《My Love Made in the 90's》Memories create serenity
Advertisement
"Taki, berapa lama lagi kau tertidur seperti itu? Buka pintunya! Cepat bangun!" ketuk Ga Eun untuk beberapa kali pada ambang pintu kamar Taki, adik lelaki satu-satu itu.
"Biarkan aku saja yg membangunkannya. Kau turun saja dan habiskan sarapanmu"
"Kei oppa, percuma saja pintunya dikunci olehnya dari dalam"
"Coba kau minggir Ga Eun"
"Kau mau apa?"
"Mendobrak pintunya"
"Apa kau sudah gila? Bukan hanya membangunkannya nanti, kau sekaligus merusak pintunya"
"Hei, kau belum tau Ga Eun. Selama kau tinggal di Incheon, Taki menjadi mempunyai banyak waktu untuk dirinya dengan melakukan hal yang dia sukai dan bersenang-senang. Lihat saja, dia pasti belum terbangun akibat semalaman bermain game"
"Mwo? A.. apa yang kau bicarakan, huh? Apa kau membiarkannya? Dan maksudmu jika adanya aku dia tidak senang? Kau jahat sekali!" geram Ga Eun sambil memukul bagian bahu lelaki di hadapannya yang begitu bidang, kekar & memiliki paras tampan, kakak lelakinya. Baek Hyeon Kei.
"Aw, haha, aw... hentikan hahaha. Mengapa tenagamu semakin kuat sekali? Seakan melebihi tenaga dalamku" ejek Kei mencoba menghindar pukulan bertubi-tubi dari Ga Eun, meskipun sebenarnya tidak begitu sakit. Kei memang hobi saja menjaili adik perempuannya yang manis itu.
"Sebenarnya apa yang kau lakukan disini? Membantu membangunkan Taki atau hanya ingin mencibirku?" Ga Eun menghentikan serangannya. Namun, kini terlihat jelas ia memanyunkan bibir mungilnya karena masih meradang. Kei hanya terkekeh melihatnya.
"Maafkan baby, habisnya aku sangat senang jika berhasil membuatmu marah, karena raut wajahmu begitu menggemaskan apabila seperti itu" balas Kei mencoba membuat Ga Eun tidak larut dari amarahnya, sambil mengusap surai panjang milik dongsaengnya itu.
"Aku bisa tetap menggemaskan tanpa harus kau membuatku marah terlebih dahulu"
"Ah, aku lupa tujuan aku kesini untuk membangunkan Taki bukan untuk mendengarkan kepercayaan diri dalam dirimu"
"Keiiiii oppaaaaaa, kau benar-benar membuatku............."
Ckrik
"Apa yang kalian lakukan didepan pintu kamar ku?" seseorang keluar dengan suara separuh parau, mata yang masih tertutup sayup dan menundukkan kepalanya kemudian sesekali berusaha mengangkatnya kembali, terlihat tidak kuasa menahan rasa kantuknya.
"Taki, ini kau? Syukurlah! Kau ternyata bisa bangun tanpa aku harus mendobrak pintunya untuk kesekian kali" kata Kei sambil menggoyakan bahu Taki, memastikan itu penampakan dan wujud adiknya, bukan sebuah roh atau bayangannya saja.
Advertisement
"Iya ini aku, hyung. Memangnya siapa lagi?" jawab Taki nampaknya masih setengah sadar.
Di lihatnya seseorang yang berada di sisi Kei, dari sudut bawah Taki sesekali mengusap matanya guna memastikan apa yang telah ia lihat didepannya. Dan....
"K.... ka..... kak Ga Eun? Kenapa kau bisa disini?"
Ternyata kehadiran Ga Eun sejak Taki membuka pintu kamarnya tidak tergambar jelas olehnya, seperti nyawanya belum semua menyatu ke dalam raganya.
"Apa kau tidak salah atas pertanyaan mu? Kau bilang kenapa aku bisa disini? Yha! Memang kenapa tidak bisa?" Ga Eun cukup tercengang apa yang dia dapatkan, bukannya menyambut dirinya dengan hangat justru dapat pertanyaan yang diluar dugaan dari adiknya sendiri.
"Ah, tidak-tidak. Maksudku kakak kenapa sudah sampai Seoul? Bukankah terakhir kakak bilang akan perpanjang kontrak oleh klien kakak? 3 bulan lagi bukan?"
"Bagaimana kau tahu? Apa kau sudah mulai peduli denganku sampai kau tau jadwal pekerjaanku? Atau kau memang sudah bertanya sebelumnya hanya untuk memastikan akan berapa lama aku disana, jadi kau juga bisa memastikan berapa lama kau bisa bersenang-senang karna tidak ada kehadiranku disini?" pertanyaan Ga Eun yang begitu tepat membuat Taki menelan ludah didalam tenggorokannya yang kering.
Taki hanya terdiam tidak menjawab satupun pertanyaan yang telah Ga Eun lontarkan kepadanya, begitu bertubi-tubi.
"Ga Eun cukup, ini terlalu pagi jika kau mengeluarkan segala emosimu itu. Taki cepatlah kau siapkan dirimu, kita sudah ditunggu Eomma dan Kakek dibawah."
"Ditunggu? Memangnya kita mau kemana?" tanya Taki dengan perasaan sedikit lega karna hyungnya seolah membantunya dari hantaman Ga Eun.
"Bagaimana kau bisa lupa? Hari ini adalah ulangtahun kakek. Kita akan bersama-sama mengunjungi sesuatu tempat".
"Ah, benar. Padahal alarm di hp ku beberapa hari yang lalu sudah memberi notice. Malah aku melupakannya saat di hari yang ditunggunya". balas Taki sambil menggaruk kepalanya yang padahal tidak gatal.
"Dasar kau ini, baiklah kami akan turun. Bergegaslah menyusul kami" perintah Kei seraya mengusap rambut Taki, lebih tepatnya mengacak-ngacaknya karna terlalu gemas melihat ekspresi adiknya itu jika bangun tidur.
"Baik Hyung"
Advertisement
Ga Eun membayangkan dirinya seperti nyamuk, sedari tadi hanya menatap kedua saudara kandungnya yang asyik berdialog dihadapnya, tanpa menghiraukannya.
"Kak Ga Eun....." panggil Taki.
Ga Eun memutar balikannya badannya yang belum sampai tiga langkah meninggalkan Taki. Sedangkan Kei sudah berlalu membelakangi mereka berdua.
"Mwo?"
"A... aku... aku...."
Ga Eun mengernyitkan alisnya, menunggu apa maksud dari Taki memanggilnya tadi.
"Aku......."
"Kenapa kau? Katakan saja"
"Aku minta maaf" Taki mendekati posisi Ga Eun dengan meraih kedua tangannya, tanpa disadari rona Ga Eun berubah.
Sejenak terdiam akan apa yang telah ia dapati, terlebih dia belum pernah menerima hal ini sebelumnya.
Ada sesuatu yang begitu menyilukan dari dalam. Dan itu terjadi tepat ia rasakan di dalam hatinya. Ibarat mendapatkan sebentuk hadiah dari sang kekasih, namun rupanya ini lebih dari itu.
Memori demi memori yang kini terlintas pada pikirannya, membuat Ga Eun terlihat tidak terjaga dari sadar. Justru membuat Ga Eun nampak seperti orang kerasukan, dengan mata yang tidak kerjap untuk kesekian detik.
Ya, Ga Eun bersama kenangannya, mengingat kembali selama ini hubungan dirinya dan Taki tidak begitu damai, berbeda halnya dengan Kei.
Kei dan keluarganya selalu mencoba membujuk Ga Eun untuk menyayangi adiknya dengan baik, meskipun Ga Eun juga sudah melakukannya tapi ada saja perkara yang membuat dia kembali lagi untuk menyesalkannya.
Butuh segenap waktu membuat Ga Eun perlahan-lahan mencintai adiknya.
Beberapa kejadian antara dirinya dan Taki selama ini pun kini menyerangnya.
Tanpa disadari, Ga Eun menitiskan air dari sudut matanya, perlahan demi perlahan membasahi pipi.
Taki tergemap dari apa reaksi sang kakak. Jelas Taki tidak begitu menduga sebelumnya akan seperti itu.
"Kak.... Kakak kenapa menangis? Apa yang kakak pikirkan sejak kakak terdiam saja?"
Ga Eun meraih tubuh Taki tanpa isyarat. Taki semakin tergemap atas tindakan yang Ga Eun lakukan kepadanya begitu lajak. Jelas dan nyata kini berada didekapan sang kakak.
"Ah, maaf. Aku tiba-tiba mengingat akan hal yang aku lakukan padamu selama ini. Bukan kah aku seseorang yang begitu jahat? Seolah tidak pernah sempat memelukmu seperti sekarang. Sangat keterlaluan, aku baru menyadarinya saat di situasi seperti ini." jawab Ga Eun sambil mengusap parasnya yg cukup berair. Semakin didekat Taki kini, rasanya menjadi canggung.
"Apa yang kakak bicarakan? Justru akulah yang salah, selama ini aku tidak cukup meminta maaf kepada kakak. Kesekian kalinya membuat kakak marah. Aku yakin, kakak memarahiku guna kebaikanku untuk diriku di masa depan. Aku janji padamu, Aku akan mengurangi persoalan yang mungkin membuatmu marah" tutur Taki bersemangat seraya menggenggam kedua tangan Ga Eun erat, rupa meyakinkan kepada sang kakak jika ia bersungguh-sungguh tentang ucapannya.
Ga Eun membalas dengan senyumannya, terasa sangat tulus.
"Taki, sungguh kau sudah besar sekali"
"Maksud kakak?"
"Kau sudah pintar membuat janji. Apa kau juga pernah berjanji kepada teman perempuanmu selain padaku seperti sekarang?" Ga Eun kini mencebik, menimbulkan tawa diantara keduanya.
"Sejauh ini belum kak, hanya saja mungkin akan kubuat. Pasti itu jauh berbeda. Tepatnya muncul sebuah getaran yang menyenangkan, ya tidak semacam kepada kakak sekarang" Taki membalas perkataan Ga Eun, terdengar sebentuk cibiran. Sementara tangan Taki mencekau, memberi satu adegan seolah didepannya ada perempuan dicintanya dengan diberikan satu janji.
"Sudah bagus kau tidak membuat persoalan yang membuatku marah, sekarang kau malah berniat membuat janji pada seorang perempuan? Awas saja kau beraninya berkencan, selesaikan dulu dengan baik sekolahmu" peringatan Ga Eun sambil menarik batang hidung Taki yang sudahlah lancip.
"A... aw... habis kakak mencemooh seperti itu"
"Ya sudah, aku memaafkanmu dan tolong maafkan aku juga untuk kesalahan caraku jika memarahimu. Sekarang berjalanlah ke kamar mandi, kita sudah melewatkan beberapa menit. Jika saja tidak kau mulai drama tadi, kita mungkin sudah pasti selesai sarapan sekitar 10 menit yang lalu. Kami tunggu dibawah"
Taki hanya menyeringai kemudian mengangguk sebagai jawabannya.
Drrrrt, drrrt
Belum sampai di anak tangga untuk kebawah, terasa getaran berasal dari saku celana belakang Ga Eun, tanpa berpikir panjang ia bergegas meraihnya. Satu pesan yang itu terima dari layar ponselnya, agak mengejutkannya
Geonu?
*****
Advertisement
Sorcery in Boston
The timid daughter of some of the greatest spellcasters ever to have lived has found herself in another world, courtesy of magic gone awry. In Boston, Massachusetts, in the year 1935, she finds some kind souls in a hard era. In the heart of the Great Depression, as war looms around the corner, she seeks to find her place, and must come to terms with both who she is and what she truly desires. Author's Notes: Release Note: I recently realized what the hold up is. My current mental state is not compatible with the planned ending. If I wrote the ending according to what currently feels right, it will be a wretched, cruel ending that feels monstrously unfair and invalidates the work of the various characters... because that's how my life feels at the moment. The planned ending is coming out hollow and awkward, no matter how I write it, and so I've been bashing my head. I will finish it, once I manage to either brute force something decent out, or once my head gets screwed on straight. Audience: This story is not for young children - it contains some profanity, sexual content, violence, gore, and significant adult themes. Most of these are handled delicately enough not to upset teens or adults (hopefully), hence the lack of relevant tags, but it is nonetheless unsuitable for youth. It's fairly slow paced, and focused on the development of very human, very flawed individuals. Length / Completion Estimates: The outline currently involves two books. Book 1 is expected to be done with Chapter 43. It'll probably be completely finished by sometime in March of this year. I expect to move on to the far-more-lighthearted Of Gods and Dungeons (currently in progress / on hiatus). Afterwards, I may decide to redo Book 1, or write Book 2, or actually start sharing the story most dear to me, that I've been working on for several years now. Draft 1: Please be aware that this is first draft material. I do intend to come back to do a second draft after the story is complete. If anyone notices any issues whatsoever with the story, please let me know (pm, etc) so that I can improve the second draft. Writer's Pledge: I've taken the Writer's Pledge, meaning I'm commiting to completing this story. I'm a proud member of WriTE, a group dedicated to finishing stories. It will be done! Behind the Scenes notes: This picture was commissioned from an inked artist by the name of DanP. Up until the time of the protagonist's arrival, history has proceeded as before. Some places and characters have been borrowed from wikipedia entries of interesting figures from the time. I will make note in the chapter comments when such things come up. Naturally, I've taken a great deal of liberty with them. In interest of respecting individuals, I've either attempted to portray them as accurately as possible, or modified them sufficiently enough that they're simply an inspiration, instead of a real portrayal. I've attempted to be as accurate to the era as possible, but I'm not a historian. If you're aware of inaccuracies, please, bring them to my attention so that I can correct them.
8 115A Chance
Sequoia and Tyron are siblings as well as being the children of the king of all elves. They live in the palace with their father and stepmother. Sequoia’s birth mother died when she was 12 and she has always wanted to find out why she died. Finally, she gets a chance. Tyron learns news of destruction in the kingdom and wants to help. finally, he gets the chance. Their father has done many terrible things, when Tyron and Sequoia are pushed to their limits they make a big decision, the decision that will change their lives.
8 180Aelios Online
The year is 2040, technology has progressed on all fronts, but no field has shown as much growth as Virtual Reality. Aelios Online is the latest of innovations in the field, creating an entirely different world that its players may "dive" into. The world of Aelios itself is a world of both magic and technology, with the city of Retissia offering a more magical landscape compared to the more industrial streets of Gram. While the design of the world is impressive, the real draw of Aelios Online is its master AI, RIN. Quests, NPCs, the very shape of Aelios itself are all dictated by RINs response to player action and behavior, and over the course of the 5 years that Aelios Online has been active, the world has been changed in unimaginable ways. For every player action, there is a RIN reaction, and that has remained true throughout the game's entire runtime. There are many stories, many legends, that have been carved into the world of Aelios, but here we focus on two new players to the world. One aims to create in this new world, the other, to escape. Updates every Monday and Friday.
8 127Scars (Remus Lupin)
A girl who fucked up her family tradition A girl who fell in love with a beast A girl who turned into a wolf once a month, but was not a werewolf A girl who has three older sisters A girl who's name is Cassiopeia Black
8 54wolfwalkers~mabhyn oneshots
crappy oneshots curtesy of me because i need more fanfiction for this movieABANDONED
8 145The Island Princess (Edmund Pevensie x Reader)
EDMUND X READER"Edmund, I... I like you" I confessed. Fiddling with my fingers. My eyes were looking at everything. Anything. Anything but him. "I just wanted to know how... how you feel... what you feel about... me. Us."It was silent for a few moments. I finally looked at him to find out why he was so quiet.The moment my eyes landed on his face, I was able to see his expression. He had the biggest smile and his cheeks were red. Like red red."Y/N," He said my name. That alone made me feel butterflies. He chuckled, "You really are clueless."Edmund stood up and took my hands. He stood me up gently. We were now standing in front of each other with the sunset behind us, hitting the right features. Our eyes were fixated on each other."This whole time," he said, "did you not even have one passing thought that I maybe have liked you too?"I blushed. Redder than cherries."I never got to think about it" I answered. "Why?""Because," he said as he cupped my chin gently, "I like you too."You, move into a new town in England and meet the four Pevensies. You accidentally enter an enchanting new world you've never been to.ALL CHARACTERS BELONG TO DISNEY. I DONT KNOW HOW THIS WORKS BUT THE CHARACTERS AND NARNIA BELONG TO DISNEY. THE STORY BELONG TO ME.
8 205