuk packing untuk keperluan selama summit nanti
"kan masih jam 2 wil." kumembuka obrolan
"biar nga ada yang kelupaan zens."jawabnya sekedarnya. Aku hanya mengangguk binggung karena mungkin faktor nyawa setelah tidur belum berkumpul semua.
Dengan tidak ingin merepotkannya untuk kedua kali berbekal pengetahuan yang alakadarnya dari internet aku juga ikut packing barang barang pribadi yang diperlukan seperti jaket syal penutup kepala dan masker pelindung mulut.
Advertisement
Nano Machine
Until the time of him becoming the master of the lowest rank in the order of rankings, the lonely side of his life without luck was changed. One day suddenly, a future descendant injected him with a nano machine, and the machine started ‘speaking’ to him. [I am seventh generation Nano Machine manufactured by the Sky Cooperation, and I am operating as central nerve connected to your brain.] “What? What are you talking about?” This was beyond the boy’s knowledge, so he turned pale and asked. The Nano Machine linked to his cerebrum realized the User was not understanding a single word it said. “Who are you, and why are you doing this to me?” [“I am seventh generation Nano Machine.] “Nano Mashin?” [Yes, Nano Machine.] The boy’s face got hardened. Mashin was deity the Mashin Religion worshipped, along with the Sacred Fire. The Master of the Mashin Religion’s role was to communicate with Mashin. “Um, are you really Mashin?” The boy knelt down and asked with trembling voice. At this, the Nano Machine attached to his cerebrum realized he had misunderstood it.
8 215... And My Skillet
A long time ago, a child was born under the great blue sky. Many a Dwarf grumbled at the auspicious event, tugging furtively at their beards at this ill omen. A year later as the expedition had begun digging into the virgin hills of their new home, the grumbling of the doughty mountain people rose to a disbelieving furor when the yearling passed over the ritual offerings that would determine his lot in life. Instead, the as of yet unnamed child crawled over to a skillet fresh out of the fire and begun picking at the rock bread, unconcerned with the heat. Shouts turned into laughter, frowns lifted into craggy smiles. Upon placing a handful of the bread into his mouth, the infant’s face grew so grim and stony not even the eldest of the present Dwarves could match him. There was a durable ore within this babe, of that the Lore Keeper was sure. Yumly Ironhand was thus named, the beginning of his great tale immortalized on the rune walls of his clan’s history. “It’s pronounced Yoom Lee and no, rock bread isn’t a misnomer.”
8 264By The Sword
Death is a fickle thing.For most, it’s a force of nature, but Agil Novan sees the reaper in a different light. As the greatest swordsman of all time, he cherishes life, and he’s lived one full of both struggle and success. After all of his accomplishments, he too must face the reaper and its scythe.When challenged, however, the swordsman is not one to go without a fight. After parrying it once and impressing the reaper with a show of the blade, he is offered something more. A second chance at life—one that he is all but forced to accept.Now, stranded in an unfamiliar land with an unfamiliar body and far too many questions, Agil has his life threatened at every turn. Still, he is determined to survive. He knows what the reaper did to him.And he has never been one to let vengeance go unfulfilled.
8 150Joe in medieval fantasy world
Plot:Joel nickname Joe is a not so handsome and not so bad guy but has a boring life. One night while reading LN's on his smartphone, a message appeared stating "Do you want to elevate your life?" Sender: True GodHe then was teleported to Infanadah, a harsh world of magic and conflicts, where anything you can think of can lead to death. By gaining knowledge from two worlds, he tries to develop his survival and magical skills or any other methods as he tries to live here and make his life enjoyable.Why did True God choose him? Why is he sent there? Does he have a mission?He is not your typical pitiful bullied or betrayed MC. He is just bored.This is my first time writing a novel so please don't be harsh on your reviews.Tags might change in the future.
8 121Dark Lands: The Exile and the Prince
A short time has passed since the siege on Ruined Home has been lifted and as the survivors of the battered encampment slowly begin to rebuild their new home, Aurelius has returned from a failed troll hunt. Yet despite the battered prince’s failures, he has set into motion a series of events that will forever change his life. Meanwhile, Iskra has found herself at the helm of a far more favorable position and begins to forge a path that will lead her towards the first steps of a long road of revenge. Author’s Note: This is the direct sequel to the first Dark Lands story and as time goes on I will update the synopsis to help bring further detail about the story. For now however, I hope you all enjoy what is about to be written. Eight Years Arc: Eight Years have passed since Aurelius and Iskra have first met one another, and a lot has changed since then. The vast majority of Aurelius’ family has been slaughtered by the hands of none other than his oldest brother, a man that the golden haired prince had spent the past several years to hunt down and kill all in the name of vengeance. Upon his return, the kin-slaying prince has found that some things have changed during his absence. Iskra, his first wife and love of his life, has proclaimed that she no longer cares about the events that have been unfolding in her former homeland for the last several years and states that she is solely focused on raising her children. Yet it is through learning that the High Elves have taken a keen interest in the once magically-absent lands of Ranislava that Aurelius decides that action must be taken and thus he journeys south to learn more about what his distant kin are up to in such a backwater region of the world. Who he will meet and what he will do will turn the tides of fate, but in whose favor is something that only the Gods will know. (The Eight Years arc is something that was designed to be written in a way where people don't have to feel the need to go back to the very beginning of the Dark Lands story in order to know what is going on or who the characters are.)
8 176chains | anidala
in which padmé is kidnapped by her husband and forced to abandon her morals.in which one must choose if the safety of her soon to be children is more important than her mentality.in which one must decide if vows were meant to be broken.
8 97