《-LUCKY BASTARD-》-REJECT-

Advertisement

Masashi Kishimoto

Lavendark

Hurt, Romance, Drama

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Kau gila ya Sasuke?" aku memutar bola mata sedikit bosan. Aku hanya tau dia akan bereaksi seperti ini. Tentu saja, ini jam dua pagi dan aku mengejutkan aniki ku dengan mengatakan jika aku akan menikah dua minggu lagi.

"terserah kau mau mengatakan apa.. tolong kabarkan tousan dan kaasan, aku tidak mungkin menelfon mereka di pagi buta seperti ini" aku mendengar geraman marah disebrang telfon, aku sudah membayangkan bagaimana wajah bantalnya saat marah.

"Sialan! Aku ini kakakmu bodoh! Kau juga jangan menelfonku pagi buta seperti ini. Dan lagi apa itu! menikah?? Kau mau menikahi siapa?? Jika kau ingin membangunkanku dengan bercanda seperti ini, maka selamat! Kau berhasil membuat bola mataku hampir keluar" Itachi dan segala kecerewetannya. Kapan aku pernah bercanda? Dia seperti tidak mengenal adiknya yang cool ini.

"aku menelfonmu karena ini penting, Namanya Hyuuga Hinata. Sekarang aku sedang menginap di rumahnya. Kabari Tousan dan kaasan, aku tidak mau mereka terkejut nantinya"

"mereka pasti akan terkejut bodoh!"

"baiklah aku tutup"

"apa? Hei tung-" dan aku menutupnya. Aku tidak mau berlama lama mendengarkan ocehan aniki pada pukul dua pagi. Aku juga butuh tidur. Meski kenyataannya ini sulit untukku. Tentu saja... siapa yang bisa tidur setelah mendapat persetujuan dari ayah mertua dengan sangat mudahnya??

Niat hati ingin mengunjungi Hinata, tapi malah bisa menikahinya,.... Tentu saja aku senang. Ini lebih dari yang aku bayangkan.

Sejujurnya, aku cukup tegang saat ingin meminang putrinya. Paman hiashi menyerahkan keputusannya pada Hinata. Dan Hinata? Oh ayolah.... Aku ini si brengsek beruntung yang dicintai oleh Hyuuga Hinata. Tentu saja dia mengangguk dengan pipi meronanya. Saat itu rasanya aku ingin menggigit pipinya, terlihat seperti tomat. Tapi aku menahannya... tidak baik memberikan kesan pertama yang buruk pada ayah mertua.

Dan bagaimana jawaban paman hiashi saat melihat putrinya mengangguk malu? Oh... dia juga turut senang, putri bungsunya tidak akan melangkahi Hinata. Dan aku? Hanya bisa mengepalkan tangan untuk menahan diriku agar tidak berteriak. Ini agak berbanding terbalik dengan dugaanku, aku sangat takut jika Hyuuga hiashi mengetahui masa kelam aku dan Hinata. Jujur itu membuatku sangat kepikiran. Aku tidak menyangka, Hinata benar-benar memendam semuanya sendiri.... Rasa bersalah? Itu masih ada... aku akan membawa rasa bersalahku sampai mati, mengingatkan aku untuk selalu membuat Hinata tersenyum dan bahagia. Kami-sama terlalu baik padaku, aku mendapatkan segalanya...... karir dan cinta... semua sesuai dengan keinginanku.

Aku memilih berjalan-jalan di kediaman Hyuuga. Aku tidak bisa tidur, membayangkan esok hari sarapan bersama Hinata sudah membuatku amat sangat bersemangat. Hanya tinggal menghitung jam.

Aku mengamati rumah kediaman calon mertuaku. Rumah ini sangat sederhana dan masih kental akan budaya jepang. Lantainya masih terbuat dari kayu, gaya rumahnya seperti rumah panggung, dan pintu-pintu juga masih berjenis shoji. Bahkan dibelakang rumah juga ditanami sebuah pohon Sakura yang besar, ada beberapa kebun bunga juga. Katanya, Hinata lah yang merawat taman dirumah ini. Memasak, bersih-bersih, dan urusan merawat rumah dilakukan oleh Hinata.

Bukankah dia adalah istri idaman?

Langkahku terhenti, pintu berwarna lavender dengan tulisan 'Hyuuga Hinata' yang menggantung di tengahnya membuatku sedikit mematung. Sudah jelas sekali jika pujaan hatiku sedang tidur di balik pintu ini. Aku sedikit penasaran bagaimana kamar Hinata. Apakah Hinata memajang fotoku di mejanya? Ah bodoh... itu mana mungkin, dulu kami tidak pernah berfoto Bersama... dan sekarang bahkan aku baru resmi menjadi kekasihnya sore tadi. Jadi mana mungkin Hinata memajang fotoku.

Aku sedikit menggeser pintu shoji itu, mataku terbelalak,...

Tidak dikunci.

Bolehkah aku masuk? Ah! Itu tidak baik. Tapi.... Bukankah aku sudah brengsek sedari awal? Jadi tidak apa-apa kan? Benar sekali.. tidak apa-apa.. inilah yang dilakukan laki-laki brengsek... lagipula, sebentar lagi kami juga akan menikah. Anggap saja ini simulasi.

Sedikit perang batin yang akhirnya dimenangkan oleh sisi keliaranku. Dan disanalah putri tidurku, posisi tenang dan sangat anggun. Aku berjalan mengendap-ngendap... oh aku terlihat seperti pencuri..... kemudian aku memandangnya. Sebelum benar-benar memandangnya, aku menyempatkan melirik mejanya, dan benar saja... tidak ada foto diriku, hanya ada fotonya dengan sang ayah, aku lega tidak ada foto laki-laki lain disana. Aku kembali lagi menatap Hyuuga Hinata yang tertidur. Memandangnya dari bagian perut yang tak tertutupi selimut. Baju tidurnya sama sekali tidak seksi, namun terkesan imut. Lihat saja motif kelincinya..... Mataku berpindah pada bagian atas, dan saat itu aku meneguk ludahku dengan kasar.

Advertisement

Apa Hinata sengaja? Kenapa kancing atasnya harus dibuka dan memperlihatkan belahan dada? Bukankah ini musim dingin? Apa dia tidak kedinginan? Sambil memikirkannya tanganku reflek menaikan selimutnya sampai batas dagu. Dan pandanganku sedikit tercuri pada bibirnya. Aku berusaha menelisik seluruh wajahnya.

Bulu mata lentik, hidung mungil dan mancung, bibir tipis tapi terkesan penuh, dan pipi gembil yang merona. Siapa yang bisa menolak pahatan tuhan yang satu ini? Sungguh gila saat aku mengingat bagaimana dulu aku mengabaikan Hinata. Ah jadi ini yang disebut dengan cantik itu relative?

Perempuan akan terlihat cantik saat seorang lelaki jatuh cinta padanya. Dan sekarang terjadi padaku.

Bibirnya. Kapan aku bisa mendapatkan ciumanku? Ini parah untukku, disaat teman-teman pria ku sudah banyak bercumbu dan bercinta.... Dan aku, diumur yang sangat matang ini masih saja perawan, bukan hanya raga.. tapi bibirku juga!

Bagaimana dengan Hinata? Apa bibirnya juga masih perawan? Atau sudah pernah ada yang mencicipinya? Memikirkannya membuat hatiku kesal.

Kapan lagi aku bisa dapatkan ciumanku? Tentu saja sekarang adalah kesempatanku mendapatkan apa yang sudah aku tahan selama ini.

Ciumanku. Jika ini yang pertama untuk Hinata... maka aku benar benar si brengsek yang sangat beruntung.... Tapi jika bukan, maka aku....

Yah, tetaplah si brengsek yang beruntung.

Tapi, bukankah terlihat mesum dan tidak sopan jika aku mencuri ciuman saat dia tidur?

Ah tidak apa-apa... aku kan lelaki brengsek.... Jadi kupikir kami-sama juga akan memakluminya.

Aku memajukan wajahku, semakin dekat semakin pula aku bisa mendengar nafasnya yang teratur... ketika hembusan nafas itu mengenai hidungku... aku benar-benar dibuat terbuai dan malu disaat yang bersamaan.

Manis. Bibirnya terasa manis di bibirku... aku menjilati bagian bawah bibirnya, dan semakin terbuai.... Saat aku berusaha memasukkan lidahku, saat itu aku mendengar lenguhan dan pergerakan terkejut.

Mataku terbelalak... saat aku menjauhkan badanku, saat itu aku melihat mata lavender yang membulat.

"U-Uchiha-kun?" ucapnya sambil memegang bibir yang sedikit membengkak itu. benar! Aku sempat menggigitnya. Jangan salahkan aku, sudah kubilang aku ini brengsek. Lagipula, siapa yang bisa menolak sensasi manis dan kenyal dari bibirnya?

"Hi-Hinata" aku sedikit memalingkan wajahku, aku malu! Tentu saja... tertangkap basah sedang menciumi calon istri itu terlihat sangat mesum. Entahlah... ini seperti bukan diriku saja.

PLAK! Suara tamparan yang cukup keras. Membuat mataku sedikit terbelalak. "Hi-Hinata?" aku mengulangi memanggil Namanya lagi. Apa yang dilakukan Hinata? Kenapa dia menampar dirinya sendiri?

"sa-sakit! Ini nyata....." aku mendengarnya sedikit bergumam. Jadi dia pikir ini mimpi? Ah polos sekali.... Membuat pipiku jadi ikut memerah. "A-apa yang U-Uchiha-kun lakukan di-disini?!" aku menahan senyum saat dirinya gelagapan panik sambil menutupi tubuhnya dengan selimut. Ah maaf saja Hinata.... Kau terlambat. Aku sudah melihat belahan dadamu.

"aku tidak bisa tidur...." Aku menjawab seadanya. Lalu aku melihat dirinya mengernyit. Yah! Alasan tidak bisa tidur, tidak menjelaskan kenapa aku ada disini. "aku berjalan-jalan dan menemukan kamarmu.... Tidak dikunci, aku hanya ingin tau bagaimana kau tidur. Aku masuk dan tiba-tiba membayangkan bagaimana jika kita sudah menikah nanti.." ucapanku berhenti saat melihat Hinata menunduk dan merona parah. Meski remang-remang, warna merah itu tetaplah terlihat jelas. ".... Lalu kupikir, aku harus belajar bagaimana caranya berciuman. Kau tau, ini adalah ciuman pertamaku. Em.... Anggap saja pemanasan dan latihan sebelum malam pertama kita nanti" ini memalukan.... Ucapanku benar-benar terdengar sangat mesum. Tapi ini adalah alasan yang masuk akal. Aku tidak mungkin bilang kan kalau aku menciumnya karena sudah terlanjur nafsu? Aku tidak mau dicap amat sangat mesum.

Hening dan canggung. Butuh beberapa menit saat Hinata harus membuka mulutnya lagi.

"i-ini juga ya-yang pertama un-untuku" lihatkan? Aku benar-benar si brengsek yang beruntung.

Diberi hati, meminta jantung. Itulah yang sekarang aku rasakan. Ketika Hinata tidak marah saat ku cium.... Entah kenapa, tidur dengannya malam ini menjadi opsi yang berputar dalam otakku. Hinata itu cenderung penurut, tidur sambil berpelukan bukanlah hal yang akan ditolaknya. Tidak apa-apakan? Aku ini brengsek.... Pasti bisa dimaklumi, lagi pula kami akan menikah dalam hitungan minggu.

Advertisement

"em... Hi-Hinata, bisakah aku tidur denganmu malam ini? Aku masih merindukanmu" dan gelengan keras Hinata adalah hal yang tidak pernah aku bayangkan.

"Ti-tidak!" ucapnya tanpa berfikir dua kali.

Ah, sial. Dia menolaknya

.

.

.

...

.

.

.

Aku memperhatikan Hinata yang sedang mencuci piring seusai sarapan. Rumah disini benar-benat hangat, yah,... meski hanya ada aku, paman hiashi dan Hinata. Paman hiashi sudah pergi entah kemana. Dan Hinata? Ah dia adalah seorang penulis lepasan... jadi pastinya hanya tinggal dirumah saja. sedih rasanya saat mengingat sore ini aku akan kembali ke Konoha.

Sangat sulit meminta cuti yang lama saat kau berprofesi sebagai dokter. "ah ya Hinata... aku ingin jalan-jalan disini, nanti sore aku sudah harus kembali" aku melihat Hinata menoleh, lalu mengangguk. Benar-benar gadis penurut. Mendapat respon seperti itu, membuatku berjalan kearahnya... saat aku berjalan, pipinya otomatis memerah dan itu membuatku menjadi seperti laki-laki yang paling tampan dan paling dicintai di dunia ini.

"Aku ingin kau memakai ini, seharian ini" aku melihat Hinata sedikit terkejut saat kusodorkan sebuah pakaian.

"i-inikan..." ya, ini adalah jaket yang pernah kuberikan pada Hinata di hari kami putus. Jaket ini yang selalu menemaniku dalam kerinduanku pada Hinata. "ke-kenapa? Ini kan ja-jaket laki-laki" mungkin Hinata merasa tidak enak ketika melihat aku mengernyit.

"untuk mengisi batrai" ucapku yang makin tidak dimengerti Hinata. Ya! Ini untuk mengisi persediaan. Aku ingin Hinata meninggalkan baunya dijaket ku... jadi saat aku pulang kekonoha nanti, aku bisa memeluk sesuka hati bau Hinata saat aku rindu dengannya. Memangsih mungkin hanya beberapa hari saja kami akan terpisah... karena sebentar lagi akan menikah. Tapi, kupikir sekarang aku tidak bisa lagi hidup sehari saja tanpa Hinata. Saat Hinata membuka mulutnya... saat itu telfonku berdering.

"ah, nanti kita lanjutkan... pakai dari sekarang yaaa" aku menjauh sambil mengeluarkan ponselku dari kantung celanaku, sedikit melirik Hinata dan aku tersenyum.. dia begitu penurut.... Tanpa tahu apapun... dirinya tetap melakukan apa yang aku minta. Lihat! Jaketnya sudah menutupi badannya. Hah... ini sudah berapa tahun terlewat? Tapi jaketku masih saja kebesaran untuknya... menambah kesan imut pada dirinya. Aku benar-benar ingin menggigitnya.

Aku mengernyit ketika melihat nama yang tertera dalam ponselku. Kaasan? Ah sepertinya aku tau topik apa yang akan dibicarakannya.

Dan saat aku mengangkat telfon, lengkingan keras hampir merusak telingaku.

"Kau tau betapa kagetnya kaasan saat Itachi memberitaukannya??! Apa yang kau lakukan Sasuke-kun?! Kau menghamili seorang gadis ya?!" aku berdecih dengan pemikiran dangkal kaasanku. Menghamili gadis? Ah yang benar saja! berciuman saja baru tadi malam... bagaimana bisa aku yang masih suci ini melakukan hal itu?

"tentu saja tidak!" lalu aku mendengar helaan nafas kaasan yang lega. "bagaimana dengan tousan?" benar, dibanding dengan kaasan,... aku lebih takut dengan tousan. Dia itu sedikit pemarah.

"dia sempat tersedak dan melotot" aku menghela nafas mendengarnya. Bagus Sasuke... setelah ini kau akan dapat siraman horani gratis. "Sasuke... kaasan terkejut. Kau serius? Bagaimana bisa akan secepat ini? Apa kau tidak tau bagaimana sulitnya mempersiapkan pernikahan?"

"Hn.. aku serius kaasan, dia mantan pacarku. Kami bertemu kemarin,... lalu aku mengajaknya menikah" lagi. Gendang telingaku hampir pecah saat mendengar pekikan kaasan. "jangan khawatir tentang persiapan pernikahannya. Hinata itu perempuan yang sederhana.... pernikahan tidak perlu mewa" Yang penting,.... Aku bisa mengikatnya' lanjutku dalam hati.

"jadi namanya Hinata?" aku menjawab sembari mengangguk. "yasudah terserahmu saja... kau atur pertemuan orang tua,.. secepatnya! Kaasan akan membatu pernikahan kalian. Kaasan cukup berpengalaman saat pernikahaan kakakmu." Lagi, aku hanya mengangguk dan menjawab iya. "oh iya! Kirimkan foto Hinata-chan yaaa"

"baiklah kaasan.... Terimakasih. Masalah detail lokasi, konsep dan sebagainya... aku sudah membicaraknnya dengan ayahnya Hinata. Aku akan menjelaskannya saat pulang nanti" benar... paman hiashi hanya meminta pernikahan diadakan di sini dengan kimono sebagai pakaian pernikahannya.

.

.

.

...

.

.

.

Memeluk Hinata menjadi salah satu hal yang paling aku favoritkan mulai saat ini. Kami sudah di bandara, saatnya aku berpisah dengannya. Sudah sekitar tujuh menit kami saling berpelukan, Hinata sudah tiga kali memanggil namaku memastikan agar aku melepaskan pelukannya. Rasanya aku ingin terlambat pesawat saja.... entahlah... berpelukan dengan Hinata membuatku sedikit tuli.

"U-Uchiha-kun!" saat nadanya mulai naik, barulah aku melepas pelukanku.

"terimakasih jaketnya, Hinata" Hinata hanya mengangguk tidak mengerti saat aku mengangkat jaketku. Dia pasti bingung. Biarlah... wajah bingungnya sangat menggemaskan. Aku menyukainya.

"aku akan membawa keluargaku kesini seminggu lagi ya, setelah itu seminggu kemudian kita akan menikah" Hinata hanya tersenyum. Baiklah... aku sudah mengucapkan itu tiga kali. Aku hanya memastikan saja.... kalau kami akan benar-benar menikah.

"a-aku ingin sekali ikut,.... Ta-tapi, Hanabi sedang pergi dan ada beberapa hal yang harus ku urus" benar. Aku juga sangat ingin Hinata ikut... menginap di apartemenku bukanlah hal yang buruk. Itu akan menyenangkan. Aku mengangguk maklum dan tersenyum padanya.

Melihatku tersenyum, lagi-lagi pipinya merona. Ah sial! Aku benar-benar ingin menculiknya dan membawanya pulang ke apartemenku.

"Ka-kau harus menjaga ke-kesahatanmu, Uchiha-kun" aku melihatnya gugup, bahkan gerakan tangannya yang mengusap lenganku terkesan sangat kaku, dia terlihat ragu-ragu. Ah aku mengerti bagaimana di posisinya.... Dia hanya malu. Mengingat bagaimana dulu aku sangat marah saat dirinya menyentuhku.

Mengingatnya membuatku sedikit menyendu. Aku benar-benar beruntung dicintai oleh Hinata. Dan aku, akan memberikan segalanya mulai saat ini.

"tentu saja.... aku ini seorang dokter, Hinata" lagi lagi Hinata hanya menunduk malu. "aku benar-benar ingin disini lebih lama.... Hn, apa aku bolos kerja saja?" aku melihat matanya melebar. Bagus, Hinata tidak akan menyutujuinya.... Oh ayolah... aku dokter yang cukup berbakat, kurasa mereka akan memaklumiku saat aku bolos beberapa hari saja. dan saat suara bagian informasi mengingatkan tentang jadwal penerbangan... saat itu, aku harus pergi dan akan sangat merindukan Hinata. Padahal aku berharap ada ciuman perpisahan,... tapi, mengingat respon Hinata tadi malam membuatku mengurungkan niat baikku.

Aku harus bersabar... ingat, hanya 14 hari lagi dan Hinata benar-benar menjadi seorang Uchiha.

.

.

.

...

.

.

.

"sepertinya liburanmu menyenangkan.... Kau terlihat berbeda, Sasuke-kun" aku sedikit mengabaikannya, aku masih sibuk untuk membereskan beberapa perlengkapan operasi. Saat aku selesai, aku memandang Sakura, lalu sedikit tersenyum tipis. Sudah lama sekali aku tidak tersenyum padanya.... Entahlah, aku masih menganggap Sakura sebagai sahabatku... dan sekarang, aku sangat ingin menceritakan bagaimana bahagianya diriku.

"kau benar..... liburanku sangat menyenangkan" aku sedikit menyesalinya. Menyesal karena liburanku hanya berlangsung tiga hari saja.

"memangnya kau pergi kemana?" aku sudah berjalan untuk menuju keruanganku, dan Sakura mengikutiku dari belakang. Yah.... Sudah lama aku dan Sakura tidak mengobrol santai. Ditinggal oleh Hinata membuatku menjadi pribadi yang dingin dan pemurung.

"Amegakure" aku menjawabnya singkat "Aku menemui Hinata disana" jawaban terakhirku membuat langkah Sakura berhenti. Aku juga ikut berhenti, lalu berbalik memandangnya. Wajahnya terlihat jelas sekali sangat sedih, canggung dan sendu.

"ka-kau masih mencintainya?" aku melihat Sakura menunduk, seperti tidak mau memandangku.

"Selamanya Sakura.... Kurasa aku mencintainya selamanya" aku melirik kepalan tangannya yang menguat. "kami akan menikah dua minggu lagi" dan saat itu aku melihat Sakura yang memandangku terkejut. Aku harus mengatakannya, aku tau Sakura masih memendam rasa padaku,... dan akan sangat jahat ketika aku merahasiakannya dari Sakura.

"se-sejak kapan?" aku mengerti pertanyaan Sakura. Sejak kapan aku dan Hinata menjalin hubungan. Memang terdengar aneh, jika kami baru bertemu lalu menikah... pasti Sakura berfikir kami sudah lama berpacaran lagi tanpa sepengetahuannya. Salah paham. Itu sudah biasa dalam komunikasi.

"sejak dua hari yang lalu. Bukankah aku sangat beruntung Sakura..??" aku tersenyum pada Sakura... senyum sedih... menampakan wajah penyesalanku untuk seorang Hyuuga Hinata, bagaimana diriku yang mengabaikannya dulu. "aku bertemu dengannya dua hari yang lalu... dibanding berpacaran... aku ingin Hinata menjadi istriku. Kau tau... berpacaran hanya membuatku takut tak bisa mengikat dan memilikinya seutuhnya."

"A-ah ya! Ka-kalau begitu... selamat atas pernikahanmu na-nanti" aku bisa melihat matanya yang mulai berair. Dan senyumannya yang sangat dipaksakan. Aku hanya diam mencoba untuk tak acuh. Terlalu peduli padanya hanya akan membuatnya lebih sakit hati.

"Ya, terimakasih" aku hanya berusaha menjadi tegas disini. Aku berbalik dan berjalan menjauh... kurasa seharusnya Sakura mengerti. Kami tidak akan bisa Bersama.

.

.

.

"Dokter Sasuke" aku menoleh saat seorang perawat mendatangiku. Ada apa ini? Apa ada operasi dadakan? Oh menyebalkan... ini jam istirahat, dan jadwalku untuk menciumi aroma Hinata pada jaketku. Aku benar-benar candu.

"Ada apa?"

"tadi ada yang mencarimu" aku mengernyit. Siapa? Mungkinkah aniki? "Seorang perempuan" lanjutnya lagi. atau mungkinkah kaasan?

"ibuku?"

    people are reading<-LUCKY BASTARD->
      Close message
      Advertisement
      You may like
      You can access <East Tale> through any of the following apps you have installed
      5800Coins for Signup,580 Coins daily.
      Update the hottest novels in time! Subscribe to push to read! Accurate recommendation from massive library!
      2 Then Click【Add To Home Screen】
      1Click