《My Love Made in the 90's》III
Advertisement
Pagi yang berangin hari ini menciptakan udara kian menyejukan, akan disesali jika dilewatkan untuk dinikmati. Kicauan burung-burung bertengger diranting pohon begitu ramahnya, tak kan terusik akan suaranya justru keberadaanya melantarkan sukaria.
Mengawali pagi dengan segelas susu hangat dan roti tawar disaluti selai cokelat, blueberry atau rasa lain sesuai selera si penyantapnya juga tak kalah nikmat. Minggu pagi ini Heeseung bangun lebih awal dibandingkan akhir pekan sebelum-sebelumnya. Biasanya ia menghabiskan paginya dengan masih terbaring ditempat tidur kemudian bangun sekitar jam 11 siang. Namun tidak untuk hari ini, semalam Seon menginap dirumahnya setelah kepulangan mereka dari kostan Umji. Tampaknya Heeseung sedang menyiapkan beberapa santapan daya mengisi perutnya pagi ini, bukan hanya untuk dirinya saja tetapi ia juga membuat untuk Seon.
Di atas meja makan terdapat 2 roti bakar, bean sprout soup dan tofu yang sudah dibuatnya.
"Maaf aku terlambat bangun" sapa Seon sambil menarik pelan bangku didepannya kemudian duduk didepan meja makan.
"Bukan masalah, ini masih pukul 7 pagi. Lagipula memang kau seharusnya lebih banyak beristirahat"
"Percayalah, aku akan baik-baik saja. Kau membuat apa? Kenapa sepertinya banyak sekali yang ingin kau buat?" tanya Seon seraya menilik hidangan yang ada dihadapannya.
"Ah tidak, hanya ini saja. Aku sedang membuat bubur untukmu tapi jika kau ingin menyantap roti bakar itu juga tidak apa-apa. Ini minumlah susumu" ujar Heeseung sambil meletakkan segelas susu didekat Seon, kemudian kembali lagi ke kitchen set untuk melanjutkan apa yang sedang dibuatnya.
"Jika aku memakan roti ini, jadi untuk apa kau repot-repot membuat bubur itu? Aku akan menunggu bubur buatanmu saja" balas Seon sehabis meneguk segelas susunya.
Heeseung menatap sesaat seraya tersenyum melihat keadaan teman sekaligus kakak laki-laki yang dianggapnya itu jauh lebih baik. Mengingat kembali perbicangan mereka bersama Ga Eun dan Umji kemarin malam terasa begitu dekat dan hangat, berkenaan dengan apa saja yang mereka ceritakan. Tidak sesekali gelak tawa ke empatnya terlepas bersamaan, begitu menikmati sisa-sisa kebahagiaan malam itu. Apalagi antara Ga Eun dan Seon, sepertinya mereka sudah saling melupakan apa yang telah terjadi diantara mereka berdua, keduanya kini menjadi teman yang dekat sebagaimana dirinya pada Umji.
"Heeseung"
"Kenapa hyung? Apa kau sudah lapar?" tanya Heeseung tanpa membalikan badannya, ia lebih fokus apa yang saat ini dilakukannya.
"Bukan. Aku hanya ingin berterimakasih kepadamu untuk selama ini"
"Sangat terdengar aneh ketika kau berterimakasih kepadaku dibandingkan tidak mengucapkannya sama sekali hahaha" Heeseung justru tergelak sampai hampir saja ia menumpahkan potongan dada ayam yang selesai diirisnya.
"Aku serius mengatakannya. Percuma kita bersama dari kecil jika kau saja tidak bisa membedakan dimana aku sedang serius atau tidak" ujar Seon terdengar kecewa karena ketidaksukaannya melihat Heeseung seperti itu. "Atau karena aku kurang berterimakasih kepadamu bahkan sepertinya tidak pernah sama sekali? Maka dari itu terdengar aneh"
"Bukan begitu hyung, ingatlah selama ini rasa terimakasihku juga bisa terhitung dengan jari jumlahnya. Jujur saja, aku merasa begitu sungkan mengucapkannya padamu, tapi tanpa kita saling mengucapkannya aku yakin kita akan tetap saling berbagi dan bersama-sama seperti ini." jelas Heeseung seraya membawa semangkuk bubur buatannya yang sudah jadi untuk diberikan pada Seon.
"Benar juga, hanya saja tidak ada salahnya kan jika aku berterimakasih kepadamu? Semenjak kejadian kemarin seolah menamparku, aku begitu takut sekali tidak dapat melakukan hal yang sesederhana itu di hidupku. Aku tidak ingin mati tanpa pernah berterimakasih dan meminta maaf kepada orang terdekatku" ucap Seon ditengah membaur lembut buburnya.
"Aish! Berhentilah mengucapkankan layaknya seseorang yang akan kehilangan nyawa. Memang benar, kita tidak akan pernah tahu sampai kapan kita hidup dan kau tidak salah mengatakannya padaku, tapi cukuplah memikirkan bagaimana menjadi sebaik-baiknya manusia semampu kita." jelas Heeseung panjang lebar.
Advertisement
Seon termenung atas apa yang diutarakan Heeseung, dilain sisi dia membenarkannya. Itulah yang memang semestinya ia pikirkan, bukannya malah berasumsi yang bukan-bukan.
"Habiskan buburnya, setelah itu aku akan mengantarmu. Ajeossi sudah sangat mengkhawatirkanmu"
"Huh? Apakah Appa sudah dirumah?" tanya Seon yang baru mengingat ponselnya, dia baru sadar ponselnya mati akan dayanya dan belum dicharge. Ya, sejatinya Seon belum memeriksa handphonenya sejak semalam, ia menghabiskan waktunya tanpa sama sekali menggengam ponselnya. Pasti ayahnya sangat kesulitan berkali-kali menghubunginya sampai akhirnya menghubungi Heeseung.
"Iya, dia baru saja sampai pukul 12 malam"
"Heeseung, apa kau mengatakan padanya keadaanku semalam?" tanya Seon menghampiri Heeseung begitu langkas.
"Belum, aku belum mengatakan apa-apa. Aku hanya memberitahunya jika kau berada di rumahku." kata Heeseung membersihkan sisa-sisa alat masaknya.
"Syukurlah. Ah Heeseung, aku mohon kepadamu jangan ceritakan hal itu padanya. Aku tidak ingin.........."
"Percuma saja hyung, Ajeossi sudah tahu apa yang telah terjadi padamu. Mantan rekan kerjanya yang membayar sekawanan itu juga akan menyerahkan dirinya ke kantor polisi hari ini."
"Apa? Kau tau darimana?"
"Berapa banyak lagi pertanyaan yang kau berikan untuk ku? Cepat habiskan saja buburnya. Aku mau mandi dulu" bukan menjawab pertanyaannya, Heeseung malah meninggalkan Seon dengan santainya.
Bagaimana aku memulai ketika bertemu Appa nanti? Sudah 3 bulan aku tidak bertemu dengannya, tapi ketika kepulangannya ia kesini aku dalam keadaan seperti ini. Sungguh buruk.
*****
"Umji, kau menaruhnya dimana?"
"Apa pendengaranmu bermasalah? Sudahku bilang aku menyimpannya dekat wadah pengering piring" jawab Umji setengah berteriak yang tampaknya ia kesal dikarenakan beberapa kali dirinya diganggu oleh Ga Eun, Umji yang tengah sibuk menggunting kuku di balik balkon.
"Astaga! Aku benar-benar tidak melihatnya tadi"
Itulah cara Umji dan Ga Eun memulai akhir pekan mereka hari itu dengan keributan kecil, perkara sulit menemukan sebotol minyak wijen.
Sedangkan seorang Ga Eun terlihat menyibukkan dirinya dengan membuat Gyeran Jjim untuk hidangan pagi mereka, beberapa bahan seperti telur, daun bawang, kecap ikan dan bahan yang diperlukan sudah siap sedia.
Keduanya memang sudah sepakat membagi tugas, apabila Ga Eun menginap dikostan Umji untuk urusan dapur Ga Eunlah yang bertanggung jawab, sedangkan Umji membersihkan ruangan. Bertepatan Umji yang tidak dapat memasak, ia memanfaatkan temannya itu untuk membuatkannya berbagai makanan.
Selain ada yang menemani dirinya, itulah yang membuat Umji sangat senang akan keberadaan Ga Eun di kostannya, dia dapat menikmati makanan tanpa harus membelinya dari luar, terasa lebih hemat baginya.
Ga Eun memang hobi memasak, ketika usianya masih duduk dikelas 5 sekolah dasar dirinya sudah dapat membuat makanan dengan cukup lezat.
Terlebih ibunya adalah seorang chef, dari ibunyalah Ga Eun dapat belajar membuat bervariasi makanan, dari makanan ringan, pokok ataupun penutup. Baginya sangat menyenangkan jika orang menyukai akan masakannya, apalagi membuat orang lain kenyang dan puas atas apa yang dibuatnya. Sungguh membangkitkan semangatnya untuk selalu menghasilkan cita rasa yang enak.
"Ga Eun, ini handphonemu berdering. Kei oppa menelfonmu"
"Terimakasih, tolong awasi dulu masakannya"
"Nee, jangan lama-lama. Aku tidak dapat mengambil alih profesimu yang satu ini"
Ga Eun melangkah ketempat yang membuat dirinya lebih leluasa untuk menjawab panggilan dari seseorang yang menghubunginya, ia menuju ke arah balkon.
"Hallo"
"Ga Eun? Kapan kau akan pulang?" tanya seseorang disebrang sana, dari suaranya terdengar seperti laki-laki. Serupa yang diketahui, laki-laki tersebut adalah kakaknya, bernama Kei.
"Aku belum tahu Oppa. Memangnya kenapa?"
"Siang ini aku ada jadwal latihan lari marathon. Sebab itu aku tidak bisa mengantar Taki ke tempat lesnya."
"Lalu maksudmu aku yang menggantikanmu untuk mengantarnya?"
Advertisement
"Kau memang pintar. Baiklah, kau sudah mengerti apa tujuanku untuk menelfonmu. Aku tutup ya?"
"Op, oppa... tunggu. Apa tidak bisa dia berangkat sendiri? Atau kau beri pesan saja dia berangkat bersama teman-temannya" balas Ga Eun mencoba memberi saran.
"Begitu caramu menolak secara halus?"
"Bukan begitu, hanya saja aku sangat tidak ingin keluar sampai menjelang sore. Aku ingin menghabiskan waktuku bersama Umji dengan bermain game. Aku saja berencana akan kembali kerumah pukul 7 mal........................."
Tut Tut Tut
Belum sampai mengakhiri percakapannya, Kei memutuskan sambungannya secara sepihak menyebabkan Ga Eun mengacak-acak rambutnya seperti orang yang sedang putus asa.
Ah, sial anak itu kenapa merepotkan saja.
"Ga Eun, apa kau sudah selesai?" pekik Umji berasal dari dapur.
"Sudah. Aku kesana"
Sebelum benar-benar menuju sudut dapur, handphone Ga Eun kembali berdering hanya saja kali ini pesan masuk yang terlihat, kemudian ia menyempatkan dirinya untuk memeriksanya terlebih dahulu.
From : Kei Oppa 🏃
Kau harus pulang sebelum pukul 1 siang, jika tidak album-album idolmu akan menjadi targetanku.
Sesaat kedua bola mata Ga Eun terbeliak, membayangkan jika Kei bersungguh tentang apa yang diucapkannya, lebih tepatnya terbaca sebuah ancaman. Tidak ingin album-album yang sudah dibeli hasil dari tabungannya menjadi sasaran empuk, maka kini tidak ada pilihan lain lagi baginya selain mengiyakan apa yang diperintah oleh Kei.
"Umji, aku harus meninggalkanmu"
"Tidak masalah untukku. Apa kau diperintah kembali kerumah sekarang?"
"Tidak, tidak sekarang. Hanya saja aku harus kembali kerumah sebelum pukul satu. Ah! Aku membenci akhir pekanku jika dilalui seperti ini" kesal Ga Eun, disamping itu dia melanjutkan urusan memasaknya namun tidak segairah awalnya.
"Ada apa? Apa yang terjadi?"
"Kei oppa menyuruhku untuk mengantar Taki ketempat les, karena dia tidak bisa mengantarnya hari ini"
"Ya lakukanlah permintaannya, jangan dijadikan beban seperti itu. Lagipula kau ini juga kakaknya, sudah menjadi tanggung jawabmu. Ku rasa jika Kei oppa tidak latihan hari ini dia pasti tidak akan meminta tolongnya padamu".
"Hmm iya iya. Aku akan melakukannya" jawab Ga Eun terdengar mau tak mau.
"Ga Eun, kau ini harus bersikap layaknya seorang saudara. Aku saja sangat iri padamu, kau memiliki saudara yang lengkap kau punya kakak dan adik. Sudah sepatutnya kau itu menyayangi, terutama Taki" kata Umji tersiar menceramahinya.
Ga Eun sekedar mengangguk, ia tidak ingin menyanggah apa yang dikatakan Umji, jika hal itu terjadi akan lebih jauh lagi permbicaraannya bak kepala yang sedang berpidato diatas podium.
*****
Jam seakan memperlaju cepat jarumnya, tidak terasa kini menunjukan pukul 11 siang.
Sebagai halnya yang dikatakan Ga Eun, dirinya akan kembali kerumahnya untuk menemani adiknya, Taki.
Sebelum itu Ga Eun mempersiapkan dirinya untuk berkemas, memilah pakaiannya yang kotor dan yang tidak. Sejujurnya ia begitu berat hati beranjak dari tempat Umji, tapi keadaan semacam mendesaknya.
Hendaknya memerlukan sekitar 15 menit untuk membenahi semuanya, setelah itu Ga Eun berpamitan pada Umji.
"Umji, maafkan aku. Aku tidak dapat menemanimu sampai malam" kata Ga Eun,
"Jangan jadikan itu persoalan Ga Eun, keluargamu jauh lebih penting"
"Hmm, aku pulang dulu ya"
"Hati-hati, hubungi aku jika kau memerlukan bantuan atau sesuatu"
"Terimakasih Umji"
Kemudian Ga Eun membelakangi Umji dan berlalu, perlahan-lahan sosoknya tidak terlihat dari pantauan Umji, setelah itu Umji masuk ke dalam kamar dan kembali bersama kesunyiannya.
*****
"Heeseung"
"Kenapa?" balas Heeseung karena seruan Seon, sedangkan kakinya menginjak pedal rem dan tangannya siap-siap melepas seat belt.
"Menurutmu aku harus mengatakan apa ketika bertemu ayahku?"
"Kenapa kau bertanya seperti itu? Seolah ingin bertemu dengan orang asing saja"
"Terang saja, aku sudah tidak bertemunya tiga bulan dan sekalinya bertemu dalam keadaan seperti ini" kata Seon memandangi keadaan pada sariranya dengan luka-luka yang membekas.
"Lalu apa yang salah? Kau seperti ini juga bukan salahmu, justru kau adalah korban"
"Memang tidak ada yang salah, hanya saja aku mengasihani diriku yang seperti ini"
"Sudah, berhentilah bergurau. Ayo turun" ajak Heeseung tanpa adanya formalitas.
Bahwasanya Heeseung tidak ingin mendengar Seon berkata-kata apa-apa lagi, apalagi jika melihat ekspresi Seon yang begitu tidak percaya diri. Ia sangat gemas jika Seon seperti itu.
Heeseung lebih mendahului keluar dari mobil, sedangkan Seon tampaknya masih mempersiapkan untuk menampakkan dirinya.
Tanpa perlu sampai menuju ke depan pintu utama rumah untuk mengetahui kedatangan mereka, seorang laki-laki keluar lebih dulu dengan lajaknya.
"Heeseung, dimana Seon?"
"Dia ada didalam Ajeossi. Maaf aku terlambat membawa kembali Seon hyung" jawab Heeseung mengarah pada Seon. Dan memberikan sebentuk 'isyarat' untuk Seon agar cepat keluar dari dalam mobil.
"Tidak apa-apa Heeseung, justru Ajeossi sangat berterima kasih kepadamu"
Kesudahannya Seon mengeluarkan dirinya dari mobil, entah dalam perasaan yang masih setengah ragu atau tidak.
Kaki Seon belum melangkah satupun ke arah dimana ayahnya dan Heeseung berada ketika ia sudah turun dari mobil, kini dirinya hanya memandang dengan tatapan yang tidak pasti dan tidak diketahui apa maksud didalam benaknya saat ini.
Namun berbeda reaksi sang ayah, justru ayahnyalah yang menghampiri Seon kemudian begitu lekas memeluk Seon. Tertentang dari apa yang didapatinya, Seon tetap pada awalnya dengan berpijak tanpa beralih.
"Seon, maafkan appa nak. Semua terjadi karena salah appa. Seharusnya appa saja yang menanggung rasa sakitmu itu" kata ayah Seon yang terlihat tubuhnya tergerak naik turun sebab tangisannya yang menggarau diatas dekapannya pada Seon. Heeseung yang melihatnya hanya termangu, menahan kesenakannya didada.
Bersela antara ayahnya dan Seon, seseorang keluar dari dalam rumah dan disusul oleh seorang yang lainnya, wujudnya tergambar itu adalah sosok ibu. Ibu tiri Seon dan disebelahnya kini adalah Daniel.
"Seon Hyung" pekik Daniel yang masih berdiri di atas teras, kemudian berlari kecil menghampiri keberadaan Seon dan sang Ayah. Sang ayah melepaskan pautannya, menyadari anak bungsunya kini berada dibelakangnya.
Tercermin jelas kesedihan yang mencuat pada kedua mata Daniel, memperhatikan lirih raga Seon dari sudut atas hingga bawah, beberapa detik mereka seolah terhenti akan tetapi tidak lambat dari itu Seon melangkahkan kakinya ke depan lebih dekat dimana tempat Daniel berdiri.
Diluar dari yang tidak pernah diduga, Seon menarik batang tubuh Daniel ke dalam dekapannya, kini keduanya berpautan karena Danielpun membalas rangkulan hangat dari sang kakak.
Ini adalah sesuatu yang pertama kali dalam seumur hidup Daniel, selama ini dirinya baru merasakan kedekatan antara dia dan Seon bahkan ini jauh lebih dekat dibandingkan harapan Daniel.
Ya, Daniel ingin sekali dapat menjadi saudara yang dekat pada Seon sejauh ini, namun Seon selalu tampak tidak ingin melakukannya. Tapi hari ini, justru seorang Seonlah yang membuka harapan itu untuk Daniel. Saat ini Daniel tidak dapat mengatakan apa-apa, perasaannya begitu meletup amat bahagia. Beginilah rasanya dekapan dari seorang kakak.
"Daniel, maafkan aku untuk selama ini" lafal Seon yang pada akhirnya menyirapkan apa yang memang seharusnya ia sudah beri jauh lebih dahulu kepada Daniel. Seon begitu mengakui atas apa yang sudah ia lakukan terhadap Daniel selama bersama.
Kepada hari ini serta di hadapan Heeseung, Seon telah membuktikan apa yang memang dikatakan sebelumnya. Dirinya mulai menerima Daniel ke dalam hidupnya, meskipun terasa begitu terlambat. Bukan hanya memperkenankan Daniel seorang ke dalam hatinya, Ny.Aera yang adalah ibu tirinya pun mendapatkan sama halnya. Seon tidak akan membiarkan dirinya untuk mengabaikan keduanya lagi.
throwback
Advertisement
Couplet
The Maker departed from the world with one message: that the greatest artist would come to succeed the divine throne. Without anyone to uphold them, the very laws of the world gave way to chaos. The days of the purple sun signified the blight of more and more land. Monsters lurked about, and at nights when the moon would kiss the earth, entire civilizations would cross over the veil and enter the continent of Aetrea, plunging it into perpetual wars over what little habitable land remained. Join Bastet on his journey to uncover the mysteries of a decaying world, the kingdoms that rule it, and the magics that tear it asunder. Through struggle, friendships and love, will Bastet ever find an artist worthy of stopping the inevitable decay?
8 160Night Terror
Story is currently 'on hold' for an indefinite period of time - I will eventually post the whole thing when it's complete, see the news post for more details. After dying young, a man reincarnates into a new world as Abe Haruki. 'This whole world is suspicious...' Despite the fact that Haruki had never once met a god, even during his reincarnation, he couldn't help feeling that this world was just too... Intelligently designed? I mean, seriously... Levels? Classes? Stats? Items? You can even level up your abilities! 'Definitely suspicious...' Unfortunately, the Church have been keeping close tabs on him from the shadows. They've heard rumours of a boy, born with a golden ring. With magical affinities that defy logic. Darkness and light energies destroy each other, violently, so how does he have the affinity for both? Can Haruki live his peaceful life along side childhood friend Suzu? Or will they fall to the coming darkness? ::Author's note:: While there are stats and exp etc, it's not LitRPG. They are there, but not the focus in any way. The world is more hardcore - A human is soft, so a pierced lung should eventually kill them. Even though they have a small pool of HP, a single deadly blow can end it all. If you ever want to say G'day, I'm in the discord chat every now and then, so feel free to join the madness ;) Thanks for reading
8 100Canticle for the Death Weaver
Two religious cults have very different views on the nature of their world - a superstructure floating above a black sea of ferrofluid. An unlikely disciple of the Noble Silken Faith discovers the truth across this science fantasy tale about savagery, loyalty and zeal.
8 94Naruto: Relit
A complete rewrite of Naruto, from start to (hopefully) finish with a bigger focus on world-building and character dynamics. Born into a life with no parental guidance and complete social isolation, Naruto Uzumaki feels alone and scared in a world that is seemingly content on ignoring everything about him. However, through hardship, he holds onto his dream of becoming the Hokage (Includes rewritten lore, abilites and characters, cannon ships)
8 145How To Train Your Dragon: The Next Heir
My names Eylimi, great name I know but it's not the worst. I live on the island of Berk and life here is amazing. Just not for me. Dad changed the world by stopping the dragon wars, mum is known as a fearless warrior. Me? I'm just the skinny girl that's good with a bow, can't even train a dragon. This is the story of how I proved all that wrong. Of how I did train a dragon. Not just any dragon. My dads childhood nightmare.~I don't own anything owned by DreamWorks~Story - ©Moonstone360
8 254MERIDIANS ━━━ rey ²
❝ 𝘐'𝘔 𝘞𝘐𝘛𝘏 𝘠𝘖𝘜 𝘛𝘖 𝘛𝘏𝘌 𝘌𝘕𝘋 ❞In a universe where even stars can die, Ana and Aero Skywalker remain infinite. ( star wars, ep vii - ix ) ( rey of jakku x oc ) ( book 2 in the 𝗗𝗔𝗥𝗞 𝗠𝗔𝗧𝗧𝗘𝗥 series )© tilmourning 2017
8 141