《LOVENEMIES [END]》63 - Dilanda Kegembiraan

Advertisement

Saat Kim Myungsoo sampai di rumah, dia menemukan orang tuanya masih terjaga.

Lampu ruang tamu tampak redup. Mereka berdua duduk di ruang tamu dan suasananya mencurigakan seolah-olah mereka sedang berkonspirasi tentang sesuatu.

Dari saat Myungsoo muncul, mata orang tuanya tidak lepas dari dinosaurus merah muda di tangannya.

"Ini hadiah," Myungsoo menjelaskan.

"Dari siapa?" tanya Nyonya Kim.

Myungsoo tidak menjawab.

Nyonya Kim mencoba lagi dengan cara yang lebih halus. Dia bertanya,"Laki-laki atau perempuan?"

"Perempuan."

Myungsoo tidak ingin membawa dinosaurus kembali ke kamarnya. Dia meletakkan benda itu di lemari di sudut ruang tamu.

Kemudian, dia mengucapkan selamat malam pada orang tuanya dan menuju ke atas. Ada beberapa hal yang perlu dia pikirkan dalam diam.

Setelah putra mereka pergi, Tuan dan Nyonya Kim berdiri bahu-membahu di depan lemari sudut dan menatap dinosaurus.

"Dia berbohong." Nyonya Kim tiba-tiba berbicara.

Tuan Kim menepuk pundaknya. "Tidak peduli apa yang diputuskan anak kita, kita harus menghormatinya. Yang paling penting adalah dia bahagia, 'kan? "

Nyonya Kim menegakkan tubuh. "Berhenti minum setelah Tahun Baru."

"Baiklah..."

Malam Tahun Baru Bae Sooji dihabiskan dengan cara yang damai sama seperti biasanya. Dia pergi ke rumah kakek-neneknya untuk makan malam bersama sebelum menonton Gala Tahun Baru bersama seluruh keluarganya. Setengah jalan acara itu, dia tertidur.

Kepala Sekolah Bae membangunkannya untuk kembali ke kamarnya untuk tidur.

Sooji tidur dengan nyenyak dan sedikit marah saat terbangun. Dia berjalan kembali ke kamarnya setengah sadar. Saat dia menyelinap di bawah selimutnya, dia berpikir, jika itu adalah Kim Myungsoo, pria itu pasti tidak akan membangunkannya dan akan membawanya ke kamar tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Ah, apa yang dia pikirkan?

Ponsel Sooji tertinggal di ruang tamu dan berdering tanpa henti pertanda adanya pesan masuk. Merasa sedikit jengkel, Kepala Sekolah Bae membuat ponsel Sooji beralih ke mode diam.

Pagi berikutnya, Sooji melihat banyak panggilan yang tidak terjawab setelah bangun tidur. Jelas bahwa panggilan itu dibuat untuk menyampaikan ucapan Tahun Baru.

Dia membalas telepon satu per satu.

Yang pertama adalah Jung Soojung.

"Hei, Selir Jung, Selamat Tahun Baru! Apa kau sudah melihat paket merah yang ku kirimkan padamu?"

"Aku sudah melihatnya, terima kasih, rajaku! Eh, rajaku..."

"Hm?"

"Kau dan Kim Myungsoo..." Dia terbatuk sebelum melanjutkan,"Maksudku, Kim Myungsoo tidak menindasmu belakangan ini, 'kan?"

"Tidak, dia jarang melakukannya sekarang. Aku merasa bahwa dia akan segera terpikat oleh pesonaku."

"Ah, rajaku! Kau akhirnya menyadarinya?"

"Tentu saja. Aku merasa tidak akan lama lagi sebelum akhirnya Kim Myungsoo bergabung sebagai pesuruhku."

"..."

"Jadilah gadis yang baik. Jangan bertengkar demi kebaikanku. Dia sebenarnya memiliki kualifikasi lebih tua darimu."

"..."

Yang kedua adalah Kim Jongin.

"Hei, Kim Jongin, Selamat Tahun Baru! Apa kau sudah melihat paket merah yang kukirimkan padamu?"

"Bos, ini paket merah senilai dua sen. Tidak bisakah kau tidak terdengar sangat bangga akan hal itu?"

"Bukankah dua sen itu juga uang? Kau sama sekali tidak berterima kasih."

"Bos." Suara Kim Jongin tiba-tiba menjadi sedikit misterius.

"Hm? Apa?"

"Jika kau mau memberiku tiga pasang sepatu edisi terbatas, aku akan memberitahumu sebuah rahasia yang sangat mengejutkan!"

"Tentu, bawa saja kuas padaku. Aku akan menggambarnya untukmu. Merek apa yang kau mau? Adidas atau Nike?"

"..."

Yang ketiga adalah Kim Myungsoo.

"Hei, Anjing Es, Selamat Tahun Baru! Apa kau sudah melihat paket merah yang ku kirimkan kepadamu?"

"Hm." Kim Myungsoo tertawa.

Dari tawanya, Sooji bisa membayangkan ekspresi pria itu di benaknya. Bulu matanya yang turun saat pria itu tertawa pelan, terlihat lembut, memabukkan dan benar-benar tampak lezat. Wajah Sooji segera memerah. Dia bertanya pada Myungsoo,"Apa yang sedang kau lakukan?"

Advertisement

"Tertawa di rumah. Aku akan mengunjungi kerabat besok. Kau?"

"Aku di rumah kakek-nenekku. Aku sedang menunggu untuk mengumpulkan uang nanti, hehe."

Myungsoo tertawa lagi. Meskipun mereka hanya mengobrol tentang hal-hal duniawi, tidak satu pun dari mereka merasa bosan.

Setelah mengakhiri teleponnya dengan Kim Myungsoo, Sooji melihat daftar panggilannya yang terlewat. Sisanya berasal dari orang-orang seperti Oh Sehun dan Choi Minho. Dia tidak merasa ingin berbicara dengan mereka dan akhirnya mengirimkan pesan yang diisi dengan ucapan Tahun Baru yang tulus sebagai gantinya.

Pada hari keempat Tahun Baru, Sooji pergi mengunjungi Guru Lim yang baru saja melahirkan.

Karena ini adalah Tahun Baru, banyak orang melakukan kegiatan keluarga sementara beberapa dari mereka bahkan tidak tinggal di Gwangju. Oleh karena itu, jumlah siswa yang pergi mengunjungi Guru Lim hanya kurang dari sepuluh.

Guru Lim dulu cantik dan langsing. Sekarang, dia gemuk seperti balon yang ditiup. Tapi, wanita itu lebih banyak tersenyum dan cukup bersemangat setelah melahirkan. Guru Lim ingin meminta murid-muridnya untuk tinggal makan siang, tapi dia masih di tengah-tengah kurungan pascapersalinan dan itu tidak nyaman baginya. Karena semua orang tidak ingin mengganggu Guru Lim, mereka berencana makan siang di luar.

Sebelum mengucapkan selamat tinggal kepada Guru Lim, semua orang berfoto bersama dengan Guru Lim dan bayinya.

Setelah mereka pergi, mereka mendiskusikan dimana mereka harus makan siang. Son Naeun adalah salah satu dari mereka yang datang hari ini dan Sooji tidak menyembunyikan permusuhan mereka satu sama lain. Dia melihat Naeun berinteraksi dengan sangat dekat dengan teman-teman sekelasnya yang lain dan tidak ingin berpartisipasi dalam percakapan mereka. Sooji melambaikan tangannya dan berkata,"Aku masih ada urusan. Kalian pergi saja. "

"Jangan." Naeun menarik lengannya, membuatnya tampak seperti mereka berdua sahabat dekat. "Kita semua tersebar ke seluruh negeri setelah masuk universitas. Sangat jarang bagi kita untuk berkumpul jadi ayo makan bersama."

"Pamanku datang ke rumahku hari ini dan paket merahnya selalu lebih dari 1000 Won. Bagaimana kalau kau memberiku kompensasi untuk itu?"

Naeun melepaskannya diam-diam.

Karena Sooji tidak makan, Jongin merasa bahwa dia akan menjadi pengkhianat jika dia ikut. Dengan demikian, dia mengikuti Sooji dan pergi.

Dalam perjalanan kembali, Sooji melihat Naeun memperbarui Instagram-nya dengan foto yang mereka ambil di tempat Guru Lim sebelumnya. Foto-foto Naeun membuat semua orang tampak cantik dan tampan kecuali Sooji. Bahkan, Sooji merasa bahwa Naeun sengaja memilih foto dimana dirinya tidak terlihat baik.

Ini adalah alasan lain kenapa Sooji tidak menyukai Naeun – gadis itu penuh dengan tipuan dan skema kecil dan tidak pernah bertindak jujur secara langsung.

Sebenarnya, Naeun juga tidak begitu dekat dengan teman-teman mereka tadi. Paling-paling, mereka hanya dekat di luar saja. Sooji yakin mereka saling membicarakan di belakang.

Saat Sooji berada di kereta, dia menerima serangkaian pesan dari dua atau tiga teman sekelas mereka. Mereka semua mengungkapkan bagaimana Naeun berbagi berbagai gosip dan berita negatif dengan mereka. Sebagai contoh, bagaimana Sooji menindas teman-teman sekelasnya yang baru, bagaimana dia selalu cemburu dan agresif tanpa alasan terhadap Kim Myungsoo dan bagaimana dia bla bla bla bla...

Narasi yang diberikan Naeun terlalu menggetarkan.

Semakin banyak Sooji membaca, semakin jengkel dirinya. Dia sedang memikirkan bagaimana cara memberi Naeun pelajaran saat video yang masuk selanjutnya membuatnya benar-benar meledak.

Dalam video itu, Naeun berkata dengan ambigu,"Dia pergi ke hotel dengan seorang pria dari tim seluncur dan ketahuan oleh Kim Myungsoo. Keributan yang disebabkan oleh insiden ini sangat besar. Aku mendengar bahwa pria itu sangat terpengaruh oleh hal ini sehingga dia terpaksa meninggalkan sekolah."

Sooji tidak memasang earphone. Video itu diputar di pengeras suara teleponnya dan Jongin yang berdiri di dekatnya juga ikut mendengarkan. Setelah selesai mendengarkan, wajahnya tertegun. "Masih ada video yang seperti ini? Bos, bagaimana aku bisa tidak tahu?"

Advertisement

Sooji sangat marah sehingga dadanya mulai naik dengan amarah. Wajahnya masih tampak seperti air, tapi ada kilatan mematikan di matanya yang cukup menakutkan.

Jongin juga menyadari kebenaran. "Bos, dia memfitnahmu!"

Sooji berdiri dan dengan cepat berjalan menuju pintu kereta.

Jongin dengan cepat mengikuti dan bertanya,"Bos, apa yang kau lakukan?"

Sooji turun dari kereta tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Dia menuju ke sisi yang berlawanan untuk kembali ke kereta.

Khawatir, Jongin yang tertinggal diam-diam menelepon Myungsoo. Berbicara dengan pelan, dia berkata,"Hei, Kim Myungsoo, cepatlah datang, bosku mungkin akan menjadi gila!"

Sooji menyerbu ke tempat Naeun dan yang lainnya berkumpul untuk makan siang. Dia menemukan nomor kamar yang benar dan menggunakan satu kaki untuk menendang pintu terbuka.

Bang!

Orang-orang di dalam sedang mengobrol santai. Terperangkap lengah, mereka semua kaget. Mereka berbalik untuk melihat pintu serempak, senyum masih terseungging di wajah mereka.

Sooji masuk dan menyapu matanya ke seluruh penjuru ruangan. Akhirnya, tatapannya jatuh pada Naeun dan dia berkata kepada yang lain,"Lanjutkan kegiatan kalian. Abaikan saja aku."

Minho berdiri dan memanggil namanya,"Bae Sooji..." Pria itu juga tampak dalam suasana hati yang buruk dan matanya tampak sedikit kesal.

Sooji mengangkat tangannya padanya. "Jangan khawatir, aku hanya ingin sedikit mengobrol dengannya."

Dia mengelilingi Naeun beberapa kali, tatapannya membuat Naeun sangat gugup. Wajah Naeun memucat dan dia bertanya,"Dan bagaimana aku bisa menyinggungmu lagi?"

Melihat bir di atas meja, Sooji mengambil botol yang hampir kosong dan mengayunkannya ke kursi kosong di samping.

Jatuh! Botol bir pecah berkeping-keping. Pecahan-pecahan kaca botol berwarna hijau itu tersebar di seluruh lantai dan suara gemerincing renyah terdengar kacau saat benda itu menghantam tanah.

Semua orang yang hadir menerima kejutan besar lainnya. Beberapa gadis bahkan menutup telinga mereka dan menjerit.

Sooji memegang separuh sisa botol bir di tangannya. Tepi tempat botol pecah tampak bergerigi dan tajam. Dia mengarahkan botol pada Naeun, menutup jarak antara dirinya dan kaca bergerigi.

Naeun sangat ketakutan. Dia ingin melawan tetapi tidak punya nyali untuk melakukannya. Dia berpikir untuk berlari tapi takut terluka. Sekarang, dia membeku di kursinya dan berbicara dengan bibir bergetar,"Apa, apa yang kau lakukan?"

"Apa kau tahu kenapa aku bersikeras berolahraga?" Sooji berkedip dengan lesu dan berkata dengan suara lembut,"Itu karena sama seperti aku bisa berargumen dengan mereka yang bisa berargumen. Dan bagi mereka yang tidak bisa beargumen," Dia terdiam sejenak dan menyeringai jahat,"aku juga bisa menjadi tidak masuk akal sebagai gantinya." Saat dia berbicara, dia mulai maju dengan botol bir.

Naeun tampak begitu ketakutan sehingga dia menutupi kepalanya dan menjerit. Dia dengan panik mundur ke belakang. "Ah!"

Minho dan beberapa orang lainnya dengan cepat melangkah maju untuk menghentikan Sooji.

Pada saat ini, Sooji tiba-tiba merasakan seseorang memeluknya dari belakang.

Itu adalah pelukan yang hangat yang menyelimutinya dengan erat seperti lautan yang menyelimuti hiu. Segera setelah itu, tangannya yang memegang botol itu juga dipegang. Orang itu meraih tangannya dan menggunakan jari-jarinya, mengerahkan kekuatan pelan untuk menekan tangan Sooji agar terbuka dan mengeluarkan botol.

Kemudian, dari atas kepalanya, dia mendengar suara rendah seorang pria yang akrab yang menyenangkan dan lembut,"Jangan marah."

Orang itu adalah Kim Myungsoo.

Pria itu tidak mengkritiknya atau memintanya untuk menghentikan semuanya. Dia hanya ingin Sooji berhenti marah.

Dalam sekejap, Sooji tidak lagi geram. Bahkan, dia sedikit terharu.

Dia jatuh lemas dalam pelukan Kim Myungsoo. Semua orang bernapas lega saat mereka melihat ini.

Hanya Minho yang tampak semakin kesal.

Myungsoo melepaskan Sooji dan melemparkan botol yang pecah ke tempat sampah.

Sooji menunjuk ke arah Naeun dan mengancam,"Jika kau memfitnahku lagi, aku akan membuatmu cacat!"

Wajah Naeun tampak pucat dan sangat mengerikan. Tatapannya diam-diam meluncur ke Myungsoo dan saat dia melihat bagaimana Myungsoo memandang Sooji dengan mata yang menyolok dan memanjakan, Naeun merasa lebih mengerikan.

Ancaman fisik Sooji jauh lebih efektif dari pada hukum apa pun. Naeun bahkan tidak memiliki keberanian untuk membela diri dan hanya berharap agar Sooji cepat pergi.

Myungsoo takut Sooji akan marah lagi. Dia meraih tangan gadis itu dengan erat dan menariknya keluar dari ruangan.

Sooji mengikuti di belakang Myungsoo. Kepalanya tertunduk dan pandangannya dipenuhi dengan jaket berwarna kopi, celana jins biru muda, sepatu olahraga putih dan tangan mereka yang tergenggam.

Dia segera merasakan hatinya melunak. Seperti angin musim semi yang membelai ladang gandum di awal musim semi, apa yang dirasakannya membuat hatinya berdesir.

Setelah melangkah keluar dari restoran, Myungsoo melepaskan tangannya.

Sooji menyentuh tangannya yang dilepaskan dan merasakan sisa panasnya.

"Kenapa kau sangat marah?" tanya Myungsoo.

Sooji melambaikan tangannya dan berkata. "Aku hanya membuatnya takut. Aku tidak bermaksud untuk benar-benar memukul siapa pun. Kau harus tahu bahwa Son Naeun adalah orang jahat yang hanya menindas mereka yang tidak membalas. Aku perlu menunjukkan kepadanya bahwa aku bukan seseorang yang bisa dia permainkan."

"Apa ini tentang Choi Minho?"

"Ah?"

Myungsoo menatap matanya dan bertanya,"Takut kalau Choi Minho mendengar tentang desas-desus itu?"

"Apa hubungannya dengan Choi Minho?" Sooji menggelengkan kepalanya. "Aku hanya takut rumor yang menyebar oleh Son Naeun akan menyebar ke ayahku. Hari ini, dia berhasil menyebarkannya pada teman sekelas kami. Besok, mungkin itu adalah guru kami. Ayahku mengenal semua guru SMA ku. Jika dia mengetahui desas-desus ini, dia mungkin akan membunuhku. Terlalu banyak uang paket merah yang belum kukumpulkan. Aku tidak bisa mati begitu saja..."

Myungsoo tidak tahu apa dia harus menangis atau tertawa. Dia mendorong kepala gadis itu. "Rendah sekali pikiranmu."

Kepalanya masih condong ke samping, Sooji memandang Myungsoo dan bertanya,"Apa yang akan kau lakukan di sore hari?"

"Tidak tahu."

"Seluncur es? Terakhir kali kau mentraktirku jadi aku akan mentraktirmu hari ini. "

"Tentu."

Sooji tidak pernah berpikir bahwa suatu hari dia akan membawa sial untuk dirinya sendiri. Setelah bermain di sore hari, dia kembali ke rumah untuk makan malam dan melihat ayahnya duduk di sofa ruang tamu dengan ekspresi muram di wajahnya.

Ibunya duduk di sampingnya dan menatapnya penuh makna.

Sooji tidak bisa memahaminya sama sekali.

Dia berjalan sedikit lebih dekat dan melihat beberapa foto tersebar di meja kopi. Dia membentangkan lehernya dengan penasaran untuk melihat lebih dekat dan menemukan bahwa foto-foto itu adalah fotonya yang telah diambil diam-diam oleh orang lain di kampus beberapa waktu lalu. Foto-foto saat dia berkejar-kejaran masih bisa diterima tapi foto-foto Myungsoo dan dirinya berbaring satu sama lain di atas rumput agaknya terlalu berlebihan.

Meskipun dia tahu bahwa semuanya tidak seperti yang terlihat di foto, Sooji masih merasa malu melihatnya. Dan anehnya, dia merasa lebih malu melihat itu dibandingkan dengan waktu sebelumnya. Sooji menunjuk ke foto-foto itu dan menjelaskan,"Semuanya palsu."

"Kenapa kau menjadi lebih tidak bertanggung jawab seiring bertambahnya usiamu?!" Kepala Sekolah Bae menampar meja kopi beberapa kali. "Bagaimana kau bisa melakukan hal seperti ini saat kau adalah seorang gadis? Ini terlalu sembrono! Apa kau berpikir bahwa orang lain akan menyukaimu karena ini? Salah! Dia hanya akan memandang rendah dirimu! Kau menghancurkan dirimu sendiri!" Kemarahan Kepala Sekolah Bae tidak sedikit. Wajah dan lehernya memerah karena mengucapkan beberapa kalimat itu.

Sooji menunjuk foto-foto itu dan berkata,"Dari mana foto ini berasal?"

Nyonya Bae menjelaskan,"Seseorang mengirimnya dengan pengiriman ekspres. Murid ayahmu juga hadir dan ayahmu membuka bungkusan itu tanpa banyak berpikir. Pada akhirnya..."

Pada akhirnya, semua orang melihat penampilan putrinya yang berharga yang menarik.

Sooji menggosok pelipisnya dengan frustrasi.

"Ponsel ayahmu juga menerima satu set foto," Nyonya Bae menambahkan."Itu foto GIF."

Sooji mengingat GIF Myungsoo dan dirinya, membuat wajahnya memerah. Hal itu hanya membuat hal-hal lebih mustahil untuk dijelaskan. Dia menggelengkan kepalanya dan berkata,"Ayah, kenapa ayah tidak memikirkan kenapa seseorang mengirim ini pada ayah? Bukankah sudah jelas bahwa seseorang ingin menghancurkan hubungan ayah dan anak kita?"

"Jangan mencoba mengubah topik!"

Sooji mengangkat dua jari. "Aku bersumpah pada nuraniku bahwa semua ini palsu."

"Oh, kau punya hati nurani? Siapa yang percaya itu?"

"Aku bersumpah atas integritasku bahwa ini benar-benar hanya kesalahpahaman. Kim Myungsoo hanya ingin melihat bekas luka di kepalaku."

Kepala Sekolah Bae menggelengkan kepalanya dan menghembuskan napas panjang. Dia berkata,"Ibumu dan aku tidak mengendalikanmu terlalu ketat karena kami merasa bahwa kau sudah dewasa dan tahu bagaimana bertanggung jawab untuk dirimu sendiri. Ayah takut kau akan jengkel pada kami jika kami terlalu banyak mengomel. Tapi sekarang, lihat dirimu sendiri." Saat dia berbicara, dia mengangkat foto-foto itu dan mengguncangnya. "Kau masih tidak berpikir kau salah?! Apa lagi yang bisa ayah katakan? Kau sangat mengecewakan kami!"

Sooji marah dan merasa tersakiti oleh kata-kata ayahnya. "Ya, aku pikir aku tidak salah. Sebenarnya, aku pikir ada sesuatu yang salah dengan kalian berdua. Kalian memilih untuk mempercayai beberapa foto dari pada putri kalian sendiri. Apa melihat ini benar-benar membuat kalian percaya? Kalian biasanya percaya semua rumor yang kalian dengar, 'kan? Apa kalian tahu bahwa saat kalian tertipu oleh desas-desus yang kalian dengar, kalian adalah kaki tangan oleh penyebar rumor ini!"

"Kau!"

Kepala Sekolah Bae ingin melompat dengan marah, tapi Nyonya Bae dengan cepat menahannya. Dia berkata pada Sooji. "Nak, bagaimana kau bisa berbicara dengan ayahmu seperti itu? Cepat minta maaf."

"Aku sangat menyesal telah mengecewakan kalian berdua, tapi aku tidak berpikir bahwa aku melakukan kesalahan sama sekali." Saat dia berbicara, Sooji berbalik dan berjalan pergi.

Di belakangnya, Nyonya Bae bertanya,"Mau ke mana?"

"Aku akan mendinginkan diriku di luar."

Setelah Sooji pergi, Nyonya Bae khawatir dan ingin mengikutinya.

Kepala Sekolah Bae menghentikannya. "Jangan repot-repot. Kita lihat saja apa dia masih pulang atau tidak."

    people are reading<LOVENEMIES [END]>
      Close message
      Advertisement
      You may like
      You can access <East Tale> through any of the following apps you have installed
      5800Coins for Signup,580 Coins daily.
      Update the hottest novels in time! Subscribe to push to read! Accurate recommendation from massive library!
      2 Then Click【Add To Home Screen】
      1Click