《Soul In Seoul》Seoul in Seoul #Part 10

Advertisement

"Kenapa aku harus menyembunyikannya?? Karena aku sudah berjanji pada Ri An Oppa untuk tidak menggunakan kemampuanku ini. Dan ternyata kemarin aku telah melanggarnya. Itulah singkatnya. Apakah ada lagi pertanyaan?" tantang Lee Ri Sa.

"Kenapa kamu berjanji untuk tidak menggunakannya? Apa alasannya? Bukankah dengan kemampuanmu ini, kamu bisa menolong banyak orang?" tanya Choi Moo Gak yang tiba-tiba muncul di pintu belakang.

"Sunbae,..?" Lee Ri Sa sangat terkejut.

"Jawab saja pertanyaanku. Apa alasan kamu berjanji tidak menggunakan kemampuan beladirimu itu?"

"Apakah kalian sebegitu penasaran tentang alasannya?" tanya Lee Ri Sa.

Semua tidak ada yang bersuara namun ada beberapa yang hanya menganggukkan kepala.

"Sebenarnya,.. aku adalah atlit karate saat di Indonesia. Dulu cukup banyak medali yang menggantung di dinding kamarku karena karate. Kehidupan seseorang yang bisa karate pastinya di kelilingi banyak bahaya yang siap mengancam nyawa. Dan kenyataannya aku pernah dua kali koma. Meskipun dengan alasan yang bukan karena karate, tetap saja Ri An Oppa melarangku untuk menggunakan kemampuanku ini ketika meninggalkan Indonesia, karena dia sangat mengkhawatirkanku dan tidak ingin aku mengalami koma lagi atau bahkan mengancam nyawaku. Di dunia ini keluargaku hanya tersisa Ri An Oppa, sehingga mau nggak mau aku harus menerima permintaan darinya." Jelasnya yang diakhiri memalingkan kepala ke jendela karena saat itu airmatanya jatuh tanpa aba-aba. Tidak ingin teman-temannya melihat ia menangis, ia langsung menghapus airmatanya dan berkata lagi, "Sekarang aku minta, jangan ada yang menyinggung tentang masalah ini ketika Ri An Oppa bangun dari koma nanti. Aku nggak ingin dia khawatir. Bisa kan?" kembali airmatanya jatuh yang langsung membuat Yeom Mi memeluknya untuk menenangkan Ri Sa.

"Mian-hae Ri Sa,.. bukan maksud kami untuk membuatmu mengingat kenangan buruk yang pernah kamu alami. Mian-hae." Ucap Yeom Mi namun sesekali melirik Choi Moo Gak yang berdiri disamping Lee Ri Sa.

Lee Ri Sa melepas pelukan Yeom Mi dan menghapus airmatanya. "Gwaenchanh-a Yeom Mi-ya,.. memang sudah waktunya kalian mengetahui ini." melunak.

Choi Moo Gak menghampiri Lee Ri Sa dan berucap, "Mian-hae Ri Sa-ya,.. bukan maksudku,.."

Ucapannya terpotong oleh kata-kata Lee Ri Sa, "Gwaenchanh-ayo sunbae,.." tersenyum.

Tiba-tiba Oh Jung Hee dengan beberapa buku di tangannya masuk ke kelas 1-2 yang langsung membuat siswa-siswi kelas 1-2 berhambur ke tempat duduk masing-masing dan Choi Moo Gak juga langsung keluar dari ruangan itu. Setelah itu pelajaran sastra pun dimulai.

Saat di tengah pelajaran sastra, ponsel Lee Ri Sa tiba-tiba bergetar tanda ada yang menelepon. Tanpa ragu, ia langsung keluar dari kelas untuk menerima telepon itu. Tak lama kemudian Lee Ri Sa kembali masuk ke kelas dan memasukkan barang-barangnya ke tas.

"Lee Ri Sa,.. kamu mau kemana? Ini pelajarannya belum selesai." Tanya Oh Jung Hee yang berada di depan papan tulis.

"Joesong-hamnida Seonsaengnim,.. saya harus segera ke rumah sakit." Jelasnya.

Advertisement

"Apa terjadi sesuatu pada Lee Ri An?" tanya Yeom Mi.

"Ri An Oppa telah bangun dari koma. Baru saja saya dihubungi oleh pihak rumah sakit. Dia bilang, Ri An Oppa terus mencari saya. Jadi saya harus segera kesana."

Mendengar penjelasan Lee Ri Sa, semua orang yang ada di kelas itu langsung senyum bahagia.

"Hati-hati Lee Ri Sa,.." ucap Oh Jung Hee.

"Gamsahamnida Seonsaengnim." Lee Ri Sa langsung keluar dari kelas dan lari menuju rumah sakit.

Ketika baru sampai di ruang perawatan Lee Ri An, Lee Ri Sa langsung memeluknya dan berkata dalam bahasa Indonesia, "Kak,.. tau nggak sih hampir dua minggu ini aku sangat ketakutan? Aku takut akan kehilangan kakak. Aku takut bakalan sendirian menghadapi semua ini. aku takut kak,.."

Lee Ri An melepas pelukan Lee Ri Sa, "Kenapa kamu pakai bahasa Indonesia? Kalau kamu ingin melupakan kenangan buruk di Indonesia, maka kamu juga harus membiasakan untuk tidak menggunakan bahasa Indonesia saat didepanku. Okey?"

"Tapi itu kakak juga menggunakan bahasa Indonesia." Tertawa kecil.

"Sudah-sudah,.. yang penting kan sekarang aku sudah nggak apa-apa." Berusaha tersenyum.

Melihat Lee Ri An tersenyum, Lee Ri Sa pun ikut tersenyum.

Beberapa hari setelah sadar dari komanya, Lee Ri An sudah mulai terlihat lebih baik dari sebelumnya. Ia sudah mulai lahap menyantap makanan yang disuguhkan kepadanya. Senyum dan tawa pun semakin sering ia suguhkan pada adik kesayangannya itu.

###

Hari itu angin berhembus sangat kencang hingga mampu membuat rambut panjang Ri Sa menari dengan bebasnya saat ia berjalan di sebuah jalan sempit tepat tak jauh dari rumahnya. Seperti biasa ia berjalan dengan sangat santai menuju rumah sakit untuk menemani Ri An yang masih dirawat di tempat itu. Dan di tengah perjalanan itu ia melihat ada sekawanan gangster tengah mengeroyok seorang pemuda. Namun ia tidak dapat melihat wajah ataupun perawakan persis dari pemuda itu. Awalnya ia ragu untuk menggunakan karatenya, namun melihat semakin brutalnya kawanan gangster itu membuat hati nurani Lee Ri Sa pun tak bisa diredam lagi. Tanpa ragu ia langsung mengikat rambutnya agar tak mengganggu pandangannya dan langsung berlari diikuti menendang salah satu gangster itu dari belakang yang langsung membuat orang itu mengalihkan pandangannya ke Ri Sa.

"Jug-eullae?" ucap orang yang ditendang Ri Sa, sambil ingin melayangkan tinju ke arah Ri Sa.

Dengan sigap Ri Sa langsung menghindar dan menangkap kepalan tangan orang itu dan langsung memutar tangannya ke belakang hingga orang itu terkunci gerakannya.

"Harusnya aku yang mengatakan itu, jug-eullae?" ucap Ri Sa dengan nada kasar diikuti melepas tangan orang itu dan langsung menendangnya ke arah kawanan gangster.

"Mending kamu pergi dari sini atau nasibmu akan sama seperti orang ini." gertak ketua gangster itu.

Ri Sa tak bergeming dari tempat berdirinya. Seperti tak ada rasa takut di wajahnya.

Advertisement

Merasa dipandang rendah oleh seorang remaja perempuan, akhirnya tanpa pikir panjang gengster itu melayangkan pukulan demi pukulan ke arah Ri Sa tanpa berfikir siapa yang mereka lawan. Dan seperti biasa kemampuan beladiri Ri Sa tak dapat diremehkan. Pukulan demi pukulan yang dilayangkan kepadanya berhasil ia mentahkan dengan mudah. Tak berselang lama, gangster-gangster itu akhirnya mengakhiri duel dengan wajah dan badan babak belur terkena pukulan-pukulan dari tangan mungil Lee Ri Sa.

Saat kawanan gengster itu pergi, Ri Sa langsung menghampiri pemuda yang sebelumnya jadi sasaran kawanan itu.

"Gwaenchanh-ayo?" tanya Ri Sa yang belum melihat wajah pemuda itu.

Dan ketika pemuda itu mengarahkan wajahnya ke Ri Sa barulah ia sangat terkejut. Pemuda itu adalah Kang Jung Tae, orang yang telah membuat kakaknya sempat koma.

"Neo??!! Aissshhh,.. gwaenchanh-ayo?" tanyanya langsung berubah sebal.

"Untuk apa kamu bantu aku?" ucap Jung Tae tak kalah kasar.

"Kalau saja aku tau itu kamu, aku pasti sudah membiarkanmu lebih lama lagi dihajar gangster-gangster itu." Makin kesal setelah mendengar ucapan yang baru muncul dari mulut Kang Jung Tae.

"Mending kamu pergi aja sana. Sebelum teman-temanku datang menghajarmu."

"Apa kamu lupa, kalian kan udah pernah merasakan tinjuku. Dan kalian sekalipun tidak pernah menang.

Mending sekarang kita ke rumah sakit. Kamu bisa berdiri kan?"

"Nggak usah repot-repot membawaku ke rumah sakit. Aku nggak butuh belas kasihanmu."

"Arasseo. Aku nggak akan memaksamu ke rumah sakit. Lagian kamu sendiri yang merasakan sakitnya." Membalikkan badannya.

Tiba-tiba terdengar suara rintihan, "Awww,.."

Sontak itu membuat Ri Sa kembali berbalik ke arah Kang Jung Tae.

"Bergerak aja merintih. Kayak gitu nggak mau ke rumah sakit? Dasar. Ya udah yuk kubantu ke rumah sakit." Sambil membantu Kang Jung Tae berdiri.

"Berhenti membantuku! aku nggak mau ke rumah sakit."

"Ngomel-ngomelnya nanti aja. Lagian aku nggak akan ngerjakan sesuatu cuma setengah-setengah."

###

Keesokan harinya Lee Ri An sudah diijinkan untuk meninggalkan rumah sakit. Karena memang keadaannya sudah memperlihatkan peningkatan yang cukup signifikan. Saat itu di ruang perawatannya, ia tidak hanya bersama Lee Ri Sa. Heo Yoon Woo juga menemaninya. Ia hampir setiap hari selalu mengunjungi Lee Ri An. Dia masih merasa bersalah pada Lee Ri An atas kejadian yang harusnya ia yang terbaring di tempat itu, dan bukan Lee Ri An.

"Eonni,.. aku urus administrasinya bentar ya,.. nggak apa-apa kan aku pergi dulu?" tanya Lee Ri Sa pada Heo Yoon Woo yang sedang memasukkan baju-baju dan barang-barang Lee Ri An ke tas.

Heo Yoon Woo hanya mengangguk dan tersenyum. Melihatnya, Lee Ri Sa langsung keluar dari ruangan itu meninggalkan Lee Ri An berdua dengan Heo Yoon Woo.

"Gumawo,.. (terima kasih)" ucap Lee Ri An memecahkan kesunyian di ruangan itu. Saat itu ia masih duduk di tempat tidur pasien karena memang masih belum bisa bergerak bebas. Pergelangan kaki kanannya dan tangan kirinya masih dibalut gips dan perban.

"Kenapa kamu yang bilang terima kasih? Ini semua gara-gara aku. Kalau saja nggak ada kamu saat itu, besar kemungkinan yang terbaring di ranjang itu adalah aku. Jadi yang harusnya mengucapkan terima kasih dan maaf, adalah aku." Sambil meraih kemeja warna abu-abu bergaris-garis hitam yang ada di meja sampingnya. "Sekarang, kamu harus ganti baju." Lanjutnya dengan meletakkan kemeja itu disamping Lee Ri An.

Lee Ri An hanya diam terpaku memandang wajah Heo Yoon Woo hingga mereka bertemu mata. Hal itu membuat Heo Yoon Woo sedikit salah tingkah, "Emmm,.. emangnya kamu mau pulang dengan masih memakai baju pasien itu?" ucapnya berusaha mengalihkan pandangannya.

Tiba-tiba tangan kanan Lee Ri An telah menggenggam tangan kiri Heo Yoon Woo dan sedikit menariknya yang membuat Heo Yoon Woo kembali memandang wajah Lee Ri An bahkan dengan jarak yang lebih dekat.

"Aku masih kesulitan memakainya." Ucap Lee Ri An diiringi senyum penuh kharisma.

Hal itu membuat Heo Yoon Woo semakin terpaku dan pipinya sudah mulai memerah. Entah apa yang sedang ia fikirkan saat itu dengan jarak sedekat itu.

"Ah,.. mian. Aku bantu." Dengan ragu Heo Yoon Woo melepas genggaman Lee Ri An dan beralih membuka satu persatu kancing baju pasien yang dikenakan oleh Lee Ri An.

Heo Yoon Woo sangat hati-hati ketika membuka dan menggantikan baju pada Lee Ri An. Terlebih lagi ketika berhubungan dengan lengan kirinya yang masih dibungkus gips dan perban itu. Ia takut Lee Ri An kesakitan jika ia tidak melakukannya dengan hati-hati. Dan benar saja, tak ada wajah kesakitan tergambar dari diri Lee Ri An. Ia justru tersenyum dengan menyebarkan pandangannya ke sudut-sudut ruangan itu selama Heo Yoon Woo, meski sesekali ia melirik ke wajah Heo Yoon Woo.

###

Di tempat lain, tepatnya di depan meja administrasi rumah sakit, Lee Ri Sa berdiri di hadapan seorang petugas perempuan dengan dihalangi meja tinggi putih.

"Jadi biaya perawatan untuk pasien atas nama Lee Ri An berapa ya?" tanya Lee Ri Sa.

"Biaya perawatan untuk pasien atas nama Lee Ri An sudah dibayar lunas." Jelas petugas itu.

"Mwo? Siapa yang bayar?" Lee Ri Sa sangat terkejut.

"Kami tidak diijinkan untuk memberitahukannya. Tapi orang itu menitipkan ini untuk anda." Sambil menyerahkan sebuah amplop putih.

"Gamsahamnida." Ucapnya pelan sambil membuka amplop itu.

Dalam amplop putih itu berisi sepucuk surat yang bertuliskan, "Datanglah ke rumah saya. Saya kirimkan orang saya untuk menjemput kalian di rumah sakit."

Dalam surat itu tak ada nama pengirimnya sehingga membuat Lee Ri Sa semakin bingung. Siapa yang telah berbaik hati membayar biaya rumah sakit yang begitu besar. Dan apa maksud orang itu mengundangnya datang ke rumah orangnya. Beribu pertanyaan masih terus berputar-putar dalam otaknya.

>> part 11

    people are reading<Soul In Seoul>
      Close message
      Advertisement
      You may like
      You can access <East Tale> through any of the following apps you have installed
      5800Coins for Signup,580 Coins daily.
      Update the hottest novels in time! Subscribe to push to read! Accurate recommendation from massive library!
      2 Then Click【Add To Home Screen】
      1Click