《Soul In Seoul》#Part 30 (Peninggalan Sang Nenek)
Advertisement
Setelah kepergian Heo Yoon Woo dan Yoon Yeom Mi dari ruang perawatannya, Yong Ri Sa hanya bisa meneteskan airmata dan sempat terisak. Dadanya serasa sangat sesak. Selang oksigen yang masih menancap di hidungnya seakan tidak membantu banyak untuk melegakan pernafasannya. "Jadi eonni benar-benar membenciku. Apa aku melakukan cara yang salah untuk melindunginya?" gumamnya yang tiba-tiba sedikit tersentak ketika mendengar suara pintu ruangan itu kembali terbuka.
"Ri Sa-ya,.. maafkan eonni. Dan,.. maafkan aku juga. Mungkin selama ini aku memiliki banyak salah padamu." Pinta orang yang baru masuk ke ruangan itu yang tak lain adalah Yoon Yeom Mi. Ia berjalan mendekat ke Yong Ri Sa, namun pandangannya ia tundukkan karena saking malu dan rasa bersalahnya.
Yong Ri Sa menghapus airmatanya, "Tak perlu ada yang harus kumaafkan. Kalian tidak salah. Akulah yang salah. Aku adalah penyebab hancurnya persahabatan kita. Keputusanku untuk berubah jadi Yong Ri Sa adalah keputusan yang salah. Seharusnya aku tetap jadi Lee Ri Sa dan bukan Yong Ri Sa." Menunduk lemas.
###
Belum sampai satu minggu setelah Yong Ri Sa bangun dari komanya, ia sudah memaksa untuk pulang. Suasana rumah sakit membuatnya merasa tambah sakit dan juga serasa mati kebosanan. Ia sangat rindu dengan rutinitas padatnya dulu. Sebuah rutinitas harian dari pagi hingga malam hari, mulai sekolah diteruskan kegiatannya sebagai salah satu orang berpengaruh di Cessa hotel. Yahhhh meski itu melelahkan, baginya jauh lebih melelahkan ketika hanya berdiam diri di sebuah ruangan VVIP rumah sakit. Ia terus merengek ingin segera meninggalkan rumah sakit itu meski Yong Ri An dan Kang Jung Tae memintanya untuk mengikuti saran dokter agar tetap stay di rumah sakit itu. Tapi bukan Yong Ri Sa namanya jika permintaannya bisa ditolak. Kekeraskepalaannya yang semakin hari semakin tak dapat dilunakkan itu membuat kakak dan sepupunya terpaksa mengangkat bendera putih untuk memintanya bertahan lebih lama di ruang perawatan itu.
"Ri Sa-ya,.. pulihkan dulu kesehatanmu. Aku nggak mau nanti lukamu akan tambah parah jika tidak mendapatkan perawatan lebih lanjut. Selama ini kamu kurang begitu memperhatikan kesehatanmu. Gimana jadinya kalau kamu memaksa untuk rawat jalan seperti ini? apa kamu ingin membuatku mati cemas gara-gara tingkahmu itu?" ucap Yong Ri An dengan nada memohon sambil duduk di kursi samping tempat tidur pasien, dan tangannya terus menggenggam tangan Yong Ri Sa dengan harapan kekeraskepalaannya akan melunak. Sebelumnya mereka bertiga terus berdebat. Lebih tepatnya dua laki-laki itu melawan kekeraskepalaan satu perempuan. Dan selama hampir satu jam, Yong Ri Sa masih belum bisa dilunakkan.
Yong Ri Sa mendesah pelan tanda ia sebenarnya sudah bosan berdebat dengan dua orang yang di hadapannya. Yong Ri An duduk disampingnya sedangkan Kang Jung Tae berdiri tepat didepannya. Mereka berdua terlihat cukup frustasi menghadapi remaja pemberani dan keras kepala ini. Huhhhh,.. mereka berdua menghela nafas panjang secara bersamaan untuk menenangkan hati dan fikirannya agar tidak mudah terpancing emosi berhadapan dengan si tukang debat ini.
"Terus,.. setelah kamu keluar dari sini, kamu akan langsung maju menghadapi duo 'Heo' itu? dan ditambah lagi mereka sudah dapat satu 'Heo' lagi. Apa kamu sanggup melawan trio 'Heo' dalam keadaan seperti ini?" tanya Kang Jung Tae.
"Aku keluar dari sini bukan berarti untuk langsung datang menghadapi mereka. Aku juga tau dengan kondisiku saat ini. Kuserahkan semuanya pada Oppa saja. Sampai aku benar-benar yakin lukaku sudah pulih. Aku kan masih punya kewajiban lain sebagai seorang siswa. Apalagi sekarang aku sudah di kelas 3. Nggak bagus juga kan kalau kelamaan absensi kosong." Desaknya.
"Janji? Keluar dari rumah sakit hanya ingin fokus sekolah dan bukan langsung menghadapi mereka?" tanya Yong Ri An memastikan dan langsung disambut anggukan dari Yong Ri Sa.
Yong Ri An kembali menghela nafas berat. "Ya udah kalau gitu. Aku urus administrasinya dulu." ucapnya pada Yong Ri Sa. Setelah itu perhatiannya beralih ke Kang Jung Tae yang juga masih di ruangan itu. "Kamu bantu bereskan barang-barangnya."
Advertisement
Tanpa menunggu lama, Yong Ri An langsung bangkit dari tempat duduknya dan keluar dari ruangan itu.
Sambil memasukkan barang-barang Yong Ri Sa ke tas hitam berukuran cukup besar, Kang Jung Tae mendumel, "Aigo,.. kamu benar-benar. Huhhh,.. tak bisakah bersantai dulu disini. Lukamu aja masih harus diperiksa dokter setiap hari. Emangnya kamu ingin terjadi sesuatu dengan lukamu?--" dumelnya yang dipotong oleh Yong Ri Sa.
"Lukamu itu bukan luka gores biasa. Itu luka tusukan tepat merobek organ hati dengan lebar 1,5 cm dan kedalaman 1 cm. Jahitannya saja masih belum dilepas. Bisa saja sewaktu-waktu luka itu terbuka lagi jika tidak diawasi dokter. Apalagi kamu keseringan tidak kenal waktu kalau sudah beraktifitas." Potong Yong Ri Sa yang seakan tau betul kata-kata apa yang akan meluncur dari mulut Kang Jung Tae.
Mendengar Yong Ri Sa meneruskan dumelannya yang seakan bisa membaca fikirannya itu, membuat Kang Jung Tae nyengir pahit. "Ya, itu sudah tau. Tapi kenapa juga masih maksa keluar dari rumah sakit lebih cepat."
"Tadi juga sudah kujelaskan alasannya kan?" memicingkan bibir. "Kamu bereskan barang-barangnya aja. Jangan banyak protes." Terusnya.
Mendengar itu, membuat Kang Jung Tae langsung tambah sebal. Yah, memang mau tak mau ia harus menerima keluarga barunya. Masa lalu sebagai musuh namun masa depan sebagai keluarga. Itulah yang harus diterima oleh mereka bertiga.
Setelah segala urusan administrasi sudah selesai dan seluruh barang-barang telah dibawa ke mobil, kini waktunya Yong Ri Sa yang bergegas meninggalkan ruang perawatan yang baginya adalah sebuah penjara menyesakkan. Saat itu ia duduk di kursi roda dan didorong oleh kakaknya. Disampingnya juga masih ada Kang Jung Tae yang berjalan sejajar dengan mereka. Selama mereka berjalan keluar rumah sakit, pemandangan khas rumah sakit tampak menghiasi perjalanan mereka. Lalu lalang dokter, perawat dan beberapa pasien beserta keluarga pasien tak henti-hentinya bolak balik di sekitar mereka. Seakan setiap lorong-lorong itu tak pernah sepi dari orang lalu lalang.
Selama kurang dari 30 menit akhirnya kini mereka telah sampai di White House. Baru sampai, mereka langsung disambut oleh para pelayan dan bodyguard setia keluarga itu. Beberapa dari mereka juga membantu membawakan tas-tas besar yang dibawa oleh mereka bertiga dari rumah sakit. Dan tak disangka, di dalam rumah sudah ada tamu yang menunggu mereka bertiga. Tamu itu saat ini sudah berada di ruang tamu dan langsung berdiri ketika menyadari Yong Ri An, Yong Ri Sa dan Kang Jung Tae telah muncul dari balik pintu utama.
"Pengacara Do? Apa yang membawa anda kemari?" tanya Kang Jung Tae berjalan mendekat ke pengacara Do yang masih berdiri dari tempat duduknya.
"Sebenarnya saya ingin menjenguk nona Yong, tapi saya dengar nona Yong sudah akan meninggalkan rumah sakit. Maka dari itu saya langsung saja kesini." Jelasnya. "Ah,.. bagaimana dengan keadaan anda Yong Ri Sa-ssi?" tanyanya pada Yong Ri Sa yang masih setia duduk di kursi roda.
"Saya sudah lebih baik dari sebelumnya. Terima kasih telah menyempatkan waktu anda datang kemari. Emmm,.. silakan duduk kembali."
Pengacara Do kembali duduk. "Sebenarnya saya datang kemari ada sesuatu yang saya ingin sampaikan pada kalian bertiga."
Saat itu mereka berempat telah duduk berhadapan. Tiga laki-laki itu duduk di sofa, sedangkan Yong Ri Sa masih duduk di kursi roda.
"Untuk kami bertiga? Apa itu?" tanya Yong Ri Sa.
"Apa ini tentang wasiat dari Halmeoni yang sempat anda singgung sebelumnya?" tanya Kang Jung Tae.
"Ne, Bajja-yo. Ini memang tentang surat wasiat yang sempat saya singgung dulu." jawab pengacara Do diikuti membuka tas kerjanya dan mengambil sebuah map yang langsung diletakkan di meja.
Yong Ri An yang duduk paling dekat dengan map itu langsung mengambilnya dan membaca dengan seksama. Matanya langsung membola dan mulutnya sempat ternganga ketika membaca poin penting dalam surat wasiat itu.
Advertisement
"Apa ini benar, Pengacara Do?" tanyanya yang masih dengan raut muka penuh keterkejutan.
"Iya. Surat wasiat itu ditulis langsung oleh mendiang Direktur Han. Seperti yang anda telah baca, sebagian besar harta kekayaan mendiang Direktur Han diserahkan kepada nona Yong. Termasuk semua kedudukannya di Cessa Hotel, yayasan Jinhyang dan di restaurant Hong Diamond. Direktur Han mempercayakan semua tanggung jawab itu pada nona Yong."
Yong Ri Sa tak kalah terkejut mendengarnya. "Bagaimana bisa seperti ini? disini ada cucu kandungnya, tapi kenapa semuanya dilimpahkan padaku? Apa ini masuk akal?"
"Saya juga tidak tau alasan pasti, mengapa Direktur Han menulis surat wasiatnya seperti ini. Namun, saat itu beliau mengatakan pada saya, bahwa kedepannya anda bisa menyerahkan kedudukan itu pada orang yang anda percaya bisa mengelolanya. Saya rasa, beliau sangat mempercayai anda dan mendukung apapun keputusan yang akan anda pilih."
Yong Ri Sa menutup matanya dan menghela nafas panjang untuk mengatur detak jantungnya yang tak karuan. Dia masih sangat terkejut atas hal yang baru saja ia dengar.
Kang Jung Tae yang juga mendengar itu langsung merasakan panas di dadanya. Ia sangat kecewa dengan kenyataan bahwa neneknya lebih mempercayai cucu angkatnya dibanding cucu kandungnya. "Jadi,.. apa keputusanmu Yong Ri Sa? Apa kamu benar-benar akan mencuri hak-hakku di keluarga ini?" ucapnya sangat dingin.
Perlahan Yong Ri Sa kembali membuka matanya. "Baiklah. Aku akan menerima tanggung jawab ini. Aku akan mengelolanya sendiri."
Yong Ri An dan Kang Jung Tae langsung mengarahkan matanya ke Yong Ri Sa.
"Mwo? Jadi kamu benar-benar ingin merebutnya?" Kang Jung Tae cukup emosi.
"Ri Sa-ya,.. mengelolanya sendiri? Kondisimu masih belum memungkinkan." Tegur Yong Ri An.
"Oppa,.. geogjeonghajima (Jangan khawatir),.. aku bisa melakukannya. Halmeoni mempercayakannya padaku." Ucap Yong Ri Sa pada kakaknya. Kemudian perhatiannya beralih pada Kang Jung Tae, "Buatlah aku mempercayaimu, maka aku akan menyerahkannya padamu."
"Maksud kamu?" Kang Jung Tae menyipitkan matanya penuh selidik.
"Bukankah ini sangat menguntungkan buatmu? Aku akan membereskan masalah-masalah yang ditinggalkan oleh nenekmu. Dan nanti ketika aku sudah mempercayaimu, kamu akan mendapatkan hakmu di keluarga ini tanpa harus berhadapan dengan orang-orang itu. Jadi buatlah aku bisa percaya padamu, Kang Jung Tae." Tegasnya.
"Apa kamu akan menepatinya?" tanyanya lagi.
"Aku memang sudah terkenal licik, tapi aku bukanlah orang yang akan mengingkari janji." Tegasnya kembali.
"Benarkah?" lagi-lagi Kang Jung Tae masih belum bisa mempercayainya.
Yong Ri Sa kembali menegaskan, "Jika aku tipe orang yang suka ingkar janji, sudah pasti aku tidak disini, melainkan sudah kembali ke Indonesia sebelum waktunya. Terserah kamu mau percaya atau tidak, tapi itulah keputusanku."
###
Setelah pertemuan itu, Yong Ri Sa langsung menuju ke Golden Room dibantu oleh kakaknya. Ia berbaring di tempat tidurnya, sedangkan Yong Ri An duduk di bibir ranjang tempat tidur itu.
"Apa kamu yakin dengan keputusanmu? Tadi pagi kamu bilang akan beristirahat dulu dari urusan peninggalan Direktur Han, tapi barusan kamu bilang lagi, akan mengelolanya sendiri? Apa kamu benar-benar bersedia jadi pion di keluarga ini?"
"Ya, aku yakin. Sekolahku dan tanggung jawab yang dilimpahkan kepadaku harus berjalan beriringan. Sepertinya aku memang tak boleh mengacuhkan salah satunya."
Yong Ri An menghela nafas panjang. "Ri Sa-ya,.. sekarang kondisimu masih tak sebugar dulu. Terus,.. apa kamu yakin, setelah kamu yang bekerja keras kemudian Kang Jung Tae yang menikmatinya nanti? Kamu yang jatuh bangun, dia tinggal enaknya aja."
"Ini sudah keputusanku. Jadi percayalah padaku, Oppa,.."
Yong Ri An kembali harus mengatur nafasnya dan diiringi suguhan tatapan cemas, "Sekali lagi aku tanya, apa kamu yakin akan menyerahkannya pada Kang Jung Tae kelak?"
"Aku yakin. Tapi itu terjadi ketika jika aku sudah bisa mempercayainya. Dan saat itu juga aku merasa yakin, dia sudah siap mengelola aset-aset keluarganya." Yakinnya.
"Lalu setelah itu?"
"Aku akan pergi dari keluarga ini."
Yong Ri An langsung mengernyit. Bagaimana bisa adiknya berfikiran seperti itu? kenapa dia rela berkorban pada keluarga yang baru kurang dari dua tahun dikenalnya? Dan apalagi setelah berkorban seperti itu, dia akan menyerahkannya begitu saja, pada orang yang bahkan sempat jadi rivalnya dulu.
Melihat kegundahan tampak dari wajah kakaknya, akhirnya Yong Ri Sa berkata lagi, "Bukankah,.. perjanjiannya, kita hanya tidak boleh kembali ke Indonesia dalam sepuluh tahun? lalu setelah itu kita boleh kan, kembali kesana? Yah,.. aku tidak ingin menyia-nyiakan masa pelarianku. Aku harus memanfaatkannya sebaik mungkin. Salah satunya membantu keluarga ini, meski aku tau, aku hanyalah sebagai pion baja."
Yong Ri An hanya diam mengela nafas panjang.
"Setelah masa komaku yang ketiga ini, aku jadi sadar. Korea hanyalah tempat pelarian. Dan disaat tiba waktunya nanti, aku harus kembali ke tempat asalku." Lanjutnya kembali.
"Lalu,.. jika sampai masa pelarian kita berakhir, sedangkan Kang Jung Tae masih belum bisa kamu percaya, apa yang akan kamu lakukan selanjutnya?" tanyanya.
"Jika memang dia menginginkan hak-haknya kembali, bukankah seharusnya dia berusaha untuk bisa kupercaya? 6 atau 7 tahun,.. jika memang dia benar-benar bertekad, itu adalah waktu lebih dari cukup baginya untuk bisa mendapatkan kepercayaan dariku. Ya,.. setidaknya aku sudah memberikan kesempatan kan buat dia untuk menentukan masa depannya? Cukup membuatku mempercayainya, maka dia akan kembali mendapatkan hak-haknya yang menurutnya telah kurebut."
###
Yong Ri Sa duduk di ruang kerja yang dulunya digunakan oleh Han Seo Jin. Ruang kerja yang merupakan saksi bisu perjanjiannya dengan Han Seo Jin tentang pengangkatannya sebagai cucu keluarga Yong dan apa yang harus dilakukannya setelah diangkat di keluarga itu. Ia menautkan kedua tangannya diatas meja. Matanya berkeliling ke segala penjuru ruangan yang dikelilingi oleh rak-rak buku dan dokumen penting. Di sudut ruangan itu juga berdiri dengan gagah sebuah brankas warna merah berukuran 60x60cm dengan tinggi 1 meter. Ia berjalan perlahan mendekati brankas itu. Apa isi brankas ini? itulah yang terbersit diotaknya. Selain itu, bagaimana dia bisa membukanya, sedangkan dia tak tau password brankas itu. "Apa aku harus memanggil ahli brankas untuk membukanya? Ah,.. tidak tidak. Aku harus coba dulu. Orang serumit Direktur Han, pasti akan memilih kombinasi angka yang tidak akan diketahui dan disangka orang lain, sekaligus memiliki arti yang sangat berharga. Apa mungkin tanggal kematian suaminya?" gumamnya sambil memencet kombinasi enam angka yang merupakan tanggal kematian Yong Jae Suk. Namun ternyata itu gagal. "Tanggal kematian suaminya mungkin akan banyak orang yang tau. Emmm,.. apa mungkin tanggal kelahiran anak pertamanya?" jarinya kembali memencet kombinasi enam angka dan ternyata kembali gagal. "Mungkinkah tanggal lahir cucu satu-satunya?" mencoba lagi dan ternyata gagal. "Ahhh,.. meskipun itu tak banyak yang tau, tapi itu terlalu sederhana bagi seorang Direktur Han."
Yong Ri Sa kembali berfikir, mencoba mengingat-ngingat momen yang ia ketahui dan kemungkinan itu adalah momen yang berharga bagi nenek angkatnya. Tak lama kemudian ia tiba-tiba tersentak, "Mungkinkah,.." tangannya kembali memencet kombinasi angka dan ternyata berhasil. Melihat ia telah berhasil membuka brankas itu, senyumnya semakin lebar. "Jadi tanggal perjanjian itu sangat berarti untuknya." Ya. Kombinasi angka yang merupakan password brankas itu adalah tanggal perjanjian pengangkatannya sebagai cucu keluarga Yong sekaligus menanggalkan marga 'Lee' yang melekat pada namanya dan juga merupakan awal kehancuran persahabatannya bersama Heo Yoon Woo.
Setelah brankas itu terbuka, ia membongkar satu per satu berkas yang berada didalamnya dan menumpukkannya di lantai tepat disampingnya. Di dalam brankas itu ternyata sangat banyak dokumen yang berhubungan dengan yayasan Jinhyang dan Cessa Hotel. Hingga di map terakhir, ia tidak menemukan sesuatu yang aneh. "Orang serumit Direktur Han, tak mungkin hanya memiliki 1 brankas. Apalagi brankasnya ditempatkan di tempat sangat mencolok seperti ini. Apa mungkin brankas lain itu ada di ruangan ini juga?" ia menyebarkan pandangannya kembali ke segala penjuru ruangan. Sepintas tak ada yang aneh dengan dekorasi ruangan itu. Namun ketika ia lebih memfokuskan penglihatannya, ia melihat sesuatu benda kecil menempel di dinding sebelah kanan dari meja kerja ruangan itu. Perlahan ia mendekati benda kecil itu. Ketika sudah tepat didepan benda itu, ia langsung membuka penutupnya. Dan ternyata benda kecil itu seperti sebuah alat pembaca sidik jari. "Tak salah lagi. Ini pasti kunci pembuka brankas rahasia itu. Tapi,.. jika itu benar, sudah pasti hanya Direktur Han yang bisa membukanya." Yong Ri Sa merasa sedikit pesimis. "Kecuali,.. Direktur Han sudah memasukkan sidik jariku di sistemnya." Keoptimisannya kembali membuncah. Ia langsung menempelkan ibu jari kanannya di alat kecil itu dan langsung disambut dengan menggesernya sebuah lukisan naga disamping alat kecil itu.
Yong Ri Sa langsung mengernyit melihat sebuah brankas dilengkapi dengan tombol-tombol angka, tersembunyi dibalik lukisan naga tersebut "Password lagi?" dan sekali lagi dia harus memecahkan teka-teki password untuk membukanya. Ia mencoba memasukkan kombinasi angka yang sama dengan kombinasi angka di brankas sebelumnya. Namun, ternyata itu tidak berhasil. Kemudian dia mencoba memasukkan kombinasi-kombinasi angka yang sebelumnya gagal untuk membuka brankas yang lain. Dan ternyata berlaku juga dengan brankas itu. Kombinasi-kombinasi angka tersebut tidak ada satupun yang bisa digunakan untuk membuka brankas warna emas itu. Yong Ri Sa sudah mulai merasa frustasi meladeni kerumitan nenek angkatnya untuk menyembunyikan benda-benda berharga miliknya.
"Jika brankas yang itu passwordnya tanggal pernjanjianku dengannya, mungkinkah password brankas ini tanggal pertemuan pertamaku dengannya? Saat aku menolongnya dari gangster." Melirik lemas bekas luka yang ada di lengan kanannya yang merupakan bekas luka akibat ia menolong Han Seo Jin dari gerombolan gangster.
Ia mengarahkan jarinyauntuk menekan kombinasi angka yang tak lain adalah kombinasi tanggal pertemuanpertamanya dengan Han Seo Jin. Karena ia sudah tak terlalu berharap percobaanini akan berhasil, alhasil dia menekannya dengan sangat lemah. Berhasilkah dia?
>> Part 31
By the way,ending
Advertisement
I'm the King Of Technology
Chu Yi dies in a car crash and becomes Landon Barn, the illegitimate son of king Barn, ruler of Arcadina. Because his mother was a maid and the king’s greatest disgrace, his father had always despised him. The same could be said for his half-siblings.When he turned 15, his father had announced that the city of Baymard would be given to him, and would no longer be under the empire’s control. It was a well known fact that Baymard’s lands were barren, and poverty stricken… For god’s sake, this was banishment.His deadbeat father had indirectly banished him from the empire. Chu Yi woke up in a carriage, on his way to Baymard with a system«So what if my father hates me? So what if I’m banished?… I will turn my territory into a modern society»
8 3676The Mountains of Mourning
After his rebellion failed, Patrick and his team escaped to another world, thinking to be safe there, and live out what remained of their broken lives in whatever peace they might find. But the world he found wasn't the one he expected, and that remainder of his life threatened to become very short, unless he found a way to survive in this monster-ridden hostile environment. To make matters worse, more refugees started to come in, falling through portals, disturbing the balance. With them they brought tales of war and chaos, the horrors of those who were left behind, and the ravenous hunger for blood of the Tyrant they thought they left behind. Unable to leave the new settlers to their fate, Patrick and his team take on the roles that are pushed onto them, some with enthusiasm, some with reluctance, all striving to build a better world than the one they left behind. They should have realized that portals that open once, can be opened again, and that what they thought they left behind, might one day catch up.
8 84Tales of Taralensia - The Lost Son
In the world of Taralensia, the shining city of Avenholme floats above the sea. The bird-winged race of Aven live peacefully but the turmoil of one family threatens to tear Avenholme apart. Roy Engelbrecht has the wings of a Peacock, born into a family of Eagles. Unable to become a success in the Skyguard, too impatient to become a Scholar and banned from becoming a Bard he makes a stupid, brash decision. Become a hero, or die trying. Unskilled, untrained and unprepared, he sets out into the world he is not ready to face. Soar through the world of Taralensia, with unique races, fascinating characters, and a colorful (and often deadly) landscape. Discover what it means to be a family and that it truly is to be a hero.
8 146Overthrowing Fate
Xu Min realized that he was gifted with an exceptional talent for cultivation as he was training to become a family guard. His path was set before him but due to jealousy of man, misfortune befell him. Xu Min found that he could trust no one in a world where only the strong survived. Xu Min left many things behind to thread upon the world of vengeance. Entering an unknown world filled with danger lurking around every corner, where new enemies were created and few friends were made, Xu Min moved forward with unfaltering determination. Xu Min would never forget the fateful day that forever tore down his dreamlike world, a day where he lost the most important person to him. Spurred on by vengeance he sat out on a journey to become the strongest of them all.
8 210Rise To The Absolute Zenith
After appearing in a new world under circumstances that shocked him, Blade understands that he was in for a challenging life. Still, Blade would never expect the pain and suffering he'll have no choice but to undergo. Hate, pain, and suffering would be his best friend in his journey to the Zenith, his journey to becoming what he truly desires...to become eternal and immortal, Blade will swim through an endless ocean of dead bodies and blood.
8 157Love You Lots! Vento Aureo x reader
Y/N L/N, a bright, energetic, and charismatic 17 year old who's adored by her peers as a beacon of happiness and excitement. Everything seemed to be going great for our young heroine, or...so it seemed....What would happen if she was suddenly plunged into a world of violence and crime?vento aureo x reader
8 137