《LOVENEMIES [END]》Bonus Chapter 1 - Cerita Sampingan: Pemakaman Mawar

Advertisement

Bae Sooji tidak suka berkebun. Hal itu terutama karena insiden traumatis di masa kecilnya.

Saat itu adalah pertama kalinya dia menanam bunga.

Lalu, Direktur Urusan Akademik menghadiahkan Kepala Sekolah Bae beberapa biji mawar. Biji mawar itu adalah jenis mawar yang baru dibudidayakan yang harganya tidak mahal. Namun, biji itu cukup langka dan hampir mustahil untuk dibeli.

Kebetulan Kepala Sekolah Bae mengkhawatirkan energi Sooji yang tak terbatas yang menyebabkannya membuat masalah setiap hari. Dia sudah merencanakan untuk menemukan lebih banyak kegiatan untuk dilakukan Sooji, maka dari itu dia mempercayakan benih itu pada putrinya. Saat Kepala Sekolah Bae melakukan itu, dia tidak lupa untuk menggambarkan pada Sooji betapa menakjubkannya mawar itu setelah mekar, bagaimana aromanya akan mengharumkan udara dan bagaimana mawar itu akan menjadi pembicaraan orang-orang.

Mata Sooji membulat mendengar kata-kata ayahnya. Terpesona pada deskripsi ayahnya, dia mulai membayangkan gambar yang menakjubkan di kepalanya.

Sekaligus, dia memutuskan, aku akan menanam bunga!

Dia mengikuti instruksi ayahnya dan menanam benih itu ke dalam pot bunga kecil. Kemudian, dia mulai mengantisipasi hari dimana benih itu akan bertunas.

Keesokan harinya, Sooji membawa pot bunga kecil ke kelas dan membual pada Kim Myungsoo dengan sangat rinci.

Myungsoo menentang apa pun yang disukai Sooji. Jadi, dia sama sekali tidak tertarik dengan pot bunga.

Lagi pula, palingan itu hanyalah sebuah pot dan bahkan tidak bisa dianggap sebagai pot bunga.

Antusiasme Sooji tidak berkurang selama beberapa hari. Dia bahkan mengangkat tangannya dan menghitung di depan Myungsoo,"Ayahku berkata bahwa benih ini bisa bertunas dalam dua minggu. Sudah empat hari, jadi masih ada..." Dia mulai tersendat.

"Masih ada sepuluh hari lagi," kata Myungsoo dingin.

"Oh, benar, benar. Kim Myungsoo, aku akan memetik bunga untukmu setelah bunganya mekar."

Myungsoo tampak terkejut. "Kenapa untukku?"

"Semua permaisuri kekaisaran di televisi biasanya memakai bunga di kepala mereka."

"..."

Itu adalah kesalahannya sendiri karena merasa terlalu cepat tersentuh.

Myungsoo menatap wajah Sooji yang penuh antisipasi. Mawar itu tidak bertunas tapi benih iblis di dalam hatinya sendiri yang tumbuh.

Kalau... pot bunga itu tidak bertunas sama sekali, Sooji pasti akan sangat marah, 'kan?

Keesokan harinya, selama pelajaran olahraga, Myungsoo tinggal sendirian di kelas dengan alasan perutnya sakit.

Pot bunga kosong milik Sooji dilletakkan di atas meja. Myungsoo mengunci pintu kelas dan menggeser potnya. Dengan hati-hati, dia mengobrak-abrik tanah dan menemukan benih mawar. Kemudian, dia mengeluarkan biji mawar dan membungkusnya dengan kertas lalu memasukkan kertas itu ke sakunya sebelum mengembalikan semuanya ke tempatnya semula seperti sedia kala. Dia melakukan yang terbaik untuk membuat tanah itu terlihat persis sama seperti sebelumnya.

Advertisement

Jantungnya berdebar kencang sepanjang proses itu, kegembiraan yang menegangkan mengalir di sekujur tubuhnya.

Wajah Sooji berkeringat setelah menyelesaikan pelajaran olahraga. Dia sedang menjilati es loli saat dia kembali. Myungsoo tergeletak di mejanya, tidak berani menghadapi gadis kecil itu. Dia memantau tindakan Sooji secara sembunyi-sembunyi melalui sudut matanya.

Sooji menggunakan satu tangan untuk memegang es loli dan tangan lainnya untuk mendorong pot bunga lebih dekat ke depannya.

Napas Myungsoo tertahan di tenggorokannya.

Sooji tiba-tiba meneriakkan namanya,"Kim Myungsoo!"

"Ah..." Hati Myungsoo tercekat saat dia menjawab panggilannya dengan lemah.

Sooji memberi isyarat padanya. Saat dia masih menjilati es, dia menggumam tapi tidak mengatakan apa-apa lagi.

Dia tahu, dia tahu... Wajah Myungsoo merah seperti tomat. Dia mengulurkan tangannya ke sakunya diam-diam. Ketika jari-jarinya menyentuh bungkusan kertas itu, dia mendengar Sooji berkata,"Pinjamkan aku cangkirmu. Aku perlu menyiram bunga ini. Hei, kenapa kau sangat lambat?"

Myungsoo merasa hatinya kembali ke tempatnya. Dia menyerahkan cangkir itu dengan cepat.

Memegang cangkir, Sooji berlari keluar dengan langkah berisik. Dia melompat kembali dengan cangkir setelah beberapa saat dan dengan es yang baru dibuka di tangannya. Dia memberikan es loli itu pada Myungsoo. "Ini, bukankah kau sakit? Kau akan merasa lebih baik setelah makan es loli."

Myungsoo tidak tersentuh. Lagi pula, es loli itu dibeli dengan uang sakunya.

Saat itu, Guru Kang masuk dengan bahan ajarnya. Saat dia melihat gerakan Sooji, dia merasa geli dan jengkel. "Bae Sooji! Perut Kim Myungsoo sedang sakit dan kau masih memintanya untuk makan es? Kelas akan segera dimulai, duduklah dengan benar."

Sepulang sekolah, Sooji masih meratapi bagaimana es itu meletus sebelum seseorang bisa memakannya. Myungsoo terdiam. Dia mengemasi tasnya dan melarikan diri dengan tergesa-gesa.

Hari berikutnya adalah akhir pekan. Orang tua Myungsoo membawanya ke taman, di mana dia diam-diam menjatuhkan biji mawar ke danau.

Dia menatap riak kecil yang disebabkan oleh benih yang jatuh dan mengingat Sooji yang menggambarkan betapa indahnya mawar saat mekar. Anehnya dia merasa melankolis.

Saat Nyonya Kim melihat putranya menatap air dengan wajah tegang, dia bingung dan mengusap kepalanya. "Ada apa?"

Myungsoo menggelengkan kepalanya.

Setelah itu, Myungsoo mengadakan upacara mini di tepi danau yang diberinya nama "pemakaman mawar".

Tuan dan Nyonya Kim saling melirik dan menghela napas secara bersamaan, jalan pikiran seorang anak bisa menjadi misteri!

Sooji akan menghitung setiap hari saat hari berlalu, menunggu hari saat mawarnya akan bertunas. Semakin dekat ke dua minggu, semakin bersemangat dirinya.

Advertisement

Bertentangan dengannya, Myungsoo menjadi semakin serius.

Akhirnya, hitungan mundur 14 hari sudah habis.

Tapi, permukaan tanahnya tenang dan tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan.

"Tidak apa-apa," Sooji menghibur dirinya sendiri, "Ayah berkata bahwa itu normal jika dia tumbuh lebih lama beberapa hari. Aku akan menunggu sedikit lebih lama."

Dia menunggu dan menunggu.

Pada hari ke-21, Sooji menatap kosong ke pot bunga dalam keheningan, matanya yang besar berkilau dengan air mata yang tak terbendung.

Myungsoo melihat itu dari samping dan mengerutkan alisnya.

Siapa bilang kebahagiaan dibangun di atas penderitaan orang lain?

Meskipun jelas bahwa Sooji merasa lebih kesal, tapi Myungsoo tidak merasa senang sama sekali.

Sepulang sekolah, Myungsoo menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Dia kemudian berjalan-jalan kecil di sekitar lingkungannya karena dia bosan. Di rumah tetangga, dia melihat seorang kakek bermain-main di kebun kecilnya, menggali tanah dan menyiraminya seperti sedang menanam sesuatu.

Myungsoo mengumpulkan keberaniannya dan berjalan mendekat. Melalui pagar, dia bertanya,"Kakek, apa kakek memiliki biji mawar?"

"Mawar? Kakek tidak memilikinya. Kakek sedang menanam sayuran!"

"Oh." Myungsoo sedikit kecewa. Dia berpikir sejenak dan berkata, "Kalau begitu, bisakah kakek memberiku beberapa biji?"

"Tentu. Bibit apa yang kau inginkan?"

"Selama biji itu bisa bertunas, biji apa pun tidak menjadi masalah." Dia menurunkan persyaratannya.

Merasa itu bukan masalah besar, lelaki tua itu dengan santai mengambil beberapa biji dan memberikannya pada Myungsoo. Dia melihat ada sesuatu yang membebani pikiran bocah itu. Karena itu, dia bertanya,"Apa kau menginginkan ini? Apa kau akan memberikannya pada teman sekelas yang kau sukai?"

"Aku... akan memberikannya pada telur busuk yang menyebalkan."

"Oh, karena orang itu adalah telur yang busuk, kenapa kau masih ingin memberinya biji mawar?"

Untuk pertanyaan itu, Myungsoo tidak menjawab.

Pagi itu pelajaran olahraga lagi dan Myungsoo menggunakan trik yang sama lagi. Kali ini, dia berpura-pura sakit kepala. Dia melewatkan pelajaran dan mengubur benih itu ke dalam pot bunga yang kosong secara sembunyi-sembunyi.

Adapun kenapa dia menggunakan alasan sakit kepala... dia berharap bisa makan es loli kali ini. Sayangnya, Sooji tidak membeli es sama sekali. Akhir-akhir ini, dia diliputi oleh perasaan kalah dan terpuruk. Bahkan kekuatan camilan pun tidak bisa menyelamatkannya.

Saat Sooji kembali, dia menyentuh pot bunga yang kosong dan menghela napas seperti ayahnya. "Huh, ayo buang saja." Setelah berkata demikian, dia berdiri dengan pot bunga di tangannya.

Myungsoo menghentikannya dengan tergesa-gesa. "Tunggu."

"Hah?"

Myungsoo mengerutkan bibirnya. "Kau harus memiliki kepercayaan."

Kata-katanya memberi Sooji harapan dan dengan demikian dia meletakkan pot bunga itu kembali.

Pada hari ke-26, tanah yang telah tertidur selama hampir sebulan tiba-tiba menunjukkan retakan tipis di tengahnya. Di sana, tanahnya sedikit terangkat. Bibit kecil, ramping, hijau pucat dengan dua daun yang belum terbentang muncul dari tanah.

"Ah! Bijinya tumbuh, tumbuh!!!" Sooji menari, merasa kewalahan.

Semua anak di kelas datang untuk melihat bibit mawar, mengelilinginya saat mereka mengobrol dengan berisik. Myungsoo sedikit kesal pada mereka. Dia menundukkan kepalanya dan mengerjakan soal latihan dengan tenang. Saat dia asik dengan kegiatannya, dia tidak bisa menghentikan sudut bibirnya dari getaran.

Guru Kang masuk ke kelas dan mengetuk papan tulis. "Bae Sooji! Kau lagi! Apa kau sedang mencoba menjadi Raja Monyet? Dengan keributan yang kau pimpin dengan teman sekelasmu, kau akan meruntuhkan atap. Kelas akan segera dimulai."

Sooji berseru dengan gembira,"Guru Kang, mawarku tumbuh!"

Saat dia mendengar perkataan Sooji, Guru Kang juga tersenyum. "Hoho, selamat."

"Guru Kang, saat mawar mekar, aku akan memetik satu untukmu."

Guru Kang tidak bisa menahan tawa. "Serius, Nak, berapa banyak mawar yang sudah kau janjikan pada orang lain? Jumlah mawar itu tidak cukup bahkan jika kau memotongnya sampai habis. Ayo, kita mulai pelajarannya."

Hari itu, Sooji merawat bibit dengan hati-hati. Bibit itu tumbuh lebih besar dan lebih besar, tampak lebih dan lebih hidup.

Dua bulan kemudian, bibit itu memberikan hadiah besar pada Sooji.

Bibit itu telah tumbuh menjadi wortel besar.

Sooji,"..."

Guru Kang,"..."

Kepala Sekolah Bae, "..."

Teman sekelasnya,"..."

Myungsoo,"..."

Musim gugur itu, esai musim gugur Bae Sooji berjudul "Musim Panen". Dia memulainya seperti ini: Di ​​musim semi, aku menanam benih mawar. Di musim gugur, aku memanen wortel besar...

Guru Kang sedang minum air saat dia membaca esai. Saat dia membaca esai Sooji, dia memnyemprotkan air yang diteguknya ke buku latihan.

Ujian akhir tahun itu, judul esai Bae Sooji adalah "Ayahku adalah pembohong besar". Saat dia menyerahkan esainya, seluruh sekolah tahu bahwa Kepala Sekolah Bae adalah pembohong yang tidak bisa dipercaya.

Mustahil bagi Kepala Sekolah Bae untuk menjelaskan dirinya sendiri. Dia merasa martabatnya tercabik-cabik.

Alasan mengapa mawar menjadi wortel pada akhirnya adalah misteri yang tidak pernah dipecahkan oleh siapa pun. Bahkan, melahirkan beberapa versi cerita yang tersebar luas di sekolah mereka.

Adapun Sooji, selanjutnya dia meninggalkan dunia berkebun dan tidak pernah kembali.

    people are reading<LOVENEMIES [END]>
      Close message
      Advertisement
      You may like
      You can access <East Tale> through any of the following apps you have installed
      5800Coins for Signup,580 Coins daily.
      Update the hottest novels in time! Subscribe to push to read! Accurate recommendation from massive library!
      2 Then Click【Add To Home Screen】
      1Click