《[✓] Mate || Park Jihoon》Chapter 9.
Advertisement
Pagi-pagi buta Jihan terbangun dari tidurnya, ia mencoba untuk mengumpulkan nyawanya terlebih dahulu, saat merasa lebih segar Jihan mencium aroma parfum yang sangat familiar di hidungnya saat matanya terbuka lebar ia melihat ke sekeliling, gelap hanya lampu tidur yang menyalah, namun, saat pandangannya jatuh kepada seorang pria yang tertidur di sofa Jihan langsung berpindah posisi menjadi duduk di kasur dengan mata memandang kearah sofa.
"Astaga, aku pasti ketiduran tadi malam, kasihan jihoon jadi tidur di sofa gara-gara aku."
Jihan lantas beranjak dari kasur dan berjalan menuju sofa dengan membawa selimut tebal, saat berada di dekat jihoon, ia bisa melihat wajah tenang jihoon saat tertidur pulas, wajah tampannya sama sekali tidak berkurang bahkan saat ia tertidur.
Jihan langsung meletakkan selimut itu untuk menutupi seluruh tubuh jihoon dari dingin nya AC, setelah memakaikan selimut itu jihan duduk dengan bersimpuh menatap wajah jihoon yang tertidur pulas, sebuah senyum tercipta di bibir Jihan.
"Maafkan aku sudah merepotkan kamu, jihoon." Bisik Jihan, kemudian Jihan pun beranjak berdiri dan berjalan menuju pintu kamar jihoon untuk keluar.
Saat pintu itu tertutup kembali dengan jihan yang sudah keluar dari kamarnya, tak di sangka jihoon membuka matanya dengan menatap kearah pintu sebuah senyum tipis tercipta diwajahnya, tanpa sepengetahuan Jihan sebenarnya jihoon sudah terbangun saat Jihan memakaikan selimut ke tubuhnya, namun, karena tidak ingin merusak suasana jihoon berpura-pura masih tertidur dengan nyenyak.
"Kali ini aku berterimakasih kepada mu peri tidur." Ucap Jihoon lalu kembali menutup mata nya untuk melanjutkan tidurnya.
Jihan yang pergi ke kamarnya untuk mandi kemudian bersiap-siap dengan memakai kaos putih dengan celana Levis hitam itu keluar dari kamarnya dan turun ke bawah untuk membuatkan sarapan pagi.
"Pagi bibi." Sapa Jihan saat melihat pembantu di rumah jihoon.
"Pagi juga non Jihan, sudah cantik aja pagi-pagi." Ucap bibi Choi.
"Haha bibi bisa saja deh, oh ya apa mama dan papa belum bangun?!."
"Belum sepertinya non, memangnya kenapa?!."
"Aku mau bikin sarapan pagi untuk mereka bi."
"Tidak perlu non, biar bibi saja yang membuatnya nanti non kelelahan."
"Aku udah biasa masak di rumah kok bi jadi tidak akan kelelahan, bibi percaya saja sama aku ya."
"Tapi bibi bantuin ya non."
"Jangan bi, pekerjaan bibi pasti Masih banyak, jadi tidak apa-apa aku bisa masak sendiri."
"Beneran non, tidak mau bibi bantu saja?!."
Jihan menggelengkan kepalanya,"Bener bi, sudah tidak apa-apa biar aku saja yang masak."
"Yasudah kalo gitu bibi mau bersihkan halaman depan dulu ya non."
"Iyah bi." Ucap Jihan tersenyum simpul.
Jihan mulai beralih pada lemari es di belakangnya dia berencana untuk membuat sarapan yang mudah saja yaitu nasi goreng kimchi yang sering mama nya buat untuk sarapan dirinya ke kampus.
Jihan mulai bertempur dengan bahan-bahan dan alat memasak lainnya, ia begitu terlihat sangat jago dalam hal memasak, jihoon yang baru saja selesai mandi dan mencium aroma masakan lezat dari dapur itu pun turun untuk melihat siapa yang masak pagi-pagi.
Saat ia melihat punggung Jihan karena Jihan sedang masak langsung mendekati Jihan.
Advertisement
"Jadi kamu yang masak pagi-pagi buta?!."
Jihan yang sedikit tersentak kaget karena tiba-tiba saja jihoon muncul disampingnya itu langsung menatap tajam dengan menunjuk kearah jihoon mengunakan pisau dapur.
"Bisa tidak jangan mengagetkan ku ha!."
"Baiklah! Aku minta maaf, Turunkan pisaunya itu sangat berbahaya, park Jihan." Ucap Jihoon.
"Biarkan saja, salah kamu sendiri tiba-tiba muncul." Ketus Jihan yang melanjutkan masaknya.
"Iyah Iyah maaf, ngomong-ngomong dimana bibi Choi?! Kenapa kamu yang masak." Tanya jihoon.
"Lagi membersihkan halaman depan, tadi bibi sudah menawarkan untuk membantumu buat sarapan tapi aku menolaknya."
"Kenapa?!."
"Karena aku tidak mau menambah pekerjaan bibi Choi, lagi juga memasak itu hal yang mudah untuk semua wanita, jadi aku bisa melakukan nya sendiri."
"Kalo gitu biar aku saja yang membantumu."
"Memangnya kamu bisa masak?!."
"Wah, kau meremehkan bakat ku jihan?! Tentu saja aku bisa masak, aku selalu membuat ramen yang enak asal kau mau tau itu."
Jihan memutar bola matanya malas ia pikir memang jago dalam hal masakan apapun tapi tidak tahunya hanya ramen saja, kalo begitu semua orang juga bisa membuatnya.
"Hanya ramen?! Kalo gitu semua orang juga bisa membuat ramen, Park jihoon."
"Yaa! Ramen buatan ku itu berbeda, ini lebih enak dari buatan siapapun."
"Oh ya?! Kalo gitu kamu harus membuktikannya kepadaku nanti."
"Baiklah, akan ku buat kamu ketagihan memakannya."
Jihan hanya tertawa kecil melihat tingkah jihoon benar-benar membuat mood nya semakin baik pagi ini.
"Jihan, aku ingin membantumu, boleh ya! Ya! Ya." Ucap Jihoon.
"Boleh, kamu aduk-aduk saja dulu nasinya terus nanti masukkan kimchi nya, aku mau buat kimbab dulu."
Jihoon bertukar posisi dengan Jihan, saat Jihoon sedang serius memasukan kimchi dan bahan lainnya yang di suruh Jihan tiba-tiba matanya melihat bagaimana Jihan kesusahan menggulung nasi untuk kimbab.
"Kalo kamu lakukan seperti itu, yang ada berantakan dan tidak akan rapih, Jihan."
"Benarkah?!."
Jihoon mematikan kompor lalu berdiri dibelakang Jihan seperti memeluk tubuh Jihan, tangan nya terulur memegang tangan jihan untuk membantunya dalam merapihkan susunan pembuatan kimbab itu, Jihan gugup sangat gugup saat jantungnya tiba-tiba berdetak lebih cepat dari biasanya.
Jihan menoleh ke samping menatap wajah jihoon yang begitu dekat dengannya, matanya membulat saat tatapannya bertemu dengan jihoon.
"Aku menyuruhmu untuk melihat tangan ku bukan wajahku, Jihan." Ucap jihoon sedikit tertawa kecil, Jihan langsung membuang pandangannya dari mata jihoon.
"Wah, sepertinya kita tidak seharusnya datang ke dapur deh pa."
"Iyah ma, kita seperti nyamuk di pagi hari."
Mereka berdua langsung menoleh kebelakang dan melihat mama dan papa yang baru keluar dari kamar sedang berdiri tersenyum jail kearah mereka.
"Mama sama papa apaan si, pagi-pagi malahan ngerumpi di dapur, sana di kamar aja ngerumpi nya." Ketus jihoon.
"Stt jihoon jangan begitu." Bisik Jihan menyenggol lengan jihoon, lalu tatapannya beralih kepada mama dan papa,"Selamat pagi ma! Pa!."
"Pagi juga sayang." Ucap papa.
"Pagi calon mantu mama, kamu lagi apa sama Jihoon di dapur pagi-pagi begini?!." Tanya mama.
Advertisement
"Aku sama jihoon lagi masak buat sarapan pagi." Ucap Jihan.
"Tidak, yang benar Jihan yang masak aku hanya mengganggu nya saja."
"Tetap saja kamu sudah membantuku."
"Romantis banget si kalian berdua, begini aja belum menikah bagaimana nanti kalo sudah menikah." Ucap Mama.
"Benar ma, papa jadi tidak sabar menunggu pernikahan mereka berdua." Ucap papa.
Jihan dan jihoon tersenyum canggung saat pandangan mereka saling bertemu.
"Jihoon, bagaimana kalo pernikahan kalian di percepat saja menjadi tiga hari lagi." Ucap papa.
"Apa?! Papa yang benar saja dong pa, bukannya kita udah sepakat bahwa pernikahan aku dengan Jihan akan diselenggarakan seminggu lagi, kalo di majuin nanti bagaimana dengan persiapan semuanya, belum lagi papa Jihan tahu soal ini."
"Kamu tenang saja jihoon, untuk soal pernikahan kalian itu sudah diatur oleh papa dan papa Jihan, kamu tidak perlu khawatir semuanya akan selesai dalam dua hari dan papa juga yakin kok, orang tua Jihan tidak akan mempermasalahkan hal ini.
"Bagaimana Jihan saja pa, aku akan setuju jika Jihan juga menyetujui nya." Ucap Jihoon.
"Jihan kamu setuju kan kalo pernikahan kalian di percepat?!." Tanya mama.
Jihan tentunya terdiam sejenak memikirkan keputusannya yang akan dia ambil saat ini, keputusan yang tidak akan pernah ia sesali nantinya, Tak lama kemudian Jihan menatap wajah mereka bertiga dengan seutas senyum manis di bibirnya.
"Baiklah, aku setuju." Ucap Jihan, sontak mereka mama dan papa langsung bersorak gembira mendengar nya, sedangan jihoon hanya tersenyum simpul mengetahui keputusan yang di ambil oleh Jihan.
"Nah kan, papa sudah menduganya kalo Jihan pasti akan menyetujuinya, jadi kita sudah sepakat untuk mempercepat proses pernikahan kalian berdua, papa akan memberitahukan ini kepada papa dan mama nya Jihan, dan kalian besok harus melaksanakan foto prewedding."
"Iyah pa, tapi aku bingung kenapa kelihatannya malahan papa yang sepertinya sangat senang, padahal kami berdua yang akan menikah." Ucap Jihoon.
"Haha maklum sayang, papa kamu itu tidak sabar menunggu kalian bersanding di pelaminan." Ucap mama.
"Tuh mama kamu saja tau." Ucap papa.
"Yasudah, lebih baik sekarang mama dan papa duduk kita sarapan pagi dulu, aku baru saja bikin nasi goreng kimchi." Ucap Jihan.
"Wah, sepertinya enak." Ucap Mama.
Saat Jihan meletakkan nasi goreng itu keempat piring, mama papa dan jihoon langsung menyicipi masakan Jihan, wajah mereka tidak bisa berbohong saat mengunyah nasi goreng kimchi buatan Jihan yang begitu lezat.
"Ini enak banget." Ucap jihoon yang langsung lahap makan nya.
"Astaga, kamu pakai apa Jihan?! Ini enak sekali." Ucap Papa.
"Masakan mama sampai kalah sama kamu, luar biasa banget rasanya."
"Syukurlah kalau kalian menyukainya, aku tidak pakai apa-apa kok, hanya mengikuti resep yang sering mama ajarkan ke aku."
"Kamu sudah cantik, baik, pinter masak pula, memang tidak salah pilih calon menantu kita pa."
"Iyah ma, papa bersyukur karena kamu lah yang ditakdirkan untuk menjadi bagian penting dari hidup jihoon nanti nya."
"Iyah pa." Ucap Jihan tersenyum manis.
Setelah sarapan pagi selesai dan jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi, jihan berpamitan untuk pulang ke rumah nya karena nanti malam ia ada jadwal kampus malam dan sekarang ia harus pulang untuk menyiapkan materi-materi yang harus dia bawa nanti.
"Ma! Pa! Jihan pulang ya, terimakasih sudah mengizinkan Jihan tidur di sini." Ucap Jihan.
"Sama-sama sayang, rumah kami juga rumah kamu jadi sering-sering saja datang dan menginap di sini ya."
"Iyah ma, kalo gitu Jihan pamit dulu ya." Ucap Jihan.
"Hati-hati ya sayang, salam ke mama dan papa kamu." Ucap mama.
"Oke mama."
"Jihoon, bawa mobil nya hati-hati jangan kebut-kebutan." Ucap mama.
"Astaga mama, ini udah kesepuluh kalinya mama ngomong hal yang sama, jihoon tau ma jihoon ingat kok." Ketus Jihoon, mama dan Jihan hanya bisa tertawa geli melihat wajah kesal jihon.
"Yasudah, Jihan hati-hati ya, jihoon jaga calon istri kamu." Ucap papa.
"Iyah papa." Ucap jihoon lalu membukakan pintu untuk Jihan,"Silahkan masuk nona."
"Haha apaan si, sampai jumpa lagi ma! Pa!." Ucap Jihan, lalu masuk ke dalam mobil.
Jihoon berjalan kearah sebaliknya dan masuk ke dalam mobilnya untuk mengantarkan Jihan pulang, saat diperjalanan pulang Jihan tak banyak bicara melainkan melihat kearah luar jendela.
"Kamu ada jadwal kampus malam?!." Tanya jihoon.
"Iyah, kenapa memangnya?!."
"Aku akan menemanimu."
"Tidak usah, aku tidak mau merepotkan kamu."
"Jihan dengar, aku sama sekali tidak merasa direpotkan jadi biar nanti aku yang menjemput kamu dan menunggu kamu sampai pulang, mengerti."
"Baiklah." Ucap Jihan pasrah.
"Terimakasih sudah membuatkan teh hangat untukku tadi malam, dan sudah membuat orang tua ku juga selalu senang kalo ada kamu."
Jihan tersenyum simpul,"Sama-sama, aku senang karena bisa mengenal orang tua kamu, tapi aku juga minta sama kamu untuk tidak memaksakan diri kalo sudah lelah maka istirahat jangan seperti tadi malam."
"Iyah, aku akan mengingat itu." Ucap jihoon melirik kearah Jihan dengan senyum di bibirnya.
*****
Di studio lukis milik sungchan, pria itu berdiri dengan melipat kedua tangannya di dada tak lupa senyuman yang selalu ia tunjukkan saat melihat lukisan yang beberapa hari lalu ia buat.
Sungchan berjalan ke arah kursi yang sering ia duduki untuk membuat sebuah lukisan kembali, sungchan mengambil kuas dan mulai menggambar sesuatu di papan kertas besar di hadapannya.
"Saya sungchan."
"Park Jihan, panggil saja Jihan."
Sebuah senyum terukir di wajah sungchan setelah mengingat awal pertemuannya dengan Jihan di perpustakaan.
Matanya begitu terfokus kepada kertas dihadapannya, tangan nya begitu lincah melukis kembali wajah seorang gadis yang sangat cantik dengan lengkungan senyum lebar di wajahnya.
Saat lukisan itu hampir selesai semuanya, sungchan tersenyum lebar ketika melihat hasil lukisannya benar-benar seperti nyata.
"Ini pertama kalinya aku tertarik melukiskan wajah seseorang yang membuatku semakin bersemangat melukis." Ucap sungchan.
Sungchan beranjak berdiri dan mengangkat lukisannya itu, kemudian di letakkan di samping lukisan pertamanya.
"Sempurna." Ucap sungchan dengan senyum puas di bibirnya.
Advertisement
TranXending Vision
Xia Lei, whose parents were no longer around, had to work hard to support himself and his sister. One day, he got into an accident at work which burnt his left eye. After he awoke in the hospital bed, he discovered that his eye was not blind – it gained abilities! Now, he is using these abilities to right wrongs and make a better life for himself and others. Will Xia Lei triumph over the corrupt and privileged with his newfound power?I am destined to be the protagonist of this era!Warning: Mature content
8 648Scorched - The Winter Winds (LitRPG)
Frank Ebner once wanted to save the world. Let the second one be better than the first. On Earth he was a student of... well it hardly matters anymore. It was dying, and he and the rest of his fellows and friends studying how to stave off the end graduated just in time to be told it was too late. That there was not enough time, funds, will, to stop it anymore. That the governments and the worthies of the world had moved from trying to stop it, to surviving the oncoming apocalypse, while blaming each other. That was a world Frank wanted nothing to do with. One riven by wars for places in the Archologies going up, and between them and the dying world they were leaving behind. So when a strange voice offered him a way out, to a world unmarred by the poison killing his? Frank took it. The voyage changed him, made him fit his new world, one of stats and magic. It came with perks, for in passing through their Heavens, they'd been exposed to Divinity, and taken some of the Celestial within them. Heroes now, but there are heroes, and there are Heroes. The nobility of the Empire care only for those who carry blessed bloodlines, and their time to adapt and train up for the new world is limited. Patrons are scarce among those like Frank, with only the base Hero perks, and magic studies expensive and lengthy. Often requiring heavy Oaths to gain the necessary aid to wield mana as a mage. Frank found another way. It nearly cost him his life. Now on the run and burned by the very magic he sought and craved, he is a pilgrim traveling to the The Eternal Tree, font of Perseverance. Frank hopes Ir-karlak will grant him some way to recover from the fires that scorched him. Without snuffing out the embers those fires lit within, for he has learned to harness them and he would not give up magic for the world. *** In the last 21 days, as I update this, I've managed about 18-19 updates. So Scorched should update most days, muse willing. She's fickle, sometimes. Not every day, but most. If there's an update for the day, it will be at 7PM, GMT+2. *[participant in the Royal Road Writathon challenge] Actually completed it. :) *
8 393(Archived) The Badger Dungeon (Being Rewritten)
Please note: This is the old and original version of this story, it is currently being rewritten to be more cohesive and coherent. The new version will have additional content. Dungeons. They're supposed to be places full of danger and loot, where heroes come to fight monsters, gain experience, and hopefully walk out with some really cool armor. They're supposed to be controlled by a sentient mana crystal with an alien intelligence with goals only to expand, devour, and become stronger in order to protect itself. Sometimes, however, they're home to a family of badgers and an assortment of other strange creatures. Sometimes their core has absolutely no idea what they're doing and is really just trying their best, so can you all please stop judging them? It started out as a complete mistake and now they're just in way too deep to turn their back on the whole badger thing!
8 97One Septendecillion Brass Doorknobs
The cogs and circuits of the great machine of inter-connectedness are once again in motion. A Thing is missing. In fact, several things are missing, and they have to be returned to their rightful owners. After a whole month of peace and quiet, Dirk Gently’s Holistic Detective Agency has two whole new cases to solve. And what a fine pair of cases they are. The journey will start close to home and venture beyond the Earth, far into the cosmos. It will connect an old professor (and his young friend), a paranoid billionaire, world’s worst mercenary and a band of mysterious twenty-somethings in a cool van. Yes, the Rowdy Three are also there. Yes, there is more than one cool van in this book. (You can’t go wrong with a cool van) Read on to discover more of Dirk’s past and Amanda’s future, of the successes and errors of Black Wing supervisor Adams, of unspoken feelings and disappearing music boxes and meanings lost in translation. Oh, and could there be someone watching this all from behind the reality curtains?.. [This is my version of DGHDA Season 3, written not as an imitation but as a tribute to Douglas Adams’s Dirk Gently novels. Yes, it is full novel length. You have been warned…]
8 134Actor lost in another world.
Robert Price is an actor or was an actor. By a cosmic accident and by powerful unseen forces. Robert is thrust into a world quite alien to his own. A place of danger, violence, and magic. Can he find success in this world, when everything is trying to get him? I'm still nervous about uploading. So I'll take my time with more uploads. A step at a time.
8 343I thought I was right
My story is about magical angels that have to save the world. I am new to writing so there are lots of plot holes. I am trying to fix them but please be lenient. My main character used to be an angel but the demons have overthrown them. Now a magical human, they must fight to return balance to the over world.
8 144