《Timeless [ Kaisoo GS] ✔️》Epilouge

Advertisement

Pria itu berusaha membuka matanya yang terasa sangat berat, sekelilingnya terasa sangat hening terlebih indra pendengarannya yang menajam hingga dia bisa mendengar suara tarikan nafasnya sendiri, dan bunyi nyaring alat pendeteksi jantung. Perlahan dia menilik sekitar memperhatian ruangan yang dia gunakan lalu beralih mengangkat tangannya yang terasa sangat kaku, memperhatikan betapa kurus tangannya, dia bahkan bisa melihat pentulan dirinya pada jendela, pria yang tidak dia kenal dengan jambang yang cukur asal, rambut pajang yang tidak berbentuk, tulang berbalut kulit yang menyembul dari balik lengan biru.

Dia rasa dia sudah tidur cukup lama hingga tidak mengenali dirinya sendiri, atau sekarang roh nya sudah berpindah raga layaknya adegan di film film fantasi. Tak lama sepasang pria dan wanita yang sama sekali tidak dia kenali masuk kedalam ruangannya, mereka berdua tidak terlihat kaget atau sejenisnya, mereka hanya menatapnya iba. Wanita itu mengenakan terusan warna merah, rambut hitam pekat yang lurus, sapuan lipstik merah darah dengan riasan mata mencolok, lalu pria di sampingnya terlihat lebih muda dengan tatanan rambut keatas memperlihatkan keningnya kontars dengan wanita disampingnya dia mengenakan setelan hitam, dengan long coat hitam velvet.

Jong-in menatap mereka bingung, ingin rasanya menanyakan banyak hal namun tengorokannya terasa kering, bibirnya kelu hingga dia hanya bisa menggerakan bibirnya asal. Wanita itu menghampiri Jong-in, meletakan sebuah kalung berbatu amber ditelapak tangan Jong-in dan membantu pria itu untuk menggenggam kalung itu.

"Bangun nak, kau bisa merubahnya kali ini." Ucap wanita itu sambil menggenggam tangan Jong-in.

" Yeomra_dewa bawah tanah membakar kertas ku, kau ikut andil bukan, nenek" sungut pria itu yang memperlihatkan amplop dengan kertas kosong berbingkai tepian merah darah. Wanita itu tampak tidak mengubris dia hanya diam menatap Jong-in dengan senyuman mengusap lembut tangan pria itu.

" berdoalah dengan sepenuh hati, memohonlah, maka dewa akan mendengarmu nak"

Jong-in masih tidak mengerti namun dia tidak bertanya dia hanya memandangi punggung wanita itu yang berlalu pergi, meski tidak dengan pria yang malah tertinggal.

"Benda itu, memohonlah, dia bisa membuatmu kembali kemasa lalu" ujar pria itu asal sebelum ikut menjnggalkan Jong-in yang masih terdiam.

Pria itu mengusap batu yang ada ditelapak tangannya, dia tidak bisa benar-benar melihat bentuk benda itu dan detik berikutnya dia bisa melihat gadis yang cukup dia kenal, tampak sangat berbeda dengan perutnya yang membuncit, lalu pria tinggi yang tidak pernah ia kenal sebelumnya. Wanita itu tampak terkejut hingga menjatuhkan keranjang buah begitu saja, tampak panik begitu pula pria yang tadinya ada di belakangnya, dia lalu berlari keluar berteriak memanggil dokter.

"Jong-in~a. . . Kau sadar? Tuhan. . Hiks hiks kau mengingatku? Jong-in kumohon katakan sesuatu." Rancau wanita itu tak peduli dengan perut besarnya yang terjepit antara badan ranjang yang tubuhnya.

"Baekhyun" gumam Jong-in dan wanita itu mengangguk mengiyakan.

"Kyungsoo" saat satu kata itu meluncur dari bibirnya, Baekhyun hanya membeku air wajahnya terlihat makin suram dengan derai tangis yang tidak bisa di hentikan.

"Maafkan aku. . . Kyungsoo, Kyungsoo dia sudah hiks hiks dia sudah meninggal Jong-in~a. . . Kumohon maafkan aku"

Jong-in tampak diam menatap kalung yang batu amber sebagai liontin nya. Dia bahan tersenyum miris dan memilih mengadahkan kepalanya kearah langit, membiarkan wajah dan rambutnya tersapu desiran angin dengan kedua tangan yang bertumpu pada tanah yang dipenuhi rerumputan. Dibelakangnya ada dua gundukan besar dengan dua nama yang tidak asing untuknya.

" Kalian bahagia sekarang?" Gumam pria itu sambil menatap langit biru dengan awan menggumpal yang berjalan beriringan diatas sana. Namun setitik air mata jatuh begitu saja melewati sudut matanya yang muali meluncur masuk kedalam telinga, Dia masih terdiam dan memilih memejamkan mata dan menutup kedua matanya dengan lengannya dan membiarkan lengan itu basah.

" Jika kau berniat menyalahkanku lakukan saja, aku memang terlalu lama tertidur." Ungkap pria itu seolah ada seseorang yang mengajaknya bicara.

Advertisement

"Gunakan liontinnya bodoh!! dan selamatkan Kyungsoo!"

Suara itu berdengung keras di telinga Jong-in hingga membuat pria itu terlonjak bangun dan menoleh menyusur setiap sudut pemakaman untuk mencari siapa yang baru saja mengumpat kearahnya. Namun tidak ada siapapun disana, dan sedikit terkejut saat sepasang bunga dandelion tumbuh didekat batu nisan sahabatnya dan seingatnya tidak ada bunga itu sebelumnya karna dia sempat membersihkan makam itu.

Salah satu bunga itu berhamburan tertiup angin yang tanpa sadar membuat Jong-in menutup matanya kembali.

"Selamatkan Kyungsoo untukku, Jong-in~a"

***

Suho mendengus kesal saat mendengar suara bel rumah memekakan telinga, bahkan dia berniat memaki siapa pun yang muncul dari balik pintu rumahnya saat ini. Dia bahkan baru memejamkan matanya tidak lebih dari dua jam. Pria itu makin menggerang kesal hingga melempar bantalnya saking kesalnya karna bel rumahnya terdengar sangat tidak sabaran. Dengan terseok-seok dia berjalan keluar dari kamarnya, dia bahkan bisa melihat dan mendengar umpatan yang keluar dari bibir adiknya, sepertinya dia juga terganggu dengan bunyi tidak sabaran didepan rumahnya. ini bahkan masih pagi buta, siapa yang bertamu tidak tahu waktu seperti ini.

" Biar aku saja, kau tidur lagi saja. " ujarnya mendorong kepala adiknya agar kembali masuk kedalam kamarnya.

"Sialan apa kau tidak bisa sab. . . " ucapan Suho tercekat bahkan cukup lama pria itu membiarkan tamunya berdiri cukup lama, mengigil didepan pintu dengan pakaian tipis tanpa alas kaki, dia menerjab beberapa kali untuk memastikan matanya, bahkan dia mengusap matanya berharap bahwa yang dia lihat benar-benar manusia, bukan perwujudan setan yang menyamar menjadi orang yang dua hari yang lalu dia lihat masih terbujur diam di ranjang dengan berbagai alat yang masih menopangnya.

" Bisa kau biarkan aku masuk dulu, hyung?"

***

"Jadi katakan padaku bahwa aku mungkin sedang bermimpi karna terlalu lama bekerja seperti orang gila." gumam pria itu sambil meletakan secangkir kopi hangat didepan pria itu dan dia sendiri memilih mengisi cangkirnya sendiri dengan wine. Dia tahu dia harus sadar, hanya aja tidak dengan kopi di pagi buta, dia masih butuh tidur setelah kekacauan malam ini.

Ya, pria itu Kim Jong-in, sahabat adiknya dan seingatnya dia masih koma karna baru dua hari yang lalu dia mengunjungi anak itu di tempat dia dirawat, dia bahkan tidak menujukan tanda-tanda akan bangun dari tidurnya. Satu-satunya saksi hidup yang bisa menyeret pelaku tragedi yang membuat adiknya hilang ingatan dan menewaskan salah satu sahabat adiknya.

Saat itu adalah saat dimana dia berpikir bahwa tuhan tidak mendengarkannya sekalipun dia meraung memohon. Bagaimana tidak, kejadian yang hampir menewaskan adiknya itu di tutup tanpa ada kelanjutan apapun, ada tiga korban termasuk adiknya dan juga pria dihadapannya ini.

Kim Jong-in? Pria itu bahkan sedang tersenyum seolah mentertawakan kelakukan pria yang sudah menginjak umur 30 tahunan dihadapannya ini

"Aku memang Jong-in, Hyung."

"Kapan bangun dan katakan padaku kenapa kau meneror di pagi buta, sialan aku bahkan baru tidur 2 jam yang lalu"

"aku bangun mungkin sekitar dua tahun dari tahun sekarang" ujar pria itu enteng yang membuat Suho tanpa sadar meletakan cangkir wine yang dia pegang dengan kasar..

"aku sedang tidak bercanda sialan. kau menganggu ti. . ."

"Apa kau akan percaya bahwa aku datang dari masa depan, hyung?" cegat Jong-in dengan wajah kaku dan dingin.

"jangan membual sialan, kau pi. . ." ucapannya kembali tercekat saat Jong-in mengeluarkan benda tipis persegi yang seketika membuatnya bungkam. Sebuah ponsel.

Konyol jika dia tertegun hanya karna sebuah ponsel, hanya saja, ponsel itu bahkan masih dalam rancangan perusahaannya. Parahnya adalah yang ada dihadapannya adalah ponsel yang bahkan jauh lebih baik dari desain yang di persentasikan dua minggu lalu dihadapannya dan ada logo perusahaannya. Bahkan perkiraan ponsel itu di rilis masih dua. . .

"aku memang datang dari masa depan, hyung. Dua tahun dari sekarang aku sadar dari koma dan Kyungsoo sudah meninggal."

Advertisement

***

Baekhyun terperanjat kaget saat pria itu melepaskan tudung kepalanya. Jong-in tentu tahu bahwa respon gadis dihadapannya akan seberlebihan itu. dia tersenyum, demi tuhan dia berusaha tersenyum sekalipun gadis itu mulai menangis dan limbung, terduduk di lantai dengan tangan yang menangkup mulutnya sendiri agar tidak terisak lebih jauh. Pria itu melirik, hanya berani melirik sekilas menatap tubuhnya yang lain, tampak mengenaskan, sangat, terlebih dengan berbagai alat yang terpasang di tubuhnya. setidaknya lebih baik dari dua tahun dari sekarang.

"Kau berubah menjadi lembek ya, Byun." ledek pria itu sambil mengulurkan tangannya kearah Baekhyun.

" Aku butuh bantuanmu."

***

"Ka. .kau?"

" Ya, aku datang dari masa depan." ujar pria itu tampak santai dan bahkan merasa tidak terganggu dengan tatapan tidak percaya Baekhyun yang teruju padanya. Dia hanya sibuk mengaduk-aduk minuman di hdapannya dengan malas.

"A. aku jelas tidak bisa mengatakan jika aku tidak percaya."

"karna aku memang sengaja muncul dihadapanmu dan tubuhku dia masa sekarang." Senyum pria itu teduh, tampak dari luar, tapi sekalipun begitu dengan menatap dalam mata pria itu saja dia bisa tahu ada badai yang seolah tidak mengizinkannya untuk sekedar singgah lebih lama. ya. dan Baekhyun bisa menangkap waktu pria itu tidak banyak.

"Bisa kau ceritakan apa yang terjadi pada kalian hingga Sehun ter. . ." Baekhyun menjeda ucapannya, tampak tidak sanggup hingga dia memilih memalingkan wajahnya. " kasusnya ditutup begitu saja Jong-in~a"

"Bisa kau bantu aku saja?"

"Kim Jong-in!"

" Awasi Kyungsoo, aku mengandalkanmu Baek" ujar Jong-in tanpa memperdulikan pertanyaan yang di lontarkan gadis di hadapannya. Dia sama sekali tidak menjawabnya.

"berikan aku alasan." ujar gadis itu tegas dengan menghempaskan punggungnya di punggung kursi dengan kedua tangan terlipat didepan dada. Dia kesal, secara teknis karna untuk sekian lama dia kembali bertemu dengan pria yang selalu menjadi musuhnya.

Pria itu, Kim Jong-in hanya diam, menimbang, dengan tatapan yang tertuju pada jalanan diluar kafe yang cukup ramai dengan orang-orang yang berlalu lalang, di tengah teriknya matahari sekalipun waktu sudah menunjukan pukul 4 sore. Cukup lama dia terdiam sebelum akhirnya menatap Baekhyun dan membalas gadis itu dengan sebuah seringai peringatan yang tanpa sadar membuat bulu kudu nya meremang, Kim Jong-in punya kuasa seperti itu.

" satu bulan dari sekarang, Kyungsoo di temukan tewas. Di bunuh. Kau mengabaikan panggilan telponenya malam itu karna sebelumnya kau bertengkar denganya, kau menyadari perasaanmu dan bertengkar hebat dengan Kyungsoo dan malam itu dia meminta bantuanmu." ujar pria itu melempar bomnya dan tentu saja, Baekhyun mati di tempat.

tangannya meluncur turun, terkepal di atas pahanya dengan gemetaran. Dia setakut itu. tentu.

"A. .aku me."

"Baekhyun masa depan yang mengatakan itu padaku, kau tahu aku bukan pria baik hati yang akan menjaga perasaan lawan bicara ku bukan?" pria itu bangkit kembali memakai masker dan topinya sedikit menyentak hoodie yang dia pakai.

"awasi saja orang-orang yang tidak kau kenal baik dan berada di sekitar Kyungsoo, karna seperti yang kau katakan. Kasus itu di tutup tanpa penahanan pelaku. Kau paham maksudku bukan?"

***

Pagi itu tidak terlalu menyengat dan pria itu masih sibuk menatap gadis dihadapannya ini sejak dai bangun dari tidurnya sekitar 2 jam yang lalu. Terlalu bahagia mungkin salah satu definisi yang bisa mengambarkannya sekarang. gadis itu menyerahkan dirinya dan menjadi miliknya seutuhnya, dia bahkan tidak ingin hari ini berlalu begitu saja. Bahkan jika ini hanya mimpi dia rela tidur selamanya.

Semalam? ya dia sadar, sangat sadar hingga dia ingin kembali mengulangnya, bahkan jika dia tidak memiliki sedikit kontrol atas dirinya dia mungkin kembali mengrayangi tubuh gadis yang berada dipelukannya. Pria itu tersenyum saat tangan usilnya yang sejak tadi menyusuri helaian rambut gadis itu dan membuatnya terganggu hingga berbalik memunggunginya. dia memilih menyusupkan tangannya di pinggang gadis itu, merasakan kulitnya yang langsung bersentuhan dengan kulit gadis itu.

Namun kebahagiannya pagi itu jelas hanya sementara, sebelum badai itu datang dan tanpa sadar membuatnnya bergetar ketakutan. Pria itu menarik Kyungsoo lebih dekat kearahnya. mengecup punggung, bahu lalu menghirup dalam-dalam dibelakang kepala gadis itu. Dia merampal do'a dalam hati, cukup keras hingga mungkin jika menunjukannya dia akan meraung keras agar dewa atau tuhan mendengarnya. benar-benar harus mendengarnya.

***

Jong-in bertahan pada ujung runcing tebing yang berhasil dia gapai. Benar-benar keberuntungan. Tidak, dia tidak bisa mati seperti ini. Pria itu membeku saat mendengar suara Yeonhee dan berikutnya suara tembakan beruntun yang membuat kepalanya pening. sangat pening terlebih darah yang terus mengucur deras dari balik lengannya. Aliran darah berdesir cepat menuju kepalanya, dia ketakutan. Bukan seperti ini yang dia ingin kan. Dia harus melihat wanita itu hidup, apapun itu.

Namun ketakutnya menguap begitu saja, saat gadis itu menjulurkan kepalanya dari ujung tebing. Gadis itu masih hidup, dia bernafas, dan dia memangis. Tangannya gemetaran, dia tahu dia sudah tidak memiliki kekuatan untuk menahan bobot tubuhnya sendiri.

"Syukurlah kau masih hidup, Gwaenchana soo~ya?" ujarnya semampunya dia bisa melihat gadis itu menggeleng dengan tangis yang terus berderai. Terakhir dia hanya melihat gadis itu pingsan saat tanganya terlepas dari ujung tebing dan membuatnya terhempas. Dia menutup matanya setidaknya usahanya tidak sia-sia, gadis itu masih hidup, dengan begitu dia bisa tenang.

Namun dia sama sekali tidak merasakan sakit atau hancur. Ah mungkin dia sudah mati tanpa harus merasa sakit. Namun suara lain mengganggunya, suara derak tulang yang patah dan seseorang yang terbatuk dan memaksanya itu membuka matanya.

Dia disana menghadap ujung tebing yang ada di atasnya dan tubuhnya yang baik baik saja. Dia terduduk bahkan sedikit terkejut saat tidak ada lagi lua di tubuhnya. Dia sepenuhnya baik-baik saja. Namun matanya menangkap sosok itu, sosok yang tergeletak tak jauh dari tempatnya, kejang dengan kilatan yang terpantul dari sinar bulan dan bau anyir darah. Dia berusaha menajamkan matanya dan berusaha menghampiri tubuh itu detik berikutnya dia terburu-buru bangun hingga kembali tersungkur. Seolah tuhan tidak mengizinkannya untuk damai walau sekejab. Pria itu langsung memangku kepal penuh darah seolah dia sedang memangku kantong darah yang bocor.

" Oh Sehun kau dengar aku! Yak! tetap sadar!"

" Kau. . uhghk tampak tua Kim"

"Sialan berhanti bicara, kau membawa ponsel?! tahun berapa ini?! " Pria itu panik berusaha meregoh saku tubuh

" Kau . . .harus membuat Kyu. .ngsoo hamil" ledek pria itu solah dia tidak tahu dirinya sekarat. Jong-in mengingatnya, dia gemetaran karna tahu seberapa parah malam ini. Malam Sehun meregang nyawa. Dia melompat kembali kemasa lalu.

"Jaga dia. . ."

Tak lama pria itu tidak sadarkan diri. Jong-in sekuat tenaga berusaha memompa nafas pria itu, karna dia masih hidup. Namun seolah sesuatu memaksanya berjalan mundur terkunci di semak-semak meinggalkan tubuh Sehun sendirian disana dan tidak mengizinkannya untuk mengubah sejarah hari itu. Ya, seorang pria dengan tubuh jakung penuh peluh, menatap tubuh Sehun tanpa berniat menyentuhnya, tak lama beberapa orang lagi muncul di belakangnya.

" Yeon hee." ujar pria itu seolah dia meminta laporan rinci dari dua pria yang berada didekatnya itu.

"Nona Yeonhee sudah diamankan, dua remaja diatas sudah kami . . ."

"kami sudah membenturkan kepala mereka, cukup membuat mereka berdua koma. Astaga tuan Sehun!"

"jangan mendekat!" seru pria jakung itu tanpa berperasaan mencegah dua pria itu untuk menghampiri tubuh Sehun. Dia jelas melihat Sehun yang masih bernafas, dia bisa menyelamatkan nyawa Sehun.

"Dia berakhir disini. Kirimkan saja polisi besok pagi kesini. dan bereskan semua bukti"

" Kris sialan" cekat Jong-in yang tertahan di lehernya dan detik berikutnya dia sudah berada ditempat lain.

Dia lelah, sangat lelah. Dia berada di ujung kematiannya, detik berikutnya dia melihat kematian sahabatnya dan sekarang dia kembali terlempar entah dimana. Namun seolah rasa lelahnya lenyap begitu saja saat melihat gadis itu. Duduk dikursi rodanya menatap kosong matahari terbenam dengan sebuah surat yang pernah dia tulis untuk gadis itu.

"Dasar bodoh. . ." Gumam Kyungsoo tanpa sadar bersamaan dengan setes air mata yang membasahi pipinya. Jong-in hanya tersenyum dan meilih memasukan kedau tangannya memperhatikan gadis itu dari samping. Gadis itulah dunianya, sekalipun dunianya sedang bersedih sekarang, tapi setidaknya dia tidak pergi meninggalkanya.

"Aku tidak pernah memintamu membangun rumah disini." gumam gadis itu lagi yang membuat Jong-in hanya tersenyum geli mendengarnya. dia memang meminta kakeknya untuk membangun rumah disini sehari setelah dia pergi bersama Kyungsoo ketempat ini.

"Tapi kau menyukainya bukan?" Ujar pria itu dan membuat Kyungsoo tersentak kaget gadis itu menoleh dengan wajah ketakutan.

"Ti. .dak mungkin"gumam Kyungsoo

" ternyata masih sempat. . " kekeh pria itu sambil berjalan menghampiri Kyungsoo mengangkat tubuh gadis itu dan mendudukannya dipagar balkon tempat dimana mereka berdiri sekarang. Mereka tampak diam tidak satupun dari mereka berusaha melepaskan pandangan mereka.

Sebelum akhirnya Kyungsoo mengangkat tangannya mengusap lembut wajah pria itu.

"Kau baik-baik saja. . ."

"Setelah terjun ke jurang? Hampir mati tentu saja" ujar pria itu setengah bercanda dan detik berikutnya sebuah pukulan yang melayang ketubuh Jong-in.

"Brengsek! Kenapa kau menghilang begitu saja! Kau tidak tahu. . ." Ucapan Kyungsoo tercekat saat Jong-in mencengkram tangan Kyungsoo dan mengecup sekilas bibir Kyungsoo.

"Waktuku tidak banyak. . ." Ujar Jong-in sambil menyusupkan sebuah cincin kejari manis Kyungsoo. Yah, cincin yang slelau dia bawa kemanapun selalu berada di kelingkingnya tanpa di sadari siapapun, cincin milik mendiang ibunya.

"Tetaplah hidup sampai aku membuka mataku mengerti?" Ujar Jong-in sambil menangkup kedua belah pipi Kyungsoo dan tangis gadis itu kembali pecah. pria itu menggeleng sambil menyatukan keningnya pada kening Kyungsooo.

"Tidak tidak, jangan menangis kumohon. ."

"Kau akan pergi." Isak Kyungsoo namun Jong-in menggeleng sebagai jawaban.

"Aku selalu disini." Ujarnya

" Dan selalu mencintaimu. . ." Bisik Jong-in yang membuat Kyungsoo tanpa sadar mengalungkan lengannya keleher pria itu dan menempelkan keningnya pada kening Jong-in.

"Nado. . ."

    people are reading<Timeless [ Kaisoo GS] ✔️>
      Close message
      Advertisement
      To Be Continued...
      You may like
      You can access <East Tale> through any of the following apps you have installed
      5800Coins for Signup,580 Coins daily.
      Update the hottest novels in time! Subscribe to push to read! Accurate recommendation from massive library!
      2 Then Click【Add To Home Screen】
      1Click