《Soul In Seoul》#Part 31 (Pencuri)

Advertisement

Yong Ri Sa langsung mengernyit melihat sebuah brankas dilengkapi dengan tombol-tombol angka, tersembunyi dibalik lukisan naga tersebut "Password lagi?" dan sekali lagi dia harus memecahkan teka-teki password untuk membukanya. Ia mencoba memasukkan kombinasi angka yang sama dengan kombinasi angka di brankas sebelumnya. Namun, ternyata itu tidak berhasil. Kemudian dia mencoba memasukkan kombinasi-kombinasi angka yang sebelumnya gagal untuk membuka brankas yang lain. Dan ternyata berlaku juga dengan brankas itu. Kombinasi-kombinasi angka tersebut tidak ada satupun yang bisa digunakan untuk membuka brankas warna emas itu. Yong Ri Sa sudah mulai merasa frustasi meladeni kerumitan nenek angkatnya untuk menyembunyikan benda-benda berharga miliknya.

"Jika brankas yang itu passwordnya tanggal pernjanjianku dengannya, mungkinkah password brankas ini tanggal pertemuan pertamaku dengannya? Saat aku menolongnya dari gangster." Melirik lemas bekas luka yang ada di lengan kanannya yang merupakan bekas luka akibat ia menolong Han Seo Jin dari gerombolan gangster.

Ia mengarahkan jarinya untuk menekan kombinasi angka yang tak lain adalah kombinasi tanggal pertemuan pertamanya dengan Han Seo Jin. Karena ia sudah tak terlalu berharap percobaan ini akan berhasil, alhasil dia menekannya dengan sangat lemah. Dan tiba-tiba ia dibuat terkejut. Brankas itu berhasil terbuka. "Berhasil?" ungkapnya yang masih tak percaya nenek angkatnya akan menggunakan tanggal pertemuan pertama mereka sebagai kombinasi angka pada brankas rahasianya.

Perlahan ia membuka pintu brankas itu. Didalamnya ada setumpuk dokumen penting dan sangat rahasia. Meskipun tidak sebanyak berkas di brankas sebelumnya, brankas itu terlihat memiliki tingkat keberhargaan yang jauh lebih tinggi dari brankas sebelumnya. Bisa dilihat dari, untuk membukanya saja harus memasukkan sidik jari dan harus memasukkan password sebuah kombinasi angka yang tak lain adalah sebuah tanggal yang ia sangat yakin hanya mereka berdua yang tahu tanggal pertemuan pertama itu.

Berbeda dari sebelumnya, ia tidak memeriksa satu persatu dokumen. Matanya tertuju pada sebuah buku yang terlihat seperti buku agenda tapi juga seperti buku diary. Ia langsung mengambilnya dan membuka buku itu. Dirasa dia harus menghabiskan waktu yang cukup lama untuk membaca buku itu, akhirnya diapun menutup kembali brangkas itu dan menekan tombol disamping alat pembaca sidik jari untuk mengembalikan lukisan naga itu ke tempat semula. Setelah itu ia menuju ke balik meja kerja, tanpa menutup kembali brankas pertama yang masih terbuka. Berkas-berkasnya pun masih tertumpuk di lantai didepan brankas tersebut.

Dengan sangat serius, ia membaca satu persatu kata yang tertulis di buku itu. Di halaman-halaman awal ia masih merasa biasa-biasa saja. Namun ketika sudah memasuki halaman 25, ia langsung tersentak. Meski di halaman itu hanya tertulis 'Akhirnya aku menemukan emas itu. Emas yang sangat berharga. Emas yang akan menghancurkan kastil Heo dan penyelamat White House.' Ia sangat yakin kata 'emas' dalam kalimat itu adalah dirinya. Karena halaman tersebut ditulis tertanggal tepat di hari ia menyelamatkan Han Seo Jin dari segerombolan gangster.

Tak ingin terlalu lama terpaku pada halaman 25, akhirnya ia membuka halaman-halaman berikutnya.

'Perlahan tapi pasti. Emas itu sudah semakin dekat.' Di halaman 27 yang tertanggal tepat di hari ia dan kakaknya mendapatkan beasiswa penuh. "Jadi saat itu dia sudah mulai mengikatku?" gumamnya dingin.

Di halaman berikutnya tertulis, 'Emas berkilau tidak hanya akan mengundang sepasang netra. Jika tak bisa menguasainya, White House yang akan teraniaya. Jika tak bisa menariknya, dia yang harus mati.' Tangannya langsung mengepal kala menyadari saat itu nyawanya lah yang sebenarnya jadi taruhan jika ia tidak menyetujui perjanjian itu dan bukan kakaknya.

'Sudah kuduga. Emas itu benar-benar sulit ditaklukkan. Umpan untuk mendapatkan emas adalah perak yang berkilau.' di halaman 34 yang tertanggal tepat di hari penolakannya terhadap penawaran pengangkatannya sebagai cucu di keluarga Yong. Kepalan tangan Yong Ri Sa semakin kuat ketika membaca kata-kata 'Umpan untuk mendapatkan emas adalah perak berkilau' "Perak berkilau? Dan dia menggunakan Ri An Oppa untuk mendapatkan emasnya. Hehhhh,.." menyeringai.

Advertisement

Ia membuka lembar-lembar berikutnya dan memfokuskan matanya untuk terus membaca buku catatan itu.

'Baru beberapa bulan, emas itu sudah bisa kokoh dan sangat berkilau tanpa harus kupoles lagi.'

'Aku percaya padanya. Aku tak akan mengganggu apapun rencananya. Dia takkan berkhianat. Dia si emas yang setia.' Tulisan itu langsung membuat wajahnya datar sedatar papan tulis. Ia mulai tak dapat berfikir jernih. Fikirannya serasa kaku ketika membaca kata-kata 'Dia si emas yang setia.' "Ini buku diarynya, dia nggak mungkin menulis kebohongan disini. Apa Direkur Han benar-benar mempercayaiku? Setelah perjanjian konyol itu, apa dia sudah benar-benar mempercayaiku?" gumamnya yang masih tak dapat mempercayainya.

Kemudian dia membuka lembaran berikutnya dan lagi, dia terhenyak hingga airmatanya memberi aba-aba untuk jatuh. 'Pion? Dia bukanlah pion. Dia juga bukan perisai. Dia adalah emasku. Dia adalah cucuku. Dia adalah penerusku.' Saat membaca tulisan itu, hatinya langsung bergetar, jantungnya langsung berdetak lebih kencang, dan airmatanya perlahan jatuh membasahi pipi cantiknya. "Halmeoni,.. Joesonghamnida,.. joesonghamnida telah salah paham terhadap anda. Joesonghamnida, Halmeoni. (Maafkan saya, Nek.)" ia memeluk buku itu dan terisak pilu. Ia sangat menyesal telah salah memahami maksud orang yang telah mengangkatnya sebagai cucu. Bahkan ia pun sempat memiliki fikiran untuk mengkhianatinya. Ia benar-benar menyesali itu.

Di tengah-tengah tangisan yang sangat memilukan itu, tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka dan muncul sosok Yong Ri An yang langsung berjalan mendekat padanya.

"Kamu kenapa?" tanyanya heran kala melihat adiknya menangis sejadi-jadinya.

Yong Ri Sa langsung mengangkat wajahnya dan menatap sayu kakaknya. "Oppa,.." lirihnya seraya menyerahkan buku yang masih terbuka dan sebelumnya ia peluk erat.

"Apa ini?" tanya Yong Ri An lagi, yang tiba-tiba langsung mengernyit saat membaca lembar tulisan terakhir yang dibaca oleh Yong Ri Sa. "Pion? Dia bukanlah pion. Dia juga bukan perisai. Dia adalah emasku. Dia adalah cucuku. Dia adalah penerusku." Ucapnya pelan mengikuti kata-kata yang tertulis di buku itu. "Apa maksudnya? Apakah,.. Direktur Han benar-benar tidak menganggapmu jadi pionnya? Direktur Han benar-benar menganggapmu sebagai cucunya? Apa ini masuk akal?"

Yong Ri Sa menyeka air matanya seraya berkata, "Ini memang terasa tidak masuk akal. Tapi, buku itu disimpan di tempat yang sangat rahasia. Bukan di brankas ini." menoleh ke brankas yang masih terbuka tak jauh darinya. "Tapi di brankas lain. Yang untuk membukanya aja, sangat rumit dan ditempatkan di lokasi yang tak ada orang yang tau, jika orang itu sebelumnya tidak terlalu banyak berhubungan dengannya. Oppa tau kan, apa itu artinya? Buku itu adalah sisi lain darinya, sisi lain yang sesungguhnya dirasakan oleh orang yang telah mengangkat kita sebagai cucunya. Dan karena ini, aku semakin yakin dan semakin menguatkanku untuk meneruskan rencana yang telah kususun, dan menyelesaikan segala masalah yang berhubungan dengan keluarga ini." jelasnya.

Yong Ri An menatap lekat adiknya. Mulutnya terkunci sejenak, otaknya terus berfikir. "Baiklah. Aku akan membantumu." Singkatnya yang langsung disambut dengan senyuman oleh Yong Ri Sa.

###

Saat itu sudah jam 2 malam, tapi mata Yong Ri Sa masih belum bisa benar-benar terpejam. Ia sudah hampir 2 jam berusaha untuk tidur, namun ada sesuatu hal yang membuatnya tidak nyaman dan dia tak tau apa yang membuatnya tidak bisa tidur hingga selarut itu. Berkali-kali ia membolak-balikkan badannya di tempat tidur Golden Room berharap ia menemukan posisi yang nyaman dan dapat membuatnya terlelap tidur. Rasanya usahanya sia-sia, dia tetap saja tak dapat benar-benar memejamkan matanya dan tiba-tiba ia merasa kehausan. Ia meraih sebuah cangkir yang diletakkan di meja samping tempat tidurnya. Dan sialnya cangkir itu telah kosong, sehingga mau tak mau dia harus beranjak dari kamarnya dan pergi ke dapur untuk mengambil air minum.

Tak ada seorang pun di dapur. Ya,.. tak mengherankan memang, itu sudah tengah malam. Para asisten rumah tangga dan para pengawal tak ada yang akan memasuki dapur di jam-jam itu, kecuali jika memang situasi sangat memerlukan para pengawal patroli tengah malam. Saat itu Yong Ri Sa duduk di balik meja makan sambil menuangkan air putih ke cangkir yang sebelumnya ia bawa, kemudian meneguknya. Di tengah ia meneguk air minumnya, ada suara seorang laki-laki yang sangat dikenali olehnya.

Advertisement

"Ternyata ada yang tak bisa tidur." Itulah suara lelaki itu yang langsung membuat Yong Ri Sa tersentak hingga hampir tersedak oleh air yang ia minum.

Lelaki itu berjalan mendekat ke Yong Ri Sa. "Kenapa kamu tidak bisa tidur? Masih kepikiran tentang hakku yang telah kau rebut? Atau,.. kepikiran bagaimana caranya pergi dari keluarga ini dengan membawa kabur hak-hakku?" itulah kata-kata dingin lelaki itu yang tak lain adalah Kang Jung Tae.

Yong Ri Sa hanya diam tanpa sepatah katapun terucap, hingga Kang Jung Tae sudah duduk disampingnya.

"Kenapa kamu diam? Jadi,.. yang kukatakan tadi benar? Kamu akan kabur dengan membawa hak-hakku?" ungkap Kang Jung Tae semakin dingin.

"Apakah yang kukatakan waktu itu kurang jelas? Cukup buatlah aku mempercayaimu, maka kamu akan mendapatkan kembali hak-hakmu. Aku sama sekali tidak tertarik dengan harta nenekmu." Ucap Yong Ri Sa dan kemudian dia langsung beranjak dari tempat duduknya.

Dengan sigap, Kang Jung Tae menahan tangan Yong Ri Sa dan ikut berdiri menghalangi langkah pergerakan Yong Ri Sa. Saat itu Kang Jung Tae berhasil menyudutkannya di ujung meja. Tatapan matanya menyiratkan sebuah emosi yang telah lama ditahannya, namun tatapan itu tidak mampu membuat gentar Yong Ri Sa yang masih setenang biasanya.

"Kamu tau? Kenapa aku sangat membencimu?" Kang Jung Tae penuh emosi.

Yong Ri Sa hanya diam.

"Kamu yang bukan siapa-siapa dan tiba-tiba muncul dengan waktu singkat telah mendapatkan pengakuan dari nenekku. Sedangkan aku yang cucu kandungnya dan telah tinggal bersamanya lebih dari sepuluh tahun, tak pernah ada pengakuan darinya. Bahkan sampai sekarang marga yang ada di namaku pun masih milik ibuku dan bukan marga ayahku yang dari keluarga ini. Kamu tau? Bagaimana rasanya tidak dianggap di keluarga sendiri? Yah,... memang benar, kelahiranku tidak diinginkan di keluarga ini. Berbagai cara telah kulakukan untuk menarik perhatiannya. Tapi tak satupun berhasil membuatnya mengarahkan pandangannya kepadaku. Terutama ketika kamu tiba-tiba muncul, seolah benar-benar telah menghapus fakta darah yang mengalir dalam diriku ada darah keluarga Yong."

"Menarik perhatiannya?" tertawa dingin. "Maksud kamu berbuat konyol, bertingkah bodoh dan hampir setiap hari membuat onar, itu adalah caramu menarik perhatiannya? Sepertinya kamu tidak mengenal nenekmu dengan baik. Yang bisa menarik perhatiannya adalah orang yang bisa ia gunakan untuk melancarkan segala aksinya. Cucu yang akan dia akui adalah cucu yang bisa meneruskan kegemilangannya, bukan cucu yang membuatnya harus menahan malu. Kalau saja, kamu tidak melakukan hal-hal konyol itu, kemungkinan besar aku tak perlu terjebak di situasi ini."

"Terjebak? Bukankah kamu menyukainya? Dasar pencuri yang sangat licik." Umpatnya.

"Bagaimana bisa aku menyukainya? Ketika aku harus kehilangan sahabat yang sangat berarti untukku, ketika aku tidak bisa menikmati masa-masa remajaku, ketika hampir setiap saat mendapat ancaman-ancaman nyawa yang tidak hanya ditujukan padaku tapi juga kepada kakakku satu-satunya. Bagaimana bisa aku menyukainya?" Yong Ri Sa terpancing emosi. "Dan lagi,.. kamu bilang aku pencuri yang sangat licik? Yah,.. aku memang sangat licik bagi lawan-lawanku. Tapi aku bukanlah pencuri." Terusnya.

"Kamu jelas-jelas adalah seorang pencuri. Pencuri yang sangat licik."

Yong Ri Sa hanya mengunci mulutnya dengan menyuguhkan tatapan tajam pada Kang Jung Tae.

"Kamu telah mencuri kekuasaanku, kamu telah mencuri ketenaranku, kamu telah mencuri perhatian nenekku, kamu telah mencuri hakku dan satu lagi,.. kamu telah mencuri hatiku." Ucapnya penuh dengan penekanan setiap kata-katanya.

Wajah Yong Ri Sa langsung datar ketika mendengar kalimat penutup dari mulut Kang Jung Tae, yang benar-benar membuatnya tak mampu berfikir jernih. "Hya! Kamu gila ya?! Bagaimana bisa aku mencurinya? Aku tidak melakukan apapun--"

Ucapan Yong Ri Sa itu dipotong oleh Kang Jung Tae, "Jadi kamu nggak merasa telah mencurinya? Baiklah,.. sekarang akan aku ambil sendiri satu hal yang telah kau curi." Kalimat itu diakhiri dengan sebuah kecupan mesra dari Kang Jung Tae yang langsung membuat mata Yong Ri Sa membola seketika akibat mendapat perlakuan seperti itu dari seorang Kang Jung Tae.

Yong Ri Sa berusaha mendorong tubuh Kang Jung Tae dan berharap bisa lolos dari kunciannya. Namun sialnya tenaga yang dimiliki Yong Ri Sa masih tidak sekuat dulu. Tenaganya masih belum benar-benar pulih dan bekas luka tusukan di perutnya pun sempat membuatnya meringis kesakitan. Alhasil dia pun hanya bisa pasrah atas perlakuan dari sepupu angkatnya itu. Tangannya yang berada di dada Kang Jung Tae, merasakan ritme detak jantung yang sangat cepat. Entah itu ritme detak seorang yang sangat emosi atau detak jantung seseorang didekat orang yang sangat dicintainya. Ia tidak bisa menebak apa yang sebenarnya dirasakan orang yang didepannya itu.

Tak lama kemudian, Kang Jung Tae menjauhkan bibirnya dari bibir Yong Ri Sa. Hanya tatapan nanar yang ia suguhkan saat itu. Ia juga berusaha mengatur nafas dan ritme detak jantungnya yang masih tak karuan. Sedangkan pemandangan sangat berbanding terbalik ada pada Yong Ri Sa. Ia sangat marah mendapat perlakuan lancang dari seorang Kang Jung Tae. Tatapannya sangat tajam. Hingga Kang Jung Tae mampu melonggarkan kunciannya dan membuat Yong Ri Sa bisa segera bergegas dari hadapannya.

Langkahnya masih tertatih cukup berat menuju kamarnya. Bekas luka di perutnya masih membuatnya tak bisa bergerak dengan leluasa. Satu per satu anak tangga ia naiki dengan sangat pelan. Tangannya juga berpegangan erat pada pinggiran tangga. Sesekali ia berhenti untuk mengambil nafas dan merutuki hal yang baru saja terjadi di dapur. Bagaimana bisa Kang Jung Tae memiliki perasaan khusus padanya? dan bagaimana bisa dia semudah itu mencuri bibirnya? Ahhh,.. rutukannya pada diri sendiri itu membuatnya tak sadar bahwa Kang Jung Tae sudah berjalan tepat di belakangnya dan langsung mengangkatnya. Yong Ri Sa sangat terkejut saat mendapati kini ia telah berada di gendongan Kang Jung Tae. "Hya! Aku bisa jalan sendiri. Turunkan aku!" ucapnya pelan, namun tidak diindahkan oleh Kang Jung Tae. Lelaki itu terus berjalan menaiki satu persatu anak tangga dari lantai 1 ke lantai 3 dengan Yong Ri Sa berada di gendongannya. Jika saja saat itu mereka berdua saling mencintai, itu pasti adalah momen yang sangat romantis. Tapi sayangnya Yong Ri Sa tidak memiliki perasaan itu, sehingga momen itu justru membuatnya tak nyaman.

"Turunkan aku!" perintahnya ketika sudah berada di depan pintu Golden Room.

Tanpa mengatakan sesuatu, Kang Jung Tae langsung menurunkannya dan pergi ke Bronze Room. Hal itu membuat Yong Ri Sa mengernyit heran dengan tingkah lelaki itu.

"Detak jantungnya sangat cepat. Kukira tadi detak jantungnya secepat itu karena sedang marah. Tapi saat menggendongku, ritme jantungnya tak berubah. Ini tidak benar. Sekarang dia adalah sepupuku. Yah,.. meski tak memiliki ikatan darah, tapi status sebagai keluarga sudah mengikat. Apalagi masa lalu sebagai musuh, adalah masa lalu yang merupakan salah satu alasan kita mustahil bisa bersatu. Bisa akur saja, syukur. Tapi sekarang,.. disaat kita sudah jadi keluarga seperti ini, semakin mustahil juga aku bisa menerima perasaan khususnya itu." batinnya ketika sudah memasuki ruangan yang dipenuhi dengan warna emas itu.

###

Pagi itu seperti biasa Yong Ri An bersiap-siap mengawali harinya yang sudah memakai seragam SMA Dongjo. Buku, peralatan sekolah dan setelan olahraganya telah masuk ke tas selempang yang selalu menemaninya ke sekolah sejak ia bersekolah di SMA Dongjo. Yah,.. meski sekarang dia sudah diangkat di keluarga kaya, namun kesederhanaannya tetap mendarah daging dalam dirinya. Tidak banyak barang favoritnya yang bertambah. Kebanyakan barang-barang yang ada di kamarnya adalah barang-barang yang dipakainya ketika masih bermarga 'Lee', sedangkan perbedaan mencolok dari sebelumnya adalah warna mayoritas di kamarnya saja yang tak lain adalah warna perak.

Saat sudah siap berangkat, ia pun bergegas mengenakan jaket dan tas selempangnya. Kemudian dia langsung keluar dari Silver Room dan mendapati adiknya yang sudah lengkap dengan setelan seragam SMA Meongso dibalik jaket tebal panjang yang ia kenakan, dan dipunggungnya juga sudah ada tas ransel hitam yang menempel mesra, tengah berjalan menuju tangga.

"Hya! Ri Sa-ya,.. apa kamu yakin akan mulai sekolah hari ini? memangnya perutmu sudah tak sakit?" tanya Yong Ri An yang sudah berjalan sejajar dengannya menuruni tangga.

"Ya. Aku sudah siap dan yakin. Nyerinya juga sudah tak terlalu mengganggu. Aku bisa mengatasinya. Jadi tak perlu cemas. Okey?!" yakinnya dengan keceriaan yang kini hanya ia suguhkan pada kakak kesayangannya.

"Jangan terlalu memaksa jika memang tidak kuat. Pulihkan dulu fisikmu." Nasihatnya yang langsung disambut dengan anggukan dari Yong Ri Sa.

###

Dalam perjalanan menuju sekolahnya, Yong Ri Sa yang duduk bersebelahan dengan kakaknya di mobil pribadi keluarga Yong, lebih banyak menunduk dengan cukup gelisah. Sesekali pandangannya ia arahkan ke luar kaca pintu disampingnya. Melihat kegelisahan adiknya itu, membuat Yong Ri An penasaran dan cukup cemas, "Kamu kenapa?" tanyanya.

Pertanyaan itu tidak hanya mengalihkan perhatian Yong Ri Sa yang duduk disampingnya, tapi juga Kang Jung Tae yang duduk di kursi penumpang didepannya. Kang Jung Tae langsung melirik ke cermin depan agar bisa melihat ekspresi orang-orang yang duduk dibelakangnya.

"Aku tidak apa-apa." Singkatnya.

"Benarkah? Tapi sepertinya ekspresimu berkata lain." Sanggah Kang Jung Tae yang sesekali masih melirik ke arah cermin.

Yong Ri Sa tak sedikitpun menanggapinya. Ia kembali mengarahkan pandangannya ke jalanan.

"Apa yang sedang kamu fikirkan?" tanya Yong Ri An.

Mendengar itu, Yong Ri Sa membasahi tenggorokannya yang tiba-tiba terasa kering. "Apakah ada dalam sejarah, seorang Ketua Yayasan merupakan salah satu siswa di yayasan itu?" ucapnya lemah, tanpa mengalihkan pandangannya dari jalanan.

Hanya dengan mendengar kata-kata itu Yong Ri An langsung mengerti arti kegelisahan yang tampak dari raut wajah adiknya. "Tenanglah,.. ini memang kejadian yang sangat langka. Tapi bukan sesuatu yang tak mungkin kan? Apalagi jika itu adalah kamu. Bukankah sebelumnya kamu juga sangat gundah ketika diminta menggantikan Direktur Han di Cessa Hotel waktu itu. Tapi akhirnya kamu berhasil mengatasi itu."

Yong Ri Sa menghembuskan nafas kasar sebagai tanda bahwa saat ini dia benar-benar gelisah dan tidak dalam suasana hati yang baik.

    people are reading<Soul In Seoul>
      Close message
      Advertisement
      You may like
      You can access <East Tale> through any of the following apps you have installed
      5800Coins for Signup,580 Coins daily.
      Update the hottest novels in time! Subscribe to push to read! Accurate recommendation from massive library!
      2 Then Click【Add To Home Screen】
      1Click