《[✓] Mate || Park Jihoon》Chapter 7.
Advertisement
Jihan sedang duduk di dekat pepohonan besar yang berada di kampus, di sana memang sangat nyaman untuk mahasiswa maupun mahasiswi yang ingin menyendiri atau ingin merasakan ketenangan.
Jihan memejamkan matanya kala angin menerpa wajahnya, alunan musik yang ia dengar melalui earphone miliknya sangat pas untuk suasana sendiri di taman kampus.
"Jihan, sedang apa dia sendirian di sana." Jihoon yang tak sengaja melewati taman kampus melihat Jihan berada di kursi taman.
"Apa aku minta maaf saja soal kejadian tadi pagi, tapi untuk apa juga, pasti dia tidak perduli dengan kejadian itu." Ucap jihoon yang dilanda rasa bingung.
"Sudahlah, aku samperin saja dulu, lagi juga mama memintaku untuk mengajak Jihan ke rumah pulang dari kampus jadi sekalian saja aku bilang ke Jihan."
Jihoon berjalan mendekati Jihan, saat ia berada di depan Jihan, ia lagi-lagi dibuat terdiam melihat Jihan yang memejamkan matanya dengan earphone di telinganya bahkan angin menyapu lembut rambut Jihan yang membuat leher putih Jihan terlihat.
"Cantik." Ucap jihoon tanpa sadar, Jihan membuka matanya dan saat itu juga tatapan mata mereka bertemu.
"Jihoon, sedang apa kamu di sini?!." Tanya Jihan.
"A-aku tidak sengaja saja lewat sini, kenapa?! tidak boleh?!." Tanya jihoon dengan wajah menyebalkan nya.
"Seterah kamu saja, aku sedang Malas berdebat." Ucap Jihan dengan nada malas nya.
Jihoon berjalan lalu menjatuhkan tubuhnya di kursi sebelah Jihan, ia memiringkan kepalanya melihat Jihan yang sibuk dengan handphonenya, tangan jihoon terulur mengambil satu earphone di telinga Jihan yang membuat Jihan terkejut dan menatap ke arah jihoon.
"Maaf soal tadi pagi." Ucap jihoon.
Jihan mengangkat satu alisnya ke atas setelah mendengar permintaan maaf dari jihoon.
"Kau bilang apa tadi?!." Tanya Jihan.
"Aku bilang, aku minta maaf soal tadi pagi saat kamu melihat aku bersama Yujin di koridor." Ucap jihoon.
Jihan menahan ketawanya mendengar ucapan jihoon, apa tadi? Seorang Park jihoon baru saja mengatakan maaf kepada dirinya, apakah jihoon sedang dalam keadaan sehat hari ini? Apa dia habis kepentok sesuatu yang membuat otaknya menjadi rada normal sekarang.
"Jihan, aku sedang berbicara dengan mu." Ketus jihoon yang kesal karena Jihan hanya menatapnya tanpa merespon ucapannya.
"Pftt hahaha." Pecah sudah ketawa Jihan saat ini, jihoon mengerutkan keningnya melihat jihan tertawa puas, dibenaknya jihoon bertanya-tanya apa yang salah dari ucapannya sampai Jihan tertawa geli seperti ini.
"Park Jihan, apa kamu butuh ambulance untuk ke rumah sakit jiwa?!." Tanya Jihoon.
"Yaa! Kau pikir aku orang gila ha! Sembarangan saja." Sarkas Jihan.
"Habisnya kamu aneh, tiba-tiba tertawa seperti itu, padahal aku lagi serius."
Jihan yang masih belum puas tertawa itu akhirnya mencoba untuk serius saat melihat wajah kesal jihoon.
"Yaa! Apa kau tidak sadar, park Jihoon?!."
Jihoon mengangkat satu alisnya keatas,"Tidak sadar soal apa?!."
"Kau baru saja minta maaf kepada ku?! Sungguh, park Jihoon yang selalu bilang kalo dirinya tidak akan pernah minta maaf duluan kini secara terang-terangan minta maaf kepada ku haha, kau sehat kan?! Apa jangan-jangan kamu yang membutuhkan ambulance sekarang."
Advertisement
Jihoon yang baru saja sadar dengan ucapannya mendadak menelan saliva nya kasar, ia menampar pelan bibirnya karena baru saja ia mengatakan kata maaf kepada Jihan, benar-benar memalukan baginya.
"Apa perlu aku buat pesta di rumah karena kamu baru saja mengatakan maaf kepada ku Hem?! Ini sangat legendaris jihoon, selama ini kau paling anti minta maaf duluan tapi sekarang?! Haha aku tidak sanggup untuk mengatakannya."
"Yaa! Sudahlah hentikan, jangan menertawakan ku terus." Ketus jihoon.
Jihan mengusap air matanya karena terlalu banyak ketawa, ia pun langsung menatap wajah jihoon yang sepertinya terlihat kesal karena ulahnya.
"Baiklah, aku maafkan soal tadi." Ucap Jihan dengan senyuman di bibirnya.
"Serius?! Kamu memaafkan ku?!."
Jihan menganggukkan kepalanya,"Iyah, aku memaafkan kamu."
Jihoon yang entah kerasukan apa kegirangan senang dengan menarik tangan Jihan lalu memeluk tubuh Jihan, Jihan tentunya terkejut dengan apa yang dilakukan oleh jihoon saat ini.
"Makasih Jihan, aku pikir kamu bakalan marah banget sama aku." Ucap Jihoon.
"Sama-sama tapi bisa kamu lepasin aku, aku tidak bisa bernafas, jihoon." Ucap Jihan menepuk pundak jihoon.
Jihoon yang baru sadar dengan apa yang dia lakukan pun langsung melepas kasar tubuh Jihan, telinganya memerah karena malu sudah memeluk Jihan, benar-benar hari yang aneh untuk seorang jihoon.
"Aku gak ada niat untuk memeluk kamu, ta-tadi hanya refleks aja." Ngeles jihoon, Jihan yang sebenarnya tau itu hanya sebuah alasan saja hanya bisa menganggukkan kepalanya sambil menahan ketawanya.
"Oh ya mama minta kamu untuk datang ke rumah, jadi pulang kuliah bersama ku."
"Hari ini?!."
"Iyah, kenapa?! Kamu tidak bisa?! Iyah gak apa-apa aku bisa bilang mama kalo kamu tidak bisa."
"Bukan gitu, pulang dari kampus aku mau pergi ke pameran seni bersama Sooyoung dan sungchan, mungkin aku bisanya malam setelah dari pameran seni."
"Sungchan?! Siapa sungchan?!."
"Dia temanku, mahasiswa dari fakultas seni."
Jihoon menganggukkan kepalanya dengan mulut membentuk 'O'.
"Kalo gitu aku ikut dengan kalian." Ucap Jihoon.
"Ha?! Apa?!."
"Aku bilang aku ikut dengan kalian ke pameran seni, jangan berpikir macem-macem aku hanya tidak ingin mama dan papa marah karena aku tidak bisa menjaga kamu."
"Baiklah, kamu boleh ikut sekalian aku kenalin dengan sungchan." Ucap Jihan, jihoon hanya menganggukkan kepalanya saja.
Saat jihoon sedang asik menatap Jihan matanya tak sengaja menatap ke jari Jihan yang tidak memakai cincin yang semalam dijadikan sebagai cincin lamaran mereka.
"Jihan, dimana cincin kamu?!."
"Oh, aku jadikan kalung, maaf bukan aku tidak mau memakainya tapi aku tidak mau anak-anak kampus kepo dengan cincin pertunangan ini."
Jihoon terdiam sejenak ia bisa melihat kalung yang dipakai oleh Jihan dengan cincin pertunangan nya di sana, jihoon membuang nafas panjang nya kemudian menganggukkan kepalanya.
"Tidak apa-apa, aku juga tidak masalah untuk soal itu, setidaknya cincin itu tidak hilang saja."
"Aku bisa menjaganya kok, kamu tenang saja." Ucap Jihan tersenyum manis.
*****
Yujin berjalan di koridor kampus sambil memainkan ponselnya, saat ia sedang sibuk menatap ponsel miliknya, tiba-tiba ada seseorang yang menabrak tubuhnya yang membuat yujin jatuh ke lantai.
Advertisement
"Aaw.. siapa si yang jalan tidak hati-hati ha!." Sarkas yujin.
"Saya bantu berdiri." Yujin pun melihat sebuah uluran tangan kekar dihadapan nya, kemudian ia mendongakkan kepalanya melihat siapa pria itu.
"Siapa pria ini?! Aku baru melihatnya di kampus ini." Batin Yujin.
"Permisi?!." Mendengar itu yujin tersadar dari lamunannya, lalu menerima uluran tangan itu untuk membantunya berdiri.
Saat sudah berdiri yujin menatap tajam ke arah pria di sampingnya.
"Yaa! Kau punya mata kan?! Pakai matamu, untung saja tidak banyak yang melihatku jatuh tadi, jika tidak maka images ku akan berkurang di kampus ini!." Sarkas Yujin.
"Maaf, bukankah kamu yang jalan sambil bermain handphone, makanya tidak melihat ke depan?!."
"Maksud kamu, aku yang salah gitu, Iyah!." Sarkas Yujin.
"Bukan gitu, kamu kalo lagi jalan jangan terlalu fokus ke handphone untung cuman nabrak saya coba kalo jatuh nya masuk ke selokan, lebih maluan mana?!."
Yujin tiba-tiba tak bisa berkata-kata lagi mendengar ucapan pria didepan nya ini.
"Ih menyebalkan sekali, kamu ini siapa si, pasti mahasiswa baru ya di sini." Ketus yujin.
Pria itu tersenyum lalu menjulurkan tangannya untuk di jabat.
"Saya sungchan, dari kelas fakultas seni dan saya mahasiswa lama sama seperti kamu."
Yujin menatap wajah sungchan yang tersenyum simpul, lalu matanya beralih menatap tangan sungchan lantas yujin pun menerima jabatan tangan sungchan.
"Yujin, dari fakultas ilmu sosial." Ucapnya dengan nada ketus lalu melepaskan jabatan tangannya.
"Baiklah, salam kenal, kalo gitu saya permisi dulu." Ucap sungchan.
Yujin menatap tak percaya dengan apa yang dia lihat sekarang, pria itu bahkan tidak meminta maaf karena sudah menabrak nya melainkan berkenalan langsung pergi begitu saja.
"Ck, sebenernya yang salah itu aku atau dia si?! Menyebalkan sekali!." Ucap yujin dengan wajah kesalnya.
Jihoon dan Jihan yang sedang berjalan sambil bercanda di koridor tak luput dari tatapan para mahasiswa maupun mahasiswi di kampus, namun, mereka bersikap acuh terhadap tatapan itu.
Sungchan yang melihat Jihan sedang bercanda dengan jihoon itu pun menatap mereka dengan tatapan yang sulit dijelaskan, saat Jihan dan jihoon berhenti tepat didepan sungchan, tatapan jihon berubah menjadi datar.
"Eh sungchan, kamu mau kemana?!." Tanya Jihan.
"Aku mau ke perpustakaan, kalian dari mana?!." Tanya sungchan.
"Oh, kita abis dar--."
"Taman." Jihoon memotong ucapan Jihan dengan ekspresi wajah datarnya, sungchan menganggukkan kepalanya dengan tetap tersenyum simpul.
"Oh ya sungchan, kenalin ini jihoon dan jihoon dia sungchan." Ucap Jihan.
Jihoon menjulurkan tangannya kearah sungchan, mengerti dengan itu sungchan pun membalas jabatan tangan jihoon.
"Jihoon/sungchan." Ucap mereka saling berkenalan.
"Oh ya Jihan, pulang kuliah jadikan?!." Tanya Sungchan.
"Jadi dong, oh ya Jihoon mau ikut, boleh kan?!." Tanya Jihan, sontak sungchan langsung menatap jihoon di sampingnya.
"Boleh kok, lebih banyak lebih seru." Ucap sungchan tersenyum.
"Yeay, kan jadi seru kalo ramai-ramai perginya." Ucap Jihan tersenyum menatap mereka berdua, sungchan dan jihoon juga tersenyum bedanya senyum jihoon langsung pudar saat tatapan mata nya bertemu dengan sungchan.
"Yaa! Sudahlah, kelas sebentar lagi mulai." Ucap jihoon.
"Ah iya aku lupa, ya sudah kalo gitu aku sama jihoon masuk kelas dulu ya, sampai jumpa nanti sungchan." Ucap Jihan yang tangannya langsung di tarik oleh jihoon.
Sungchan menatap punggung Jihan yang menjauh dari hadapannya.
"Mereka seperti kelihatan akrab sekali, aish, apa yang kau pikirkan sungchan mereka cuman teman jadi tidak perlu pikirkan hal yang aneh-aneh." Batin Sungchan, ia pun bergegas pergi menuju perpustakaan.
*****
Saat pulang kampus mereka berempat pergi ke balai kota untuk melihat pameran seni di sana, Jihan dan Sooyoung begitu antusias melihat lukisan-lukisan cantik dan sangat luar biasa terpanjang di sana.
"Wah, lihat itu lukisan nya bagus sekali." Ucap Jihan.
"Apalagi yang di sana, mereka sangat luar biasa, aku benar-benar menghormati para pelukis hebat ini."
Sungchan hanya tersenyum saja melihat antusias kedua gadis ini berbeda hal dengan jihoon yang memasang wajah datarnya sesekali melirik sinis ke arah sungchan.
"Sungchan! Jihoon! Kita ke sana lihat lukisan di sana, ayok." Ucap Jihan, kedua pria itu hanya mengikuti saja kemauan kedua gadis ini.
Jihoon yang asik melihat-lihat lukisan di sana tertuju pada sebuah lukisan danau dan gunung yang seperti tiga dimensi, sangat luar biasa.
"Lukisan itu tentang alam, kalo kamu membelinya dan memajangnya di rumah, aku yakin itu akan terlihat sempurna." Ucap sungchan.
"Aku tidak tertarik untuk membelinya, lagi pula kau tau apa tentang seni?!." Sarkas jihoon.
"Seni lukis adalah sebuah pengembangan yang lebih utuh dari menggambar, sedangkan melukis adalah kegiatan mengolah medium dua dimensi atau permukaan dari objek tiga dimensi untuk mendapat kesan tertentu." Ucap sungchan.
Jihoon terdiam ia salah menanyakan soal seni kepada mahasiswa jurusan seni, seharusnya ia menanyakan hal yang tidak masuk akal seperti hal nya kapan rambut Upin Ipin akan tumbuh, mungkin itu lebih daripada bertanya tentang seni, kalo sudah begini dia juga yang malu.
"Iyah iya aku juga tau, sudahlah jangan memamerkan Bakat mu itu, aku tidak butuh." Ketus jihoon, sungchan hanya tertawa kecil mendengar nya.
Saat mata mereka berdua menoleh kearah Jihan mereka membelalak sempurna kala papan lukisan dengan ukuran besar hendak jatuh tepat di atas Jihan, mereka berdua sama-sama panik dan berlari ke arah Jihan.
"JIHAN AWAS!!."
BRUKK!!
Suara benda jatuh itu terdengar sangat kencang yang membuat semua mata menatap kearah mereka, Jihan yang kaget itu pun terdiam sejenak, namun, pandangan matanya tertuju pada dua pria yang memegang tangan kanan dan kiri nya juga sedang menatap kearahnya.
"Jihan kamu tidak apa-apa?!." Tanya Sooyoung, sontak Jihan langsung melepaskan tubuhnya dari genggaman mereka berdua.
"Aku tidak apa-apa, makasih sudah menolongku." Ucap Jihan menatap jihoon dan sungchan.
"Syukurlah kamu tidak apa-apa." Ucap Sungchan.
Jihoon melirik jam tangannya dan sudah hampir malam.
"Kita harus pulang, sudah jam enam sore." Ucap jihoon.
"Aku juga sudah lelah, ayok kita pulang sekarang." Ucap Sooyoung, mereka pun mengangguk dan berjalan keluar dari pameran untuk pulang.
Advertisement
- In Serial395 Chapters
Blackthorne
One day the entire world fell asleep at the same time. No matter who or where, all people fell into a deep slumber. During that singular moment, a single dream was shared between the disparate members of humanity. It was a dream about creating a new life in a new world. Many people died during the first dream. Drivers crashed their vehicles. Surgeons collapsed atop their patients. Workers fell from rooftops, and many others met their end during the time that the first dream was forced upon humanity. Despite the tragedy of that day, the strangely videogame like nature of that dream and the world presented therein has caught the world in a web of interest and intrigue. One young man, decides to change his life by living for that strange new world and its untapped possibilities.
8 385 - In Serial28 Chapters
Crossing the Cosmic Rubicon
Invasion! Malevolent forces have struck Earth in an unending tide! Tragedy has begun to pour over countless lives. Bloodied, the militaries of Earth mobilize in full. But, for the species to survive, all must do their part. [ Congratulations, User! You are now a Tier I Conscript! Fight for your fellow Sapients! Resist till the end! ] Newly graduated as an engineer, Xander Barbosa Stahl was one of many whose lives were upended by the event. With the help of the Omninexus—an everpresent superintelligence built by an advanced alien race tasked with guiding sapient life in its continued survival—he will struggle against calamity with those he calls comrades. But reality is not kind to those fighting on the front. Being what is essentially expendable militia is unacceptable for Xander, nor did he think this was the ideal way for him to help humanity. Nevertheless, he will fight with everything at his disposal to protect those he loves. [Royal Writathon April 2022 winner!]1-2 Chapters per week on Saturday and Sunday, 8PM to 9PM (GMT +8). Average of 3500 words per chapter.Just to clarify on what kind of story this will be, it has light LitRPG elements, yes, but it will be more focused on interesting characters.My first novel, so I hope you all enjoy it!
8 179 - In Serial101 Chapters
[Spanish] La Llave del Destino
[Spanish version of The Key of Destiny] [Join my Guilded to enhance your writing!] Armado con su ingenio y su (no) sentido común, Finnian es un Signo, el único que se interpone entre los malévolos planes del Señor de la Calamidad para controlar el mágico mundo de Elthea. Obligado a asumir un destino que podría ser fatal, Finnian se une con sus compañeros elthean, criaturas con diferentes poderes, con el fin de unir fuerzas y derrotar a esta amenaza. Juntos atravesarán bosques espeluznantes, serán perseguidos, casi devorados y lucharán para salvar sus vidas, aprendiendo que lo correcto y lo fácil no es siempre lo mismo. Porque esta historia no es solo donde un héroe nace, sino donde un villano también se alza.
8 92 - In Serial56 Chapters
Rat King
Premise: This is a fanfiction story set in the world of Lobotomy Corp., Library of Ruina, and Distortion Detective. A foreigner wakes up in a locked room in the Backstreets, their memories locked away by a brand at the nape of their neck. Inside his pants pocket, he finds a note scrawled in crayon reading “Help Dad” and a locket of him and his family. If he is to rescue his family, he must unlock the key to his memories and follow an arduous trail to be reunited with them. The story is finished.
8 369 - In Serial26 Chapters
needy | dele alli
- got me losing my breath, nobody got me the way that you did.
8 202 - In Serial47 Chapters
Naruto: The Youngest Anbu
Life is hard for the little Uzumaki. Abused, tortured, and treated like a monster. Naruto constantly walks the streets alone while receiving glares from the villagers and the constant verbal abuse. One day, on his birthday, he meets the nine tailed fox. Instead of hating him, the fox grew to like the little Uzumaki. The nine tails decides to train the little guy and make him into a strong shinobi. Very soon, the 3rd Hokage will call him into his office to reveal the new life of the little child...I, unfortunately, don't own Naruto. Masashi Kishimoto does.
8 98