《-LUCKY BASTARD-》-ENDING-
Advertisement
Masashi Kishimoto
Lavendark
Hurt, Romance, Drama
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Sasuke membuka matanya. Hal pertama yang ditangkap oleh bola onyx itu adalah langit-langit kamarnya. Sedikit menghela nafas, lalu otaknya memproses kejadian sebelumnya.. dimana dirinya berpelukan dan menangis bersama Hinata hingga dirinya tertidur.
Hinata?
Sasuke bangkit, lalu matanya bergerak liar keseluruh kamar. Matanya menangkap nakas disampingnya.
Kosong.
Dimana sup tomat yang dibawakan Hinata?
Tidak! Jangan katakan jika apa yang dialaminya hanyalah sebuah mimpi!... kamarnya bersih, tidak berantakan seperti apa yang terlihat sebelum dirinya pingsan. Dengan kasar, tangan kekar itu menyibak selimut, segera turun dari ranjang dan bergerak keluar kamar.
"Yo, Sasu-pyon...." Bukan sang pujaan hati yang didapati, justru si baka-anikinya lah yang tertangkap mata onyxnya, duduk di sofa sambil melambai bodoh ke arahnya. "Akhirnya kau bangun juga" lanjutnya lagi. Sasuke mendengus, ketakutannya semakin menjadi.... Apakah yang membersihkan apartemennya adalah Itachi? Sial! Jika apa yang dialaminya tadi hanyalah sebuah mimpi, maka Sasuke lebih memilih untuk tidak bangun sama sekali.
"dimana Hinata?" pertanyaan itu sedikit sarat akan kepanikan, itu nyata... Sasuke bisa merasakannya, bahkan pelukan Hinatanya masih terasa di dadanya. Itachi diam, memilih tak peduli dan kembali bermain dengan ponselnya.
Jujur saja, melihat respon sang adik yang terlihat tidak minat membuat Itachi sedikit sakit hati. Susah-susah dia ke amegakure untuk menjemput calon istri adiknya, dan apa yang didapatkannya? Tau begini, seharusnya Itachi membiarkan Sasuke untuk mati dalam keadaan mabuk.
"Dimana calon istriku, Itachi?!" tanyanya lagi. Sasuke semakin kalut. Mendekat kearah Itachi dan menjatuh tubunya ke sofa yang lain. Sasuke menyenderkan kepalanya hingga mendongkak, lalu lengannya menutupi mata yang lagi-lagi terasa panas "Jadi itu hanya mimpi ya??..." gumaman Sasuke mebuat Itachi mengabaikan ponselnya, lalu mengernyit menatap Sasuke yang menurutnya menjadi sangat bodoh. Sejak kapan adiknya tak bisa membedakan mana yang mimpi mana yang nyata?
"Uchiha-kun? Kau sudah bangun?" baru saja Itachi ingin menjelaskan keadaan, namun suara calon iparnya sudah menghampiri telinganya, Itachi melihat Hinata yang baru saja dari dapur, Itachi menoleh kearah Sasuke yang masih bergumam tidak jelas. Kenyataannya adalah Sasuke berfikir dia hanya berhalusinasi mendengar suara Hinata.
"Ck!" Itachi berdecak sebentar, sepertinya sang adik masih dalam pengaruh alcohol. "Hei baka-otouto! Hinata memanggilmu!" Sasuke membeku.
Apa? Itachi juga mendengarnya? Bak orang bodoh.. Sasuke celingak-celinguk..... lalu matanya membola saat mendapati Hinatanya berdiri di dekat pintu dapur.
"Hinata?" mendengarnya namanya disebut, membuat Hinata mengernyit.... Melihat Sasuke yang sedikit linglung dan bingung. Mungkinkah Sasuke masih dalam pengaruh alkohol? "yang tadi.... Bukan mimpi?" tanyanya bodoh. Sasuke berdiri, dan seperti mengerti dengan ucapan Sasuke, Hinata hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala.
Hanya butuh beberapa detik ketika Sasuke langsung menerjang Hinata, memeluknya dengan sangat erat. "kau disini..." bisik Sasuke ditelinga Hinata, Hinata memerah, lalu tangannya sedikit mengusap punggung lebar Sasuke.
"Bisakah kau berhenti melakukan itu didepanku?!" melihat bunga-bunga yang tak kasat mata disekitaran pasangan itu, membuat Itachi jengkel. Ada sedikit penyesalan ketika dia justru membantu adiknya untuk mendapatkan pujaan hatinya. Huft! Padahal Itachi saja masih menjomblo.... Itachi tidak percaya jika dia akan dilangkahi oleh adiknya sendiri.
Sasuke mendecih. Itachi hanya menganggunya saja! setelah menatap tajam sang kakak, mata onyx itu beralih pada Hinata yang wajahnya sudah memerah menahan malu atas ucapan Itachi. "kau kembali....." lagi, Sasuke memeluk Hinata untuk memastikan sebuah kenyataan. "jangan pergi lagi..... ya?" mengeratkan pelukannya sambil sedikit mencuri cium aroma rambut Hinata.
Lavender dan cinnamon. Aroma yang membuat Sasuke merasa tenang dan nyaman.
"Itachi-kun yang membawaku kesini" ujar Hinata sambil mengurai pelukannya, Hinata masih sedikit malu jika harus bermesraan dengan Sasuke didepan orang lain.
Sasuke menjauhkan tubuhnya, memandang tak suka kearah Hinata. Itachi-kun katanya? Padahal Hinata masih memanggilnya dengan marganya! Cih! Entah bagaimana perasaan Sasuke saat ini. Jujur saja, sekarang ini ada perasaan senang dan juga sakit di hatinya. Senang karena Hinata sudah kembali, dan sakit karena Itachi yang dengan mudahnya membujuk Hinata.... Sedangkan dirinya? Menginap diluar sambil merasakan dingin saja masih ditolak Hinata.
Advertisement
Jadi, bagaimana Itachi bisa membawa Hinata?
Sasuke menoleh, onyxnya menjadi jengkel saat Itachi memasang muka sombong... melipat kedua tangannya didada dan menatapnya seakan-akan dirinya adalah pecundang.
Hah! Persetan dengan Itachi... toh Hinata sudah ada disini.
"Sup to-tomatnya sudah ku pa-panaskan, Uchiha-kun bisa me-mengambilnya di dalam panci" seperti biasa, Hinata berbicara gagap dan malu-malu padanya. Dan itu membuat Sasuke tersenyum teduh. Padahal baru beberapa hari, tapi Sasuke sudah sangat merindu.
Senyum itu luntur ketika Hinata menunjukan gelagat akan pergi.
"Kau mau kemana?"
"Pu-pulang" pulang yang dimaksud Hinata adalah kembali ke tempat neji-nii nya, karena Hinata belum memesan tiket untuk kembali ke amegakure.
Sasuke memasang tampang sedih, lalu menggemgam erat tangan Hinata "Menginaplah disini... kumohon!" Sasuke sedikit berakting dengan sedih, Sasuke sangat tau sifat Hinata yang tidak tegaan dan baik hati... kapan lagi Hinata akan menginap sebelum mereka menikah? Tentu saja Sasuke si brengsek beruntung memilih untuk mengambil sebuah kesempatan.
"E-eh..! ta-tapi aku tak membawa ba-baju sama se-sekali!" Hinata gelagapan, tak pernah dalam otaknya bisa menginap dengan Sasuke.... Dan lagipula, Itachi yang menyeretnya kesini tanpa persiapan membuat Hinata sama sekali tak membawa baju ganti. Baju yang dipakainya saja sekarang adalah baju rumahan, untung Hinata adalah tipe penyabar,... meski menjadi tontonan di pesawat karena pakaiannya yang kelewat santai, tapi Hinata masih bisa tersenyum dan memaafkan Itachi.
"Kau bisa memakai kaos lamaku, Hinata....." Sasuke masih berusaha, memasang wajah memelas yang entah kenapa justru terlihat mengerikan.
"Jangan mau Hinata-chan! Dia tak lebih hanya sampah masyarakat yang mesum" ah! Sasuke lupa jika Itachi masih ada di apartemennya. Ck...! Mengganggu saja!
Menatap Itachi yang dengan santainya mengambil botol mineral di kulkasnya.
"Pulanglah baka-aniki" ujaran sinis itu benar-benar membuat Itachi sakit hati. Entah bagaimana sang kaasan mendidiknya, sehingga adiknya itu tidak tau terimakasih. Apa Sasuke lupa jika dialah yang menjemput Hinata di pulau seberang dan membujuknya dengan susah payah? Dasar adik tidak tau diri!
Setelah menegak minumnya, Itachi sedikit mendumal dan bergumam serapah.... Keluar dan menghentakan kakinya layaknya orang idiot. "baik! Baik... aku pulang saja!" tentu saja! lebih baik pergi dari sini dibanding harus melihat pasangan menjijikan yang bermesraan... oh Itachi membenci momen itu!, yah, meski begitu.... Itachi tetap tersenyum kecil. Sasuke sudah kembali seperti semula.... Itachi bisa dengan tenang meninggalkannya disini.
Sebelum benar-benar keluar, Itachi menolehkan kepalanya, sedikit ingin menggoda lagi adik bodohnya "Hinata-chan... kau mau sekalian Bersama ku? Aku bisa mengantarmu ke---"
"Pergi!" dan bentakan Sasuke menjadi akhir dari percakapan mereka.
Setelah memastikan Itachi sudah tidak ada... Sasuke memulai lagi aksinya. "bagaimana hime? Mau yaa~" Hinata kelabakan, apalagi saat Sasuke memanggilnya dengan sebutan Hime. Tentu saja Hinata agak ragu... Hinata hanya takut terjadi apa-apa pada dirinya, terakhir kali Sasuke menginap dirumahnya adalah Sasuke yang menyelinap ke kamarnya dan mengambil ciuman pertamanya. Oh... dan sekarang ini adalah apartemen Sasuke, tentu Hinata bisa berfikir banyak hal yang bisa terjadi.
Termasuk ternodanya dirinya.
Melihat Hinata yang ingin menolak, membuat Sasuke sedikit kelabakan. "e-eh! Kau tenang saja hime... nanti malam, aku akan menginap dirumah sakit... ada beberapa hal yang harus ku urus... jadi kau bisa tidur dirangjangku dengan tenang!" Sasuke tidak berbohong. Karena surat pengunduran dirinya beberapa hari yang lalu... membuat Sasuke harus mengurus pencabutannya dan meminta maaf secara langsung pada atasannya.
Tujuan Sasuke sebenarnya adalah agar Hinata bisa meninggalkan jejak bau di bantal dan selimutnya. Hanya itu,,... tidak lebih.
"Aku Janji tidak akan terjadi apapun padamu!" lanjutnya lagi.
Setelah Hinata menimbang-nimbang, sepertinya akan aman-aman saja nanti malam. Akhirnya Hinata pasrah... mengangguk dengan kaku dengan ketidakyakinan. Tidak apa-apa... diam-diam juga Hinata ingin sekali tidur dengan dikelilingi aroma Sasuke dari ranjangnya. Tapi tentu saja Hinata terlalu malu untuk mengakui itu.
"U-Uchiha-kun" keduanya membeku. Hinata yang baru keluar kamar mandi dan hanya mengenakan kaos yang dipinjamnya dari Sasuke, sedikit terkejut saat mendapati Sasuke berada dikamar. Bukankah Sasuke sudah berangkat ke rumah sakit sekitar 30 menit yang lalu? Lalu kenapa dia ada disini?
Advertisement
Sama seperti Hinata, Sasuke ikut terkejut saat melihat Hinata yang muncul dengan penampilan yang menggiurkan. Sasuke tadinya sudah sampai rumah sakit, namun karena ada beberapa berkas yang tertinggal membuat Sasuke memilih untuk kembali ke apartemennya. Niat Sasuke itu hanya mengambil berkas di laci kamarnya lalu kemudian pergi lagi kerumah sakit, mengingat atasannya sedang menunggunya.
Tapi, sepertinya rencana kembali kerumah sakit harus Sasuke urungkan. Maaf untuk atasannya yang akan menungguinya sampai pagi.... Karena disini, ada pasien yang harus Sasuke segera tangani.
Lagi, mata onyx itu dengan tidak sopannya memandang tanpa berkedip penampilan Hinata. Hinata yang baru mandi, dengan rambut halusnya yang masih basah, tetesan-tetesan air yang mengalir di leher jenjangnya, aroma yang tercium hingga hidungnya, kaosnya yang kebesaran di tubuh mungil Hinata, dan kaki putih mulus telanjangnya.
Sasuke bertanya-tanya, mana yang lebih licin? Kulit tomat kualitas terbaik atau betis dan paha Hinata?
Eh tunggu dulu? Kenapa Hinata tidak menggunakan training yang sudah disiapkannya?
"Ka-kau tidak menggunakan celana?" pertanyaan bodoh Sasuke yang membuat Hinata langsung memerah, pasalnya celana training yang disediakan Sasuke sangat kebesaran untuknya. Di dukung dengan baju Sasuke yang menutupi hingga setengah pahanya, jadilah Hinata memilih untuk tidak menggunakan celana. Toh mutiaranya tetap tertutupi oleh baju Sasuke.
"kau berniat menggodaku?" pandangan nakal Sasuke membuat Hinata menangkap sinyal bahaya, dirinya yang sudah kepayang malu, langsung kembali ke kamar mandi dan segera mengunci pintunya.
Sasuke menggeram, dirinya merasa tertolak.
Tanpa basa-basi, Sasuke berjalan ke arah pintu kamar mandi, lalu menggedor pintu dengan tidak sabaran. " Hinata.,.... Buka pintunya, Aku mohon...." Suara Sasuke dibuat sesedih mungkin. Lagi, Sasuke berakting melankolis. Tentu, Sasuke belum puas memandangi penampilan menggoda Hinata.
Hinata yang baik hati pastinya tidak akan tega membiarkan Sasuke bersedih.
"Ti-tidak mau!" jawaban yang membuat mata onyx membola.
Sasuke mendesah kecewa. Sasuke benar-benar tertolak.
"Ke-kenapa Uchiha-kun ke-kembali?!" mendengarnya membuat Sasuke menggaruk pipinya yang tidak gatal. Memikirkan bagaimana membuat seekor kelinci keluar dari lubang persembunyiannya
"Ada berkas yang tertinggal...." Hening, tidak ada jawaban dari Hinata dari dalam kamar mandi. Sasuke melirik kearah celana training yang masih terkapar di atas kasurnya. Sedikit berdebat dengan pemikiran liarnya, namun pada akhirnya Sasuke mengambil satu keputusan.
"kalau begitu, aku kembali kerumah sakit..... jangan lupa untuk mengunci pintu depan ya... dan jangan tidur terlalu malam!"
"i-iya" cicitan Hinata membuat Sasuke tersenyum, bisa dibayangkan bagaimana wajah Hinata sekarang. Pasti memerah seperti tomat kesukaannya. Mengingatnya membuat Sasuke lagi-lagi berhasrat.
"Kau yakin tidak mau keluar?" Sasuke masih berusaha, namun saat dari dalam tak ada jawaban sama sekali, membuat Sasuke mendesah. Sepertinya dia harus menyerah sekarang. "haaaahhh.... Baiklah Hinata, aku pergi"
Hinata mendengar suara langkah kaki yang menjauh, lalu berdiam selang beberapa menit. Saat tak ada suara apapun lagi, Hinata membuka pintu secara perlahan. Celingak-celinguk di kamar milik Sasuke. Sasuke telah meninggalkannya.
Hinata tersenyum tipis.
Huuuft... untung saja.
Hinata berjalan menuju ranjang dengan tenang, hingga sampai beberapa sentimeter di depan ranjang, Hinata merasakan sebuah tarikan dan dorongan dari belakangnya.
Mata amethisnya membola. Melihat Sasuke yang sekarang mengurungnya di dinding. Sasuke menipunya! Entah bagaimana, sepertinya Sasuke tadi sembunyi di tempat yang tidak dilihat Hinata. "U-Uchiha-kun?!" bahu Hinata bergetar, dan itu justru membuat Sasuke semakin bergejolak.
Terimakasih kepada otak pintarnya yang berhasil mengelabui Hinata. Menyerah? Keh! Hal seperti ini adalah kesempatan langka! Mana mungkin Sasuke akan melewatkannya secara cuma-cuma.
"ya?" suara Sasuke sedikit berat, membuat Hinata agak was-was.
"Ka-kau belum berangkat?" mata amethis itu bergerak kekanan kekiri, berusaha lari dari pandangan intens onyx di depannya. Bagaimana Hinata harus mengatakannya? Eum... pandangan Sasuke terlihat seperti singa yang kelaparan? Dan Hinata berasa ditelanjangi dengan pandangan seperti itu.
"Baumu seperti bauku" bukannya menjawab pertanyaan Hinata, Sasuke malah membuat pernyataan yang membuat Hinata memerah menahan malu. Tentu saja baunya mirip, Hinata kan menggunakan sampo dan sabun milik Sasuke. lagi, mata Sasuke menjelajah keseluruh tubuh Hinata. Hinata terlihat sexy dan imut secara bersamaan. Dan pasti akan terlihat semakin imut jika ada beberapa jejak merah disana. Memikirkannya, membuat bibir Sasuke tertarik satu. "Hinata..... aku sudah tidak bisa menahannya" suara berat Sasuke membuat wajah Hinata panas dan memerah sempurna. Hinata semakin gelagapan. Tentu, Hinata sangat mengerti apa yang dimaksud oleh calon suaminya ini.
"Ru-rumah sakit! Ba-bagaimana dengan ru-rumah sakit?" Hinata bertanya sambil berkelit...bukankah Sasuke bilang jika ada beberapa hal yang harus diurus dirumah sakit?
"Sekarang ini lebih penting daripada rumah sakit" Hinata membeku, tangannya yang sedang mendorong dada Sasuke, berubah menjadi meremas kemeja Sasuke. Hinata malu... tentu saja. Sasuke mengambil beberapa rambut Hinata, lalu menciumnya sambil tak melepas pandangannya dari wajah Hinata. "sekarang ini, ada pasien yang harus segera di operasi" bisik Sasuke melanjutkan. Hinata bisa merasakan nafas panas di area telingannya.
"Ja-janjimu, Uchiha-kun.... Ba-bagaimana dengan jan-janjimu?" Hinata masih berusaha mendorong Sasuke yang wajahnya mulai merengsek kearah lehernya. Gerakan Sasuke terhenti saat mendengar ucapan Hinata. Janji? Yah... Sasuke berjanji jika malam ini tidak akan terjadi apapun dan Hinata bisa tidur dengan tenang.
Tapi.,... hei! jangan salahkan Sasuke, Hinatalah yang menggodanya dengan menggunakan kaos biru dongkernya! Apakah Hinata tidak tau?
Melihat wanita yang dicintai sedang mengenakan baju kebesaran milik sang pria tanpa menggunakan celana ataupun dalaman adalah impian semua pria di muka bumi ini.
Sasuke memilih mengabaikan ucapan Hinata.
Sasuke mulai terbakar, biarkan saja... toh mereka berdua akan menikah nantinya.
"Janji ya?" Sasuke diam berfikir, mencoba mencari-cari alasan. "Hinata, dengar.... Manusia hanya bisa merencanakan, namun semua kembali lagi pada keputusan kami-sama" mata amethis Hinata membola, Sasuke berkelik dari janji yang dibuatnya sendiri.
"lagipula Hinata..... laki-laki brengsek tak akan mungkin menepati janjinya...."
"A-ap- Euhmpphhh" ucapan Hinata terhenti oleh sambaran Sasuke, percakapan yang ditutup dengan lumatan panas dan dilanjut dengan hal yang tak pernah Hinata duga sebelumnya.
Sasuke terpana, melihat mempelainya berjalan dan digandeng oleh Hiashi -calon mertua, membuat Sasuke tak pernah menyesal telah dilahirkan.
Meski ditutup dengan tudung semi-transparan, Sasuke tetap dapat melihat bagaimana cantiknya wanita yang beberapa menit lagi akan menjadi istri sahnya.
"Tolong jaga dan bahagiakan putriku" Sasuke mengangguk yakin, membuat Hiashi merasa tenang untuk menyerahkan putrinya pada pria lain. Hal yang paling Hiashi syukuri adalah Hinata tidak dilangkahi oleh adiknya. Adiknya masih menunggu beberapa minggu lagi untuk menjadi seorang Sarutobi.
Setelah tangan Hinata berganti alih menggandeng lengan Sasuke, saat itulah Hiashi berjalan mundur dan bergabung dengan keluarga Uchiha di deretan depan. Hiashi bisa melihat ibu Sasuke sedang menangis tersedu-sedu dengan senyuman yang tak pernah luntur. Syukurlah jika putrinya bisa diterima oleh sang besan.
Meski Hiashi sendiri masih bersedih karena Hinata akan tinggal dengan sang suami di Tokyo.
...
"Ya, Saya bersedia" Ucap Hinata membalas janji suci. Sasuke tersenyum, menatap Hinata yang wajahnya masih tertutup tudung.
Setelahnya, sang penghulu menyatakan untuk saling mencium satu sama lain. Sasuke membuka tudung wajah Hinata, lalu berhenti saat tudung itu setengah terbuka. Sasuke sedikit membeku, lalu menutup kembali tudungnya. Hinata sendiri terkejut saat Sasuke menutup kembali tudungnya dan malah menarik pundaknya dan menciumnya tepat di keningnya. Bibir Sasuke dan kening Hinata masih terhalangi oleh tudung, meski begitu Sasuke tetap tersenyum bangga.
Acara cium-mencium itu membuat para tamu undangan bertanya-tanya. Apa yang terjadi? Kenapa sang mempelai pria tak mau mencium pengantinnya tepat dibibir? Banyak spekulasi berdatang... dan bisik-bisik mulai terdengar.
Sasuke tak peduli pandangan orang, biarkan saja mereka asik dengan pemikirannya masing-masing, sedangkan Sasuke... disini asik untuk menggoda sang istri.
"U-Uchiha-kun?" wajahnya mendongkak, menatap wajah samar-samar Sasuke dari baling tudungnya. Sama seperti para tamu, Hinata juga mempertanyakan tindakan Sasuke itu.
Sasuke mendekatkan dirinya pada Hinata, lalu berbisik tepat di depan wajah istrinya.
"Maaf Hinata..... saat membuka setengah tudungmu, ada sesuatu yang bergejolak dalam dadaku, aku tak tau apakah aku bisa mengontrolnya jika membuka penuh tudungmu"
"A-apa?"
"aku takut menggagahimu di kuil dan di depan para tamu" bisiknya lanjut, membuat ametis Hinata membola sempurna. ".... Simpan saja wajah cantik mu untuk malam pertama kita! dan aku akan mengajarkanmu bagaimana caranya menunggangi kuda dengan benar" lanjutnya lagi.
Advertisement
- In Serial696 Chapters
The Demon’s Bride
*Slow Burn Historical Fantasy Novel*
8 181 - In Serial8 Chapters
Transnational romance-Rainbow's adventure in Thailand
Rainbow, a Chinese girl , went to work in City S where her parents are located after graduation. Her work and life were plain and simple. Until the company sent her to work in Thailand, everything changed. Her life became colorful, especially when she met him in Bangkok who was two years younger than her, Mike, handsome and cool.Mike, a Chinese-Thai mixed race, working hard for his dream in Bangkok. He done several jobs, not only a band guitarist, but also a waiter for various shops such as a musical instrument shop, and also a photographer and designer. He arranged his life to the full.The two met unexpectedly in a mall in Thailand, blaming each other, making fun of each other...but then they met each other inadvertently and entangled each other. They both have grown to loving and supporting each other, everything goes smoothly. Until "he" and "she" appears, how will they choose? Will they become each other's past or each other's end on the journey of life?
8 135 - In Serial7 Chapters
I Dream of Spiders
The move to the remote town of Quarry Hill, Pennsylvania was supposed to help Griffin McGuire start over and forget the two people who betrayed him. As a paramedic at the local hospital, he would still have to interact with people, but the rest of the time he could hole himself away in the secluded cabin he was renting. It was perfect. For the first time in over a year, he felt like he could finally breathe. That was until he met her. A woman who doesn’t know her own name or why she was covered in blood and standing in the middle of the road when he found her. Griffin knows he should contact the police, but something is preventing him from going to the authorities. It doesn’t take long for him to realize that he was correct in trusting his instincts. Every time she falls asleep, she dreams and another memory is unlocked. Memories that are horrific and make him want to protect and hide her from the world.
8 176 - In Serial18 Chapters
Crossing Boundaries| Bellamy Blake
When she was little, people told her stories about how fire fell from the sky destroying everything and everyone on Earth. And up from the ground, a new world was created. One, in which, her people thrived in.Until one day, something fell from the sky again, landing in her clan's territory. Expect it wasn't fire, like the stories she grew up with, people feel from the sky, and they believed they knew everything about this world.Little do they know that her people are here on Earth, and they will not show mercy on the Sky People. And without her help, they won't survive. Season 1| The 100Book 1BellamyxOCmature content and graphic imagesAlso: book 2 is up and it's called Meeting Halfway!!
8 192 - In Serial31 Chapters
Collateral Damage
Alexander Sullivan is the CEO of a financing company, who despite his better judgment, lends out a considerable sum to a desperate man. Sure enough the man is injured, and with no assets, and no property offers up his only daughter as collateral. Alexander is hesitant to take her, not wanting to be apart of such a shady arrangement. He offers a new contract, giving her time to pay her fathers debts off. However, he finds himself attached to her, and wanting to stake his claim more than he thought he would.
8 126 - In Serial81 Chapters
Memoirs of A Healer/Clinical Social Worker: Autobiography of Bruce Whealton
A loving spouse. A healer. How does this person cope with evil villains willing to destroy everything? They convicted the victim... now how does the victim goes on with life as a healer?As the book opens, I was in a psychiatric hospital following a suicide attempt in December 2019. What starts as a simple conversation with another patient changed my life. Most of the rest of the book tells the reader how I got to this point. I experienced profound injustice between 2004 and 2006. By opening with a story about suicide, I want the reader to understand that the injustice was not just something that happened long ago.This book is an account of all the accomplishments and successes that I had in overcoming tremendous odds and challenges. Growing up, I was paralyzed by shyness and lacked social skills, and so the idea of becoming a psychotherapist never occurred to me when I went off to college. I learned that I could overcome those limitations. I wanted to bring that hope and healing to others. Activities like that make life meaningful and bring me joy. The reasons why I was suicidal in 2019 were set in motion in 2000 when a meteor would come crashing down upon the life that I had built leaving me powerless to do anything other than watching everything burn to ashes - the home that I had, the life I had known, the love I had, my career, everything would disappear almost as if it never existed. In that one the year 2000, I could not imagine things could get any worse. But the nightmare would continue for the next few years... culminating in a suicide attempt in 2019. Now, I am connecting with others, building relationships, and finding a reason to live again. I am writing my own story of my life. I will fight against the injustice of the past and offer my gifts to the world. I have so much to offer. I have quite a story to tell. I hope you will help me to move on with my life.
8 128

