《Soul In Seoul》Soul In Seoul #Part 6
Advertisement
"Ri Sa-ya,.. tangan kamu tidak diobati dulu?" teriak Ri An.
"Nanti saja diobati. Gwaenchanh-ayo oppa,.." Ucapan Ri Sa terpotong ketika ia mendapat pemberitahuan pesan bahwa video itu terkirim ke semua penghuni yayasan Jinhyang. Ri Sa hanya senyum dingin dan berkata pelan, "Kurang dari 1 jam lagi. Apa dia yakin tidak akan memintaku menghentikan timer-nya dan membiarkan video ini disaksikan oleh seluruh penghuni Seoul? Sungguh saat yang kurang bagus untuknya."
###
Setelah dari SMA Dongjo, Ri Sa langsung menuju ke ruang kesehatan SMA Meongso untuk mengobati luka di tangannya tanpa memberitahu teman-teman sekelasnya. Di ruangan itu ia berfikir sejenak apa yang selanjutnya harus ia lakukan untuk membuat Kang Jung Tae menyerah. Ia merasa harus lebih hati-hati karena ia tidak ingin sesuatu yang tidak diinginkan terjadi pada Lee Ri An.
Tak berselang lama, setelah dari ruang kesehatan Lee Ri Sa menuju ke kantin untuk membeli minuman pada mesin penjualan otomatis yang tersedia di kantin tersebut. Di tempat itu ia bertemu dengan Choi Moo Gak yang juga ingin membeli minuman.
"Hai,.. Lee Ri Sa." Sapa Choi Moo Gak sambil membawa minuman yang ia beli.
"Ye,.. Sunbae." jawabnya hangat dan sedikit menoleh ke arahnya.
Saat Ri Sa ingin membuka tutup botol minumannya, Moo Gak tidak sengaja melihat telapak tangan Ri Sa yang dibalut perban. "Igo, wae-yo??" tanyanya.
"Gwaenchanh-ayo Sunbae,.." jawabnya menghindar dan berbalik arah. Namun ia menabrak seseorang yang membuatnya langsung berubah ekspresi. Dia tak lain adalah Kang Jung Tae bersama teman-temannya.
"Wae??!" ucap Ri Sa kasar pada orang yang tepat didepannya.
"Hentikan timer pengirimannya!!" dengan mengangkat kerah seragam Ri Sa dengan sangat kasar.
Menghela nafas dan memutar bola matanya sejenak sebagai tanda ia sedang muak meladeni orang yang ada didepannya itu. "Apakah seperti ini caramu meminta sesuatu pada orang? Hmm?"
"Jangan banyak bicara! Cepat hentikan timer-nya!" semakin mengangkat kerah Ri Sa.
"Aku tidak akan menghentikannya jika sikap kamu tetap seperti ini Kang Jung Tae,..!" mata Ri Sa terlihat sangat menyeramkan.
Mendengar itu, Jung Tae langsung melepasnya. "Terus? Apa kamu ingin aku sujud di kaki kamu? Jangan harap aku melakukan itu." Dengan tetap mengutamakan gengsinya.
"Lagipula bukan itu syaratnya." Ucap Ri Sa yang berhasil membuat Jung Tae terdiam.
"Syaratnya adalah,.. kamu dan siswa SMA Dongjo lainnya, harus berjanji untuk tidak mengganggu SMA Meongso dan terutama jangan mengganggu Lee Ri An. Kamu bertindak sebagai perwakilannya. Dan akan lebih baik juga jika kamu mengubah sikap kamu. Apa kamu bisa?" lanjutnya.
"Mwo?!" penuh emosi dan alisnya pun terangkat tinggi.
"Harusnya,.. kamu cepat mengambil keputusan. Waktumu tinggal tidak sampai 5 menit sebelum video itu tersebar lebih luas. Apa kamu sudah siap?" sambil sesekali melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.
Kang Jung Tae terdiam dengan menahan kemarahan. Ia berulang kali menghela nafas berat.
"Okey,.. aku akan menuruti kemauanmu. Jadi sekarang matikan timernya." akhirnya kata-kata itulah yang meluncur dari mulut Kang Jung Tae dengan ragu.
Mendengar itu, Ri Sa memasukkan tangannya ke kantong seragamnya sejenak dan langsung mengeluarkannya lagi.
"Kalau begitu, ucapkan janjinya!" suruh Ri Sa.
Kang Jung Tae diam sejenak dan menarik nafas agar dapat lebih tenang menghadapi Ri Sa yang sepertinya menggoyahkan kepercayaan dirinya.
"Aku Kang Jung Tae mewakili siswa SMA Dongjo, berjanji untuk tidak mengganggu SMA Meongso dan,... Lee Ri An."
"Jika kamu melanggar, hukuman apa yang kamu terima?!"
"Apapun hukumannya, akan aku terima. Puas?!"
"Bagus,.. orang-orang pasti tidak akan percaya kamu mengucapkan janji itu. So,.. aku sudah merekamnya sebagai bukti." Sambil mengeluarkan ponsel dari kantong seragamnya dan mematikan proses record-nya.
"K-Kau?! Apa yang kamu lakukan?" sambil ingin merebut ponsel yang ada di tangan Ri Sa.
Advertisement
"Hey,.. kamu sudah lupa dengan janji yang baru kau ucapkan?" yang terus menghindar.
"Tanpa kamu suruh, aku juga sudah akan mematikannya." Sambil mengotak-atik ponselnya untuk mematikan timer pengiriman video yang tersisa 1 menit itu.
"Sudah aku lakukan. Jika kamu telat sedikit saja, semua orang akan tau seperti apa sisi lain dari atlit basket yang bernama Kang Jung Tae. Dan kamu jangan lupa dengan janji yang kamu ucapkan tadi. Arasseo?!" Lanjutnya sebelum pergi dari hadapan Jung Tae.
Banyak orang yang menyaksikan perseteruan antara Lee Ri Sa dan Kang Jung Tae di tempat itu. Mereka langsung berani mencibir serta merendahkan Kang Jung Tae. Dan sebaliknya, perhatian dan rasa segan tertuju pada Lee Ri Sa. Dan di tempat yang sama Choi Moo Gak yang dari awal ikut tegang melihat perseteruan antara Kang Jung Tae dan Lee Ri Sa tanpa dapat melakukan sesuatu dan hanya diam melihat momen yang ada didepannya itu. Dan akhirnya hanya bisa tersenyum lega dan kagum ketika Lee Ri Sa memenangkan perseteruan itu.
###
Keesokan harinya, saat Lee Ri Sa makan siang di kantin yayasan Jinhyang bersama Heo Yoon Woo dan Yoon Yeom Mi, pembicaraan mereka terus membahas tentang kejengkelan mereka pada Kang Jung Tae dan mengelu-elukan Lee Ri Sa.
"Aku sungguh tidak suka Jung Tae masih bebas berkeliaran. Tapi Ri Sa,.. kamu bener-bener keren kemarin. Aku penasaran, apakah Jung Tae masih tetap seperti itu?" ujar Yeom Mi.
"Hemmmm melihat yang dilakukan Ri Sa,.. sepertinya Jung Tae tidak akan diam gitu saja. Kamu harus hati-hati Ri Sa." Saran Yoon Woo yang terlihat lebih dewasa dibanding dua siswi didepannya.
Ri Sa tersenyum santai. "Apapun yang dilakukannya, Itu tidak akan membuatku takut."
"Wauuuuu,.... inikah sifat asli Lee Ri Sa? Sangat menakutkan. Daebak." puji Yeom Mi dibalut dengan tawa ringan.
Mendengarnya, Ri Sa hanya diam dan tersenyum santai. Ia meneruskan makan siangnya. Saat itu ia menggunakan tangan kirinya untuk makan karena tangan kanannya masih belum mampu digunakan untuk memegang sumpit maupun sendok.
Tak lama kemudian Oh Jung Hee datang dengan membawa menu makanan yang sama dengan yang diterima siswa-siswa lain.
"Boleh saya gabung dengan kalian?" tanya Jung Hee. Di hari itu Oh Jung Hee merubah penampilannya dan terlihat lebih tertutup dengan dress di bawah lutut berwarna krem dibalut blazer warna coklat tua.
"Ne,.. Seonsaengnim." Jawab Ri Sa.
Mendengar itu Oh Jung Hee langsung mengambil tempat duduk berhadapan dengan Ri Sa.
"Seonsaengnim,.. tentang kemarin, Joesong-hamnida." Ucap Ri Sa membuka pembicaraan.
"Gwaenchanh-ayo. Saya yang salah. Saya tidak mengenali orang paling jenius di SMA Meongso. lebih tepatnya orang paling jenius di yayasan Jinhyang. Mian-haeyo."
"Itu pujian yang terlalu tinggi. Saya sama dengan yang lainnya." Lee Ri Sa sedikit menundukkan kepalanya.
"Aisshhh,... kenapa kamu tiba-tiba merendah? Melihat apa yang kamu lakukan, kamu orang yang sangat luar biasa. Sebagai guru, saya sangat bangga sekaligus malu karena telah ditegur oleh siswanya seperti kemarin."
"Tapi sebenarnya itu tidak baik ketika seorang siswa yang justru melakukan itu pada gurunya. Joesong-hamnida." menganggukkan kepalanya pelan sebagai tanda ia benar-benar memintamaaf saat itu.
"Tidak ada manusia yang sempurna. Jadi ketika ada yang salah, tegur saja." Ucap Jung Hee Bijak.
"Emmm,.. jadi Seonsaengnim sudah memaafkan Lee Ri Sa?" tanya Yeom Mi.
Oh Jung Hee mengangguk pasti dan pembicaraan mereka berlanjut dengan candaan yang keluar dari mulut ke mulut guru dan murid itu.
Masih di tempat yang sama, ada seorang siswa SMA Meongso datang mendekat ke meja mereka. "Lee Ri Sa, kamu diminta datang ke ruang Direktur sekarang." Ucap orang itu.
"Ah ya,.. ada apa ya?" tanya Lee Ri Sa sedikit bingung.
"Mollayo. Tapi yang pasti kamu diminta menghadap ke ruang Direktur sekarang." Jelasnya.
Advertisement
"Okey. Gumawo." Setelah mendengar ucapan Lee Ri Sa tersebut, orang itu langsung pergi dari hadapan mereka.
Tanpa fikir panjang, Yoon Yeom Mi mencoba menebak, "Apa karena yang dilakukan Ri Sa kemarin? Sampai Direktur yayasan Jinhyang terjun langsung? Daebak."
"Apa Ri Sa melakukan kesalahan yang besar? Seingat saya, saya tidak lapor ke Direktur tentang kejadian di kelas kemarin." Tanya Oh Jung Hee.
"Mungkin karena kemarin Lee Ri Sa terlibat keributan dengan Kang Jung Tae di kelas saya. Hingga puncaknya Lee Ri Sa mengirim video Kang Jung Tae ke seluruh warga yayasan Jinhyang. Seonsaengnim tidak tau?" jelas Heo Yoon Woo sedikit mengarahkan badannya ke Oh Jung Hee yang duduk disampingnya.
"Jadi yang mengirim video itu Lee Ri Sa?" tanya Oh Jung Hee dengan menyebar pandangan ke Lee Ri Sa, Heo Yoon Woo dan Yoon Yeom Mi, berharap mendapat jawaban segera atas pertanyaannya.
Yeom Mi mengangguk pasti dan berkata, "Siapa lagi kalau bukan dia, yang berani membuat Kang Jung Tae kalah telak?"
"Kalau butuh saksi, aku bersedia menjelaskan bagaimana kejadian yang sebenarnya. Karena kemarin aku ada di tempat itu juga." Ucap Yoon Woo menatap langsung Lee Ri Sa yang duduk di depannya.
"Gwaenchanh-ayo,.." hanya kata itulah yang akhirnya terucap dari mulut Lee Ri Sa sebelum ia pergi menuju ruang Direktur yayasan Jinhyang.
Ketika baru masuk, Lee Ri Sa hanya melihat seorang wanita yang terlihat sudah tua menghadap ke jendela sehingga saat itu orang itu masih membelakangi Lee Ri Sa. Dan ia langsung mengucapkan, "Annyeonghaseyo,.. naneun Lee Ri Sa ibnida." Diikuti membungkukkan badannya tanda memberi hormat.
Tak lama kemudian orang itu membalikkan badannya dan menghadap langsung ke arah Lee Ri Sa. "Akhirnya kita bertemu lagi Lee Ri Sa." Ucapnya yang langsung membuat ekspresi terkejut di wajah Lee Ri Sa. Pasalnya orang itu adalah seorang nenek yang pernah ia tolong dari gengster hingga membuat tangannya harus diperban berhari-hari.
"Kenapa kamu masih berdiri disitu? Ayo duduk." Ajaknya untuk duduk di kursi khusus tamu yang berada ditengah ruangan itu dengan tegas namun tetap ada sisi kelembutan.
Mendengar itu, Lee Ri Sa langsung mengikuti orang itu dan duduk di sebelah kirinya. Karena memang susunan kursinya berbentuk L sehingga terlihat posisi diagonal antara mereka berdua.
"Gamsahamnida,.. waktu itu kamu sudah menyelamatkan saya dari gangster yang ingin berbuat jahat pada saya. ah,.. sebelumnya saya belum memperkenalkan diri. Saya Han Seo Jin. Dan kamu sudah menyelamatkan orang paling berpengaruh di yayasan Jinhyang."
Wajahnya masih datar dengan penuh keterkejutannya, "Orang yang berpengaruh? Maksud anda, jadi anda Direktur yayasan Jinhyang?" tanya Ri Sa yang memang tidak mengetahui siapa Direktur yayasan Jinhyang.
Han Seo Jin mengangguk tanda mengiyakan pertanyaan Lee Ri Sa. "Saya juga pemilik yayasan Jinhyang. Ini kartu identitas siswa punyamu kan? Waktu itu jatuh saat kamu melawan orang-orang itu." Sambil menyerahkan kartu tersebut. "Dan karena kartu itu, saya jadi tau siapa yang menolong saya. Tanpa saya sadari ternyata orang itu adalah siswa SMA Meongso. Jujur, saya tidak menyangka ada siswa SMA Meongso yang punya kemampuan bela diri sehebat itu." Lanjutnya.
"Anda terlalu memuji. Dan maafkan saya, karena saya tidak mengetahui bahwa anda adalah Direktur sekaligus pemilik yayasan Jinhyang." Lee Ri Sa semakin menundukkan kepala.
"Itu tidak masalah. Yang menjadi masalah sekarang adalah, kenapa kemarin kamu sangat terburu-buru keluar dari gedung SMA Meongso di saat masih jam pelajaran? Apa karena kamu punya IQ yang sangat tinggi sehingga kamu bisa meninggalkan kelas semaumu sendiri?" ucapnya santai namun justru membuat Lee Ri Sa segan dan merasa bersalah.
"Joesong-hamnida,.. kemarin saya mendapat pesan singkat ancaman dari seseorang dan tanpa pikir panjang saya langsung lari menemuinya." jelasnya.
Sedikitkan mengernyitkan dahinya, "Ancaman apa dan dari siapa?"
Tanpa mengatakan sesuatu, Lee Ri Sa langsung menunjukkan pesan singkat ancaman dari Kang Jung Tae kepada Han Seo Jin.
"Kang Jung Tae?" Han Seo Jin menghela nafas panjang ketika melihat pesan singkat itu. Seolah ia sudah tau banyak tentang Kang Jung Tae. "Dan apa alasan kamu menyebar video tentang Kang Jung Tae?" tanyanya lagi.
"Saya pribadi sudah geram dengan kelakuannya. Saya ingin membuat dia sadar kalau yang dia lakukan itu sangat salah. Dia menjadikan kakak saya dan banyak siswa SMA Meongso menjadi korban dari hobby-nya itu. Meskipun saya memiliki kemampuan bela diri, tapi saya menahan diri untuk menggunakannya. Karena kekerasan dilawan dengan kekerasan tidak akan ada akhirnya, Makanya saya melakukan itu. Dan saya akan menerima apapun konsekuensi dari pihak yayasan atas kesalahan yang saya lakukan. Joesong-hamnida." Jelas Lee Ri Sa.
"Sekarang saya minta, kamu hubungi walimu untuk datang kesini sekarang." tegas Han Seo Jin.
Lee Ri Sa menundukkan kepalanya, "Joesong-hamnida,.. wali saya masih ada jam pelajaran jadi kemungkinan tidak dapat langsung menemui anda sekarang."
"Mwo? Wali kamu masih seorang siswa?"
"Ne,..Wali saya siswa kelas 2 di SMA Dongjo."
"Nugu-ya?"
"Lee Ri An."
Wajah Han Seo Jin terlihat lebih sumringah dari sebelumnya. "Maksud kamu atlit lompat tinggi sekaligus siswa dengan IQ tertinggi di SMA Dongjo?"
Lee Ri Sa mengangguk pasti.
"Minta dia kesini sekarang."
Mendengar itu, Lee Ri Sa langsung mengirim pesan singkat ke Lee Ri An untuk datang ke ruang Direktur segera.
Beberapa menit kemudian, Lee Ri An datang ke ruangan itu. Dan di ruangan itu masih ada Lee Ri Sa dan Han Seo Jin. Lee Ri An terlihat bingung kenapa ia dipanggil ke ruangan itu karena memang Lee Ri Sa tidak memberitahu alasannya ia diminta datang ke tempat itu.
"Silakan duduk!" ucap Han Seo Jin.
Mendengar itu, Lee Ri An langsung duduk disamping Lee Ri Sa, "Joesong-hamnida,.. ini ada apa ya?" tanyanya.
Han Seo Jin tersenyum melihat Lee Ri An dan Lee Ri Sa. "Saya sangat senang memiliki siswa seperti kalian. Sangat jenius. Dan saya baru tau kalau kalian adalah kakak beradik."
"Mungkin langsung saja ke pokok bahasannya, saya tidak mempermasalahkan apa yang terjadi kemarin. Sebenarnya saya mengundang kalian ke ruangan ini untuk memberitahu bahwa yayasan Jinhyang memberikan beasiswa penuh untuk kalian karena IQ yang kalian miliki dan keberanian Lee Ri Sa yang telah menyelamatkan orang berpengaruh di yayasan Jinhyang. Jadi kalian tidak perlu lagi memikirkan biaya sekolah sampai kalian lulus dari SMA Dongjo dan SMA Meongso." lanjutnya.
Kedua kakak beradik itu langsung ternganga mendengar kalimat yang diucapkan Direktur yayasan. Sungguh kalimat yang tak terduga, apalagi setelah orang nomor 1 di yayasan Jinhyang itu mengetahui kesalahan yang telah dilakukan Lee Ri Sa di hari sebelumnya.
"Beasiswa? Jadi anda benar-benar tidak mempermasalahkan apa yang saya lakukan kemarin?" tanya Lee Ri Sa yang masih tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.
Tersenyum, "Iya. Tadi saya hanya memastikan orang seperti apa siswa dengan IQ tertinggi di yayasan Jinhyang ini. Dan sekarang saya yakin untuk memberikan beasiswa penuh untuk kalian. Jadi saya harap kalian bisa lebih fokus untuk memberikan banyak prestasi di bidang kalian untuk yayasan. Selanjutnya kalian tidak harus banting tulang kerja paruh waktu lagi. Karena kalian juga dapat uang saku dari beasiswa itu setiap bulannya untuk kehidupan kalian sehari-hari sampai kalian lulus." Jelas Han Seo Jin.
Mendengar itu Lee Ri Sa dan Lee Ri An sangat senang dan terharu karena mereka tidak pernah menyangka akan dapat beasiswa sebesar itu di tempat baru semacam daerah Seoul, Korea Selatan.
"Gamsahamnida,.. jeongmal Gamsahamnida. Kami akan memanfaatkan beasiswa ini sebaik-baiknya." Ucap Lee Ri Sa.
"Kami janji akan memberikan prestasi yang terbaik untuk yayasan." Yakin Lee Ri An.
Senyuman Han Seo Jin semakin lebar.
Ketika baru keluar dari ruang Direktur yayasan Jinhyang, mereka berjalan beriringan. Awalnya mereka hanya diam dengan seribu pemikiran yang ada di otak mereka. Namun ketika akan menuruni tangga, Lee Ri Sa membuka suara, "Oppa,.. Mian. Sebelumnya aku telah membuat Oppa khawatir. Aku kira aku bakalan dapat sanksi atas apa yang aku lakukan kemarin."
Lee Ri An langsung menghentikan langkahnya. "Memangnya kapan kamu tidak membuatku khawatir?" ucapnya dingin.
"Kenapa jadi dingin gitu? Okey,.. aku minta maaf karena selalu membuat kakak khawatir. Tapi kan setidaknya kita sekarang tidak perlu terlalu memikirkan masalah finansial kita. Dan aku juga masih memegang janjiku untuk tidak menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan masalah kan?"
"Iya iya bawel,.. mulai sekarang, kamu harus lebih fokus dengan sekolah. Nggak usah memikirkan hal yang aneh-aneh lagi. Okey?!" sambil mengacak-acak rambut Lee Ri Sa.
Lee Ri Sa menghalau tangan Lee Ri An, "Oppa,..!! Arasseo,.." ucapnya dan langsung pergi ke kelasnya.
###
Sesuai janjinya, Lee Ri An berusaha untuk menorehkan prestasi untuk yayasan Jinhyang. Dua bulan setelah ia mendapatkan beasiswa itu, ia sudah menyabet dua medali emas se-Seoul dan satu medali emas se-Korea Selatan di bidang lompat tinggi di event yang berbeda. Hal itu sekaligus menempatkannya sebagai atlit yang paling produktif di Seoul untuk di bidang atletik sehingga membuatnya langsung terkenal dan banyak remaja putri yang mengaguminya tidak hanya sekedar fans namun juga lebih dari itu.
Tidak jauh berbeda dengan Lee Ri An, sejak ia mendapatkan beasiswa itu Lee Ri Sa juga mulai memperlihatkan kecemerlangan prestasinya di bidang akademik. Selama dua bulan itu, ia sudah menorehkan prestasi sebagai juara 1 lomba Matematika se-Seoul, juara 1 lomba Sains se-Korea Selatan dan satu lagi yang tak kalah membanggakan adalah dia bersama kelompoknya yakni Baek Il So dan Choi Moo Gak telah menjadi juara 1 di ajang lomba Sains teknologi se-Asia Timur. Disebabkan seringnya pertemuan antara Choi Moo Gak dan Lee Ri Sa untuk mempersiapkan diri menuju lomba bergengsi itu, menjadikan mereka berdua semakin dekat. Banyak hal yang telah mereka bagikan berdua. Canda tawa sering terdengar dari mereka sehingga banyak yang mengira mereka memiliki hubungan khusus, padahal mereka tidak lebih dari teman.
###
Di hari itu seperti biasa Lee Ri Sa datang mengunjungi perpustakaan. Baru beberapa bulan ia bersekolah di SMA Meongso, hampir semua buku yang ada di perpustakaan sekolah itu sudah ia baca. Sehingga kini ia sudah mulai bosan dan kebingungan ingin membaca buku apa lagi. Ya, kebiasaannya membaca segala jenis buku masih melekat dalam dirinya dari Indonesia hingga ke Korea tetap saja tidak berubah. Saat itu ia berjalan menelusuri setiap lorong rak buku yang ada di perpustakaan berharap ada buku yang sempat terlewat ia baca. Sudah hampir 30 menit ia berkeliling namun tetap saja tidak menemukan buku yang belum pernah ia baca. Semakin lama ia bertambah bosan dan terus berjalan dengan terus mengedarkan pandangannya ke seluruh buku yang tertata rapi di rak tersebut.
Advertisement
Dan's Shoppe of Oddities
After the death of his father Daniel Rhodri was forced to drop out of college and take over the family business, an antique store that goes by the name 'The Shoppe of Oddities'. Receiving a strange package one day Dan's world is flipped over once again as he finds its contents are a Genie named Amani. Who sent this package? And can Dan survive the hijinks of this genie girl? Will his life ever receive some normalcy again? he doesn't know, but he is going to try. Authors note: Like my other novels this one will be my take on standard Harem anime/I Dream of Jeannie mix(Trust me it will work lol)but without a Bricktagonist(The main will know when the girls are coming onto him.) So expect there to be crazy magic and lots of sex, probably lots and lots of sex...
8 159The Protector and the Peacemaker
The secret war between the Slayers and Mythics is secret no longer. Porter the Slayer and Sarah the sphinx have, through their unlikely love, become the bridge between the human and Mythic races, and together they hope they can find a way to end the fighting without one side destroying the other. With incriminating evidence against the Master Slayer, Drake Mortoph, there may be a chance that they can disband the Slayers before the two armies reach each other. Mortoph has more secrets than Porter and Sarah realize, though, and he will stop at nothing to keep them from being revealed.
8 178The Martian Bootcamp
Druin is dropped from the sky into a wasteland with a fucked up shoulder. Having lost his memories, he decides to explore this new world of talking wolves, dangerous forests and a cast of wisecracking dieties. And all the while trying to figure who he is and where he arrived from. The bootcamp is a wargame webnovel built on the premise of a large scale war with plotting gods, a ragtag group of adventurers and never ending conspiracies.
8 167In Our Image
Thousands of years in the past, an Angel and a Demon battle, each fighting for victory over their sworn enemy. In the present, the teenagers Cat, Asher, and their friends live their lives, time idly passing by as they have fun and enjoy themselves. But, when strange things begin happening to the group, Cat and Asher are forcefully thrown into the world of the supernatural, of angels and demons, and led on a new path of discovery about their world, their friendships, and even themselves. As they encounter ghosts, ancient warriors, meet with angels and face their own inner demons, what will the pair discover, and how will it affect how they view the world, and their place in it? Find out in this unique blend of the Supernatural, Comedy, and Slice of Life genres!Read on Wordpress: inourimagestory.wordpress.com
8 242Spiral of Light
Spiral of Light is a pulp fiction novel set in a futuristic grimdark world that is beset by magic, monsters and evil. This character driven story follows Centurion Moloch as he journeys across the world of Maja in his duty to protect the citizens of the Republic. New Chapters on Sunday Original Story art by VoliverB
8 114The Dragon Wakes
The world was never the same after Worldbreak. None of the world's best prophets, fortune-tellers, or soothsayers had ever predicted its coming, but no amount of forewarning could have helped. Monsters from far below the Earth's surface burrowed through the ground, killing everyone in their path. The militaries of the world, united in cause, could only hold on for a time. With the UN sputtering its last, dying breath, hope came in the form of a man appearing from a nuclear explosion. From a world of sorcery, his knowledge could have been the exact thing humanity needed. But his magic simply wasn't enough. Florian Cale didn't care. Anything that could see him reunited with his family half a world away was a chance he'd stake everything on. He'd learn magic, and he'd learn it well. Or else... he'd die trying. But really, weren't they all doomed anyway?
8 107