《Soul In Seoul》#Part 23 {Cichlids (2)}

Advertisement

"Hya,..! Bagaimana dengan kejutannya? Kamu suka?" ucap Hwang Hae Ra dengan senyum bahagia.

Mendengar itu, Yong Ri Sa langsung menghentikan langkahnya dan membalik badannya begitu pula dengan Hwang Hae Ra, ia juga membalik badannya dengan terus tersenyum puas. Ekspresi Yong Ri Sa terlihat sangat menakutkan saat itu. Matanya masih menahan ribuan kemarahan yang ingin ditumpahkan pada orang yang dihadapannya itu. Tangannya mengepal dan ia pun menggigit sedikit bibir bawahnya untuk mengendalikan emosinya.

"Apakah ini yang kamu maksud saat-saat kamu bisa mengalahkanku?" tanya Yong Ri Sa dingin.

Hwang Hae Ra tertawa, "Terus apa lagi? Jika bukan itu? Aku sudah mengira jurus-jurus karatemu masih mendarah daging dalam dirimu. Bagaimana aku bisa menaklukkanmu tanpa memberikan kejutan ini?"

"Jadi itu artinya sebenarnya kamu takut menghadapiku?" sindir Yong Ri Sa.

"Kenapa aku harus takut, jika aku punya senjata yang bisa membunuhmu." Masih tertawa menang.

Yong Ri Sa diam sejenak dengan menatap tajam mata Hwang Hae Ra, dan tiba-tiba ekspresinya berubah. Ia menyuguhkan sebuah senyuman, "Terima kasih telah membantuku, Hwang Hae Ra. Berkat kejutanmu tadi, sekarang aku sudah jauh lebih lega. Rasanya beban terberatku telah terangkat. Sekarang aku sudah tidak perlu lagi susah payah menyembunyikan rahasia. Bagaimana caranya aku bisa membalas kebaikanmu itu? apakah aku perlu membuatnya seperti yang kamu lakukan padaku tadi? Membantumu mengangkat beban dalam dirimu."

Wajah Hwang Hae Ra langsung datar. "Apa maksudmu?" ekspresinya berubah tegang.

"Bukankah alasan kita meninggalkan tanah yang telah membesarkan kita, kurang lebih sama. Kita sama-sama diharuskan bersembunyi. Aku tidak boleh memunculkan diri di Indonesia sedangkan kamu harus lari dari Malaysia. Tapi satu hal inti yang membedakannya. Aku diharuskan sembunyi karena aku adalah saksi dan korban. Sedangkan kamu, adalah si tersangka. Melihat dari status itu, jika orang-orang tau tentang kita, siapa yang akan dapat kerugian yang lebih besar?"

Tangan Hwang Hae Ra langsung gemetar. Ia langsung menggenggam kedua tangannya untuk meredam gemetar itu, "Hya! Jangan asal bicara. Kenapa aku harus sembunyi? Dan kenapa aku bisa jadi tersangka? Memangnya apa yang telah kulakukan?" sedikit meninggikan suaranya.

"Kamu yakin aku harus mengatakannya disini? Saat ini tidak jauh di belakangmu telah berdiri seorang siswi SMA Meongso dan di sebelah sana," menoleh ke arah Kang Jung Tae yang berdiri tak jauh di sebelah kirinya. "Ada salah satu siswa SMA Dongjo. Terlebih lagi dia satu kelas denganmu. Apa aku benar-benar harus mengatakan kasus yang menjeratmu?"

Hwang Hae Ra langsung menggeratakkan giginya, "Apa yang kamu tau?" volume suaranya sangat kecil tapi penuh dengan penekanan, tangannya beralih meremas dogi yang masih ia kenakan saat itu.

Yong Ri Sa mendekatkan wajahnya dan membisikkan, "Bukankah kamu pernah mencoba membunuh teman karatemu gara-gara kamu ketahuan doping? Dan sampai sekarang korbanmu masih tergeletak koma selama hampir genap satu tahun."

Setelah membisikkan itu dia langsung menjauhkan kembali wajahnya. "Bagaimana? Apa aku perlu membantumu meringankan bebanmu dengan cara yang sama? Jika kamu memintanya, akan kusiapkan layar yang paling besar khusus untukmu." Ucap Yong Ri Sa yang langsung membuat dada Hwang Hae Ra terasa sesak.

"S--sejak kapan kamu mengetahui ini?" tanpa sadar kakinya telah mundur selangkah dengan gemetar yang sangat terlihat.

"Sejak kamu meminta kakakku untuk mengijinkanku menjadi lawanmu aku telah memegang buktinya. Dan aku semakin yakin ketika melihatmu lebih mudah gemetar seperti ini. Sepertinya efek sampingnya masih kamu rasakan hingga sekarang." Jawabnya lebih santai.

"J--jadi selama ini,.. jadi saat aku memintamu,.." berusaha mengatur nafasnya.

"Ya. Aku sudah mengetahuinya dan membiarkan kamu menyerangku meski aku sebenarnya bisa saja langsung berbalik menyerangmu saat itu dengan senjata yang lebih banyak. Kamu tau, cerita ikan Cichlids dan burung pemakan bangkai?"

Hwang Hae Ra hanya diam dengan bibir gemetar dan menatap lekat wajah Yong Ri Sa.

Advertisement

"Itu analogi yang pas untuk kita saat ini. Burung pemakan bangkai datang mendekat ke ikan Cichlids yang terlihat sudah mati untuk menyantapnya. Padahal ikan Cichlids hanya mengundang si burung yang sudah terkecoh. Awalnya si burung sudah sangat senang dan puas dapat santapan yang lezat, tapi tak disangkanya justru dialah yang akhirnya mati jadi santapan si ikan." Jelasnya. "Sekarang yang harus kamu ingat, jika kamu tidak ingin nasibmu benar-benar seperti si ikan pemakan bangkai itu, jangan pernah mengangguku dan kakakku lagi. Jika tidak, jangan harap rahasiamu akan tetap jadi rahasia." Ancamnya.

Yong Ri Sa membalikkan badannya dan langsung melenggang pergi dengan wajah menahan segala emosi yang membuncah dari hatinya.

Sementara itu Hwang Hae Ra yang masih berusaha menghentikan gemetar yang terjadi pada tubuhnya, berbalik dan melangkahkan kakinya dengan terseok-seok. Ia menggenggam erat tangannya, Langkah kakinya sangat berat, fikirannya pun kosong. Hingga ia tak sadar telah melewati Yoon Yeom Mi yang sedari tadi berdiri tak jauh dari pintu toilet wanita. Yoon Yeom Mi memandang Hwang Hae Ra heran.

Didepan kaca toilet, Hwang Hae Ra mencuci kasar wajahnya. Ia memandang ekspresi ketakutan yang terlihat di kaca. Tangannya tiba-tiba merogoh tas yang sedari tadi menggantung di pundak kirinya. Ia mengambil ponselnya dan mengotak-atik ponsel tersebut. Gemetar tangannya masih terlihat jelas ketika ia menempelkan ponsel itu di telinganya.

"Oppa,.. apa oppa yakin telah membuang semua hal yang berhubungan dengan kasusku di Malaysia?" tanyanya pada orang di seberang sana.

"...."

"Jika memang semuanya sudah dihapus, bagaimana bisa Yong Ri Sa,.. ah tidak. Bagaimana bisa Reyka mengetahuinya dan memiliki bukti yang berhubungan dengan kasus itu? Oppa,.. apa oppa yakin telah membuangnya?" ketakutan.

"Jadi kamu meragukan kakakmu ini? kamu fikir gara-gara siapa aku kehilangan lencana jaksaku? Aku kehilangan impianku sebagai jaksa hanya untuk menutupi kebodohanmu itu. Apakah kamu masih meragukannya? Ha??!!" suara kemarahan dari lelaki yang di panggil Oppa oleh Hwang Hae Ra itu jelas terdengar. Ya orang yang sedang berkomunikasi dengannya saat itu adalah kakak pertamanya yang sempat menjadi jaksa di Malaysia, namun akhirnya harus rela kehilangan gelar jaksanya setelah menutup kasus yang membelit adiknya dan menghapus segala bukti yang mengarah ke Hwang Hae Ra.

Setelah panggilan itu berakhir, gemetar tangan Hwang Hae Ra semakin jelas terlihat. Ia menggigiti kuku ibu jarinya dengan wajah ketakutan. "Apa Reyka dan Romi itu benar-benar semenakutkan ini? bagaimana bisa mereka menemukan bukti yang jelas-jelas telah dihilangkan dari bumi ini. Bagaimana bisa??" tanya hatinya.

Di tempat lain, Yong Ri An tampak kebingungan mencari adiknya yang tiba-tiba menghilang setelah penampilan karatenya. Ia menelusuri setiap lorong. Baik itu lorong SMA Meongso maupun SMA Dongjo. Ia berlari-lari kecil sambil terus memfokuskan pandangannya ke setiap penjuru wilayah yayasan Jinhyang. Dan sesekali mengotak-atik ponselnya berharap ada balasan pesan dari adiknya ataupun ada panggilannya yang diangkat. Berulang kali ia mencoba, namun tetap saja tak sekalipun diangkat.

Drt drt,.. drrt drrt,.. drrrt,.. getar ponsel Yong Ri Sa yang ia letakkan di lantai tak jauh darinya dan tak sekalipun ia lihat. Ada puluhan panggilan dan pesan yang masuk ke ponsel itu, tak sedetikpun ia menghiraukannya. Saat itu ia duduk bersandar di sebuah drum besar, menselonjorkan kakinya di lantai, melipat tangan dan memejamkan matanya. Ia mencoba menenangkan dirinya dengan merasakan hembusan angin di atap SMA Meongso yang menerpanya. Sesekali airmatanya jatuh tanpa ia sadari di saat matanya masih terpejam. Berulang kali ia menarik dan menghela nafas cukup berat. Memang, di depan banyak orang ia terlihat sangat kuat dan kokoh, namun ketika sendirian ia lebih sering meneteskan airmatanya yang berharga itu.

Perlahan ia membuka matanya dan tiba-tiba ia dikejutkan oleh sosok Kang Jung Tae yang sudah duduk berhadapan dengannya. Ia saat itu bersandar di pagar sambil terus menatap Yong Ri Sa.

Advertisement

"Sejak kapan kamu disitu?" tanya Yong Ri Sa.

"Yahh,.. sekitar 15 menit. Neo,.. Gwaenchanh-a? (kamu,.. tidak apa-apa?)"

Tersenyum tipis, "Bohong banget jika aku bilang aku tak apa-apa. Meskipun sebelumnya aku sudah mengira dia akan melakukannya, tetap saja dadaku terasa sesak dan panas." Menghembuskan nafas berat. "Pasti kalian semua terkejut dan tak dapat percaya saat mendengar pengakuanku tadi." Lanjutnya.

"Ada pengecualian. Aku sama sekali tidak terkejut mendengar pengakuanmu tadi. Lebih tepatnya aku heran dengan keberanianmu yang tak pernah surut itu. Lagipula, kenapa aku harus terkejut jika sebelumnya aku sudah tau."

Yong Ri Sa mengangkat alisnya, "Kamu sudah tau? Se--sejak kapan?"

"Dulu, bukankah aku sempat salah mengira tentang hubungan kalian? Aku mengira dia bukan kakak kandungmu karena wajahnya yang sama persis dengan orang bernama Romi. Dan setelah itu aku berhenti mencari tahu karena kupikir saat itu aku sudah kalah telak dan tak ada gunanya menyelidiki lebih dalam. Tapi beberapa bulan yang lalu aku tak sengaja mendengar obrolan kalian saat di Silver Room yang sempat menyinggung nama Romi, Reyka dan Hwang Hae Ra. Dan terutama saat itu aku juga mendengar kamu merencanakan sebuah pengkhianatan. Suara kalian cukup jelas terdengar dari kamarku karena saat itu jendela kamarku dan kamarnya terbuka. Dari situ aku mulai menggali info lagi dan menemukan rahasia kalian, masa lalu kalian dan tragedi mengenaskan yang kamu alami." Jelasnya panjang lebar. "Kamu tau bagaimana reaksi nenekku ketika aku memberitahunya rahasia identitas kalian dan rencana pengkhianatan yang kamu susun?"

Yong Ri Sa hanya diam menunggu penjelasan Kang Jung Tae selanjutnya.

"Jawabannya sangat mengejutkan. Dari awal dia sudah tau tentang kalian dan tetap menerima masa lalu kalian. Dan untuk pengkhianatan, aku sungguh sangat iri padamu. Dia lebih mempercayaimu dibanding cucunya sendiri. Dan bahkan dia melarangku mengganggu rencana yang telah kalian susun. Aku sungguh kecewa mendengar kata-kata itu. Bagaimana bisa dia lebih memihak padamu daripada cucunya sendiri? Terlebih lagi ketika dia mengetahui kamu berencana mengkhianatinya, itu seperti tidak ada perubahan."

"Bukan tidak ada perubahan. Dari awal Direktur Han sudah mengantisipasi kemungkinan kami akan mengkhianatinya. Tapi yang perlu kamu tau, mungkin aku tidak akan berkhianat jika jalan fikirannya sama denganku. Hanya saja, Direktur Han sampai sekarang tak pernah berubah. Masih selalu bermain-main dengan nyawa orang untuk mencapai keinginannya. Ancaman yang keluar dari mulutnya selalu berhubungan dengan nyawa. Itulah kenapa aku sempat memiliki fikiran untuk berkhianat. Tapi mungkin itu akan sangat sulit. Karena aku terikat kontrak dengannya. Jika aku ketahuan berulah, maka nyawa kakakku sebagai taruhannya." Kembali menghela nafas berat.

"Kontrak?? Apa maksudmu?" Kang Jung Tae cukup bingung karena baru mendengar adanya kontrak antara dia dan neneknya.

"Kamu fikir kenapa aku bisa jadi sepupumu? Apa kamu fikir aku menginginkannya?" Yong Ri Sa menggelengkan kepalanya. "Tawaran pertama untuk jadi penerusnya diberikan padaku, tapi aku menolak saat itu. Karena aku tau orang yang akan menjadi lawanku adalah keluarga dari sahabatku. Setelah itu, mereka datang memberi tawaran pada kakakku. Ahh,.. Lebih tepatnya memberi ancaman akan membunuhku jika dia menolak. Orang-orang itu memanfaatkan kedekatan kami untuk menekan."

"Tunggu! Jadi sebenarnya awalnya kamu menolak dan yang menerima untuk jadi penerusnya nenekku itu adalah Ri An? Tapi kenapa selama ini kamu yang dilibatkan di manajemen Cessa Hotel di usiamu yang bisa dibilang masih..."

"Karena aku mengambil alih kontrak itu. Dari awal yang mereka incar adalah otakku. Mereka sangat percaya dengan sebuah ramalan. Mereka percaya aku adalah orang yang dimaksud dalam ramalan itu. Maka dari itu, ketika aku memberitahukan tentang identitas lama kami, Direktur Han masih tetap tidak membatalkan kontrak itu. Dan kemungkinan besar, saat ini Direktur Han marah besar padaku. Karena tadi aku sempat menyinggungnya saat di panggung."

Kang Jung Tae menghela nafas panjang, "Hahhhh,... Jujur, aku masih nggak ngerti kenapa kamu tetap mengikuti permainan Hwang Hae Ra meskipun kamu sudah mengira dia memiliki rencana untuk menjatuhkanmu seperti ini. Setelah ini mungkin tidak hanya di yayasan, tapi juga di Cessa Hotel pasti ada kegaduhan membahas tentang masa lalumu."

"Ya. Itu sudah pasti. Kubu Heo Joon Wang pasti akan memanfaatkan ini untuk menyingkirkanku dari Cessa Hotel. Tapi jangan khawatir, aku sudah mempersiapkan sesuatu yang menarik untuk mengantisipasinya. Selama ini mereka memang kesulitan untuk mencari celah dalam diriku. Apa salahnya memberikan nafas sejenak sebelum tak sedetikpun kuberikan udara segar untuk mereka. Itu berlaku juga pada Hwang Hae Ra. Kemungkinan besar sekarang dia sudah sangat ketakutan karena saat ini tanganku sudah memegang pistol di keningnya dan tinggal melepas sebuah tembakan untuknya jika dia berulah."

"Ahhh,.. yang benar saja. Pola pikirmu sudah seperti 20 tahun lebih tua dari usiamu. Apa Yong Ri An tau tentang ini?" mengacak-acak rambutnya sendiri. Kang Jung Tae terlihat frustasi menghadapi pola pikir sepupu angkatnya itu.

Yong Ri Sa mengangguk-angguk tanda mengiyakan pertanyaan itu. "Kamu tau sendiri kan, aku sering berdiskusi dengannya. Sudah pasti kakakku tau. Dia juga yang memberikan pilihan padaku untuk mengeluarkan senjata sekarang atau nanti. Dan dia pun memberikan peringatan di setiap pilihan itu. Kemudian akhirnya aku memilih analogi ikan Cichlids dan ikan pemakan bangkai."

"Jadi maksud kamu, kamu memilih mati untuk hidup lebih lama? Seperti itu?"

"Ya. Aku bawa mereka ke puncak tertinggi dan kemudian kujatuhkan mereka dari puncak itu. Bukankah itu cukup membuat mereka tamat?" senyum licik.

"Setelah kufikirkan ulang, kalian sebenarnya sungguh sangat lucu. Bagaimana bisa kalian sembunyi ketika kalian sebagai saksi dan korban. Bukankah yang seharusnya lari dan sembunyi itu adalah si tersangka? Apa kalian benar-benar saksi dan korban?" selidiknya.

Menghela nafas panjang, "Banyak hal yang bisa dijadikan alasan. Saat itu kami benar-benar sudah tak berdaya untuk melawan. Dan akhirnya kami lah yang harus sembunyi."

"Apa itu masuk akal? Melihat keberanianmu yang tak pernah surut ini, rasanya sulit untuk percaya kamu tak sanggup melawan si tersangka." Menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Faktanya,.. dulu aku sama sekali tidak seperti ini. Mungkin benar pepatah bilang, orang akan berubah 180 derajat ketika sudah jatuh ke dasar jurang. Saat itulah orang itu akan sadar bagaimana kerasnya hidup yang harus dihadapi. Dan itulah yang terjadi padaku. Mau kamu percaya atau tidak, itu terserah kamu."

Kang Jung Tae langsung terdiam mendengarnya.

"Sampai sekarang orang-orang di negaramu, masih terus menanti kabar 2 remaja jenius yang tiba-tiba menghilang. Bagaimana jika mereka tau keberadaanmu disini? Apa itu sudah tidak masalah?" tanya Kang Jung Tae.

"Setelah pengakuanku tadi, bukan tidak mungkin mereka akan tau keberadaanku sekarang. Rasanya aku sudah tidak peduli akan itu."

"Kamu serius? Terus,.. bagaimana dengan orang yang mengharuskanmu bersembunyi? Apa orang itu tidak akan membuat masalah padamu?" ekspresinya tambah tegang.

"Kita lihat saja nanti apa yang akan terjadi selanjutnya. Sekarang aku harus mengistirahatkan otakku dulu." Perlahan memejamkan matanya kembali dan menikmati setiap hembusan angin kencang yang menerpanya.

Kang Jung Tae terus menatap mata orang yang telah berhasil membuat dia luluh sekaligus merubah sifat bengis dan menyebalkan itu. Tak lama kemudian ia berpindah posisi ke samping Yong Ri Sa dan tangannya mengarahkan kepala Yong Ri Sa ke bahunya. "Bersandarlah padaku seperti ini. Tak akan kubiarkan kamu menangis lagi." Lirihnya dan tak ada sedikitpun respon dari Yong Ri Sa.

Dari atap SMA Dongjo terlihat ada sepasang mata yang memperhatikan mereka berdua. Sepasang mata itu menatap nanar pada sosok Yong Ri Sa yang saat ini sudah memejamkan mata dan kepalanya tersandar di bahu Kang Jung Tae. Tangannya baru saja menurunkan ponselnya dari telinganya seperti baru selesai berkomunikasi lewat ponselnya. "Jangan khawatir Ri Sa-ya,.. aku sudah berhasil mencegah masalah ini bisa semakin berat untukmu. Hanya ini yang bisa kakak lakukan untukmu saat ini." ungkap batinnya. Ya, pemilik sepasang mata itu adalah Yong Ri An. Ia baru saja menangani masalah yang bisa saja timbul di Indonesia jika ada orang Indonesia mengetahui Reyka masih hidup. Jika orang-orang itu tau remaja jenius itu masih hidup, pasti mereka akan mendesak Reyka untuk menuntut pelaku penyiraman air keras ke wajahnya dan sekaligus mencoba membunuhnya dengan mendorongnya ke sungai yang saat itu memiliki aliran yang sangat deras. Reyka adalah remaja yang memiliki cukup banyak pengaruh di berbagai bidang dan sangat dihormati serta disegani, sehingga bukan tidak mungkin orang-orang yang menyeganinya, akan terus berusaha membuat tuntutan atas kasus yang menimpanya itu tidak benar-benar dihentikan begitu saja. Sudah pasti mereka juga merasakan ketidakadilan yang dirasakan oleh adik kandungnya itu. Sekali lagi ia harus mengingat janji yang tak memperbolehkan mereka berdua muncul di Indonesia. Janji yang bisa melindungi dua adiknya yang merupakan korban dan pelaku dalam kasus itu. Adik yang besar bersamanya selama 14 tahun dan adik yang baru diketahuinya beberapa tahun yang lalu. Ia tahu betul jangka waktu 10 tahun adalah batas jangka waktu penuntutan sebuah kasus. Maka dari itu mereka terikat janji untuktidak muncul di Indonesia selama 10 tahun, sedangkan ini masih berjalan ditahun ketiga. Sehingga masih tersisa 7 tahun lebih masa persembunyian mereka.

Masih di hari yang sama, Han Seo Jin telah duduk di kursi tamu ruang Direktur Yayasan Jinhyang bersama dua pria paruh baya yang tak lain adalah pemegang saham Cessa Hotel yang berpihak pada Han Seo Jin yang merupakan oposisi dari kebijakan manajemen Cessa Hotel saat ini. Ekspresi kemarahan masih tampak pada wajah Han Seo Jin. Tangannya terus mengepal di atas meja kecil di samping kursi yang ia duduki setelah sebelumnya mendengar keluhan dari dua orang yang ada di hadapannya.

"Bagaimana bisa kalian lebih memilih menyelamatkan diri kalian sendiri? Apa kalian lupa apa yang sudah aku berikan pada kalian selama ini?!" suara lantang penuh kemarahan itu langsung menggema.

"Dari awal kami kurang begitu setuju dengan keputusan anda untuk menjadikan anak itu pewaris anda dan yang akan meneruskan rencana kita. Asal usul anak itu tidak jelas. Terlebih lagi sekarang baru ketahuan ternyata anak itu memiliki identitas ganda dan sedang kabur dari negara asalnya. Bukankah itu malah akan membahayakan posisi kita dan terutama posisi anda." Sanggah salah satu pria itu.

    people are reading<Soul In Seoul>
      Close message
      Advertisement
      You may like
      You can access <East Tale> through any of the following apps you have installed
      5800Coins for Signup,580 Coins daily.
      Update the hottest novels in time! Subscribe to push to read! Accurate recommendation from massive library!
      2 Then Click【Add To Home Screen】
      1Click