《LOVENEMIES [END]》61 - Cemburu
Advertisement
Orang di depannya adalah Choi Minho.
Bae Sooji tidak berharap untuk melihatnya di sini. Ini memang benar-benar dunia yang kecil.
Pria itu tampak sama seperti biasanya — penuh keanggunan yang tenang dan tampak sopan dan halus. Sepertinya tidak ada yang berubah. Saat Sooji melihatnya, gelombang emosi di suatu tempat antara penyesalan dan ratapan tiba-tiba melonjak dalam dirinya.
Setelah berdiri tegak, Minho mendorong kacamatanya dan menatapnya.
Sooji tidak bisa membaca emosi di matanya di bawah penutup lensa kacamatanya yang tebal.
Sooji bertanya padanya,"Kenapa kau tiba-tiba datang untuk berseluncur?" Dan kau juga berseluncur dengan sangat buruk?
"Kudengar kau kembali ke seluncur es," ujar Minho.
Sooji kaget.
Minho tampak sedikit malu dan berkata,"Aku sedang berpikir, aku ingin lebih memahaminya."
Sooji menatap wajahnya. Setelah beberapa lama, dia menjawab singkat. "Oh."
Minho tidak berani menatap matanya. Pandangannya terus melayang ke arah kincir raksasa.
Sooji melihat sekeliling dan bertanya,"Sendiri?"
"Hm, kau?"
"Aku–"
Sebelum Sooji selesai berbicara, Minho tiba-tiba melihat sosok dari seseorang yang sedang berseluncur jauh ke arah mereka dengan kecepatan tinggi, muncul di depannya dalam sekejap mata. Kemunculan tiba-tiba dari sosok besar yang menjulang itu memberi Minho firasat bahwa mereka akan bertabrakan, menyebabkan dia secara otomatis mundur. Dengan gerakan kecil ini, sepatu Minho tergelincir dan sekali lagi, dirinya tidak bisa tetap tegak. Tubuhnya jatuh ke tanah.
Namun, orang itu tidak menabrak mereka. Dengan hanya memancing satu kaki, orang itu berhenti pada menit terakhir dan berdiri tegak di tanah. Saat dia menginjak rem, pisau seluncurnya menggesek es dan mengaduk serpihan-serpihan es yang besar. Duduk di atas es, Minho mendongak tepat pada waktunya untuk melihat lingkaran pecahan es terbang di seluruh tempat. Beberapa potongan es kecil mendarat di wajahnya, rasanya dingin dan tidak nyaman.
Sebelum Minho bisa bereaksi sepenuhnya, dia merasakan seseorang memegang pundaknya. Dengan kekuatan besar yang mengejutkan, tangan itu dengan mulus menyeretnya keluar dari es.
Sebagai seorang pria, jarang baginya berada dalam posisi yang rentan.
Advertisement
"Maaf." Pria itu menepuk lengannya. "Aku tidak menyangka kau begitu pemalu."
Minho sedikit kesal. Dia mengangkat kepalanya dan melalui kacamatanya — juga pecahan es pada lensa — dia melihat bahwa orang itu adalah Kim Myungsoo.
"Kalian berdua..." Dia sedikit terkejut.
Myungsoo tersenyum dan berkata, "Aku mengenalnya jauh lebih awal dari pada dia mengenalmu."
Minho memandang ke arah Sooji.
Merasakan tatapan Minho, Sooji memberi isyarat pada Myungsoo dan memberi isyarat pada dirinya sendiri dan menjelaskan,"Teman sekolah dasar."
"Teman semeja." Myungsoo menekankan.
Sooji mengarahkan matanya ke arah Myungsoo. "Bukankah kau tidak mau menjadi teman semeja denganku?"
"Apakah aku mau atau tidak, itu tetaplah fakta yang tidak bisa diganggu gugat."
Tanpa mengedipkan mata, Minho mengamati ekspresi mereka. Kemudian, dia menundukkan kepalanya dengan tenang dan membersihkan kacamatanya. Saat dia melakukannya, dia berkata pada Sooji,"Apa kau tahu bahwa Guru Lim sudah melahirkan?"
Guru Lim adalah guru wali kelas mereka saat mereka duduk di tahun pertama SMA. Kaget, Sooji berseru,"Ah? Kapan?"
"Beberapa hari yang lalu. Tanggal dua puluh tiga kemarin. Kami membicarakan hal ini dalam obrolan grup kelas kita."
Sooji sedikit malu. "Aku mematikan pemberitahuan." Sejak dia melanjutkan latihannya, dia lebih sibuk dari pada seorang raja. Dia merasa bahwa obrolan grup kelas sangat mengganggu dengan bagaimana grup mereka selalu berdering dengan banyaknya pesan. Karenanya, dia mematikan notifikasi dan hanya mengklik untuk melihat apa yang mereka katakana, itu pun jika dia ingat untuk melakukannya.
"Hm." Choi Minho memakai kembali kacamatanya, mengangkat kepalanya dan menatapnya. "Kelas kita berencana untuk mengunjungi Guru Lim saat hari keempat Tahun Baru."
Reaksi Sooji sangat cepat dan dia segera menyalahkan pesuruhnya. "Kim Jongin tidak memberitahuku tentang itu."
"Kau mau pergi?"
"Tentu, kenapa tidak?"
Myungsoo berdiri di samping dan mendengarkan diskusi mereka, tidak bisa ikut serta.
Dia tidak bisa menahan rasa kesalnya.
Setelah Minho selesai berbicara tentang Guru Lim, dia mulai mengobrol tentang teman sekelas mereka yang lain. Sooji tahu tentang beberapa berita yang dibicarakan Minho tetapi tidak semua. Sebenarnya, hubungannya dengan teman sekelasnya cukup baik kecuali dengan Son Naeun. Tentu saja, Minho juga merupakan pengecualian.
Advertisement
Di samping, Myungsoo yang diabaikan akhirnya tidak tahan lagi. Dia dengan lembut mendorong bahu Minho.
Seketika, Minho kehilangan pijakan dan tampak seolah-olah dia akan jatuh.
Namun sebelum Minho jatuh ke atas es, Myungsoo meraih bahunya dan menariknya dengan tegak.
Sederhananya, mereka tampak seperti kucing yang bermain-main dengan mangsanya. Tentu saja yang menjadi kucingnya adalah Myungsoo.
"Apa yang sedang kau lakukan?" Minho bertanya dengan kesal.
"Aku mengajarimu berseluncur es," kata Myungsoo. Pada saat yang sama, dia berpikir, sebelum kau bisa mengoceh pada Sooji lebih lama lagi.
Minho ingin menolak tawaran Myungsoo tapi sebelum dia bisa mengatakan sepatah kata pun, Myungsoo telah menyeretnya ke samping.
Sooji mengikuti di belakang dengan santai. Saat Myungsoo mengajar Minho, Sooji akan menyela,"Condongkan tubuh sedikit ke depan, pikirkan pusat gravitasimu, jangan berdiri, jangan takut jatuh, semakin kau takut jatuh semakin kau mudah jatuh..." Gadis itu benar-benar bersenang-senang menjadi seorang guru.
Ketertarikan Minho untuk kegiatan fisik berhenti pada kemampuan mentalnya. Gerakannya kaku dan menyakitkan untuk dilihat. Untungnya, Myungsoo bisa dianggap sebagai guru yang bertanggung jawab — setidaknya dalam mencegah pria itu jatuh. Jika tidak, Minho sudah lama jatuh ke atas es.
Sooji bosan setelah bermain sebentar dan meluncur dengan cepat ke tempat lain.
Setelah dia pergi, Minho bertanya pada Myungsoo,"Apa maksudmu dengan ini?"
Myungsoo merasa geli. "Apa yang kau maksud dengan ini?"
Minho meluncur ke papan di tepi gelanggang es. Dia menegakkan tubuh dengan memegang papan itu dan menoleh untuk melihat Myungsoo. Kedua pria itu saling menatap tanpa ekspresi.
Setelah terdiam beberapa saat, Minho tiba-tiba tersenyum. Dia mendorong kacamatanya dan berkata,"Kalau aku mengatakan bahwa dia menyatakan perasaannya padaku sebelumnya, apa yang akan kau lakukan?"
Mendengar ini, Myungsoo merasakan gelombang kemarahan. Hatinya sakit dan tidak nyaman, dia tidak bisa menggambarkan perasaannya sekarang. Tapi, dia masih harus mempertahankan mimiknya yang angkuh. Dia menatap Minho, memutar bibirnya dan ikut tersenyum. "Tentu saja aku akan memilih untuk memaafkannya."
Setelah berkata demikian, mereka berdua kembali bertatapan untuk waktu yang cukup lama.
Pada akhirnya, Minho-lah yang merasa bahwa perselisihan ini sedikit tidak berarti. Garis pandangnya bergeser ke kejauhan dan dia mulai mencari sosok Sooji.
Saat dia melihat Sooji, wajah Minho menjadi suram. Karena penasaran, Myungsoo mengikuti pandangannya dan melihat ke atas. Lalu, wajahnya juga menjadi suram.
—Itu hanya sebentar, tetapi dua orang berpakaian seperti preman mengikuti di belakang Sooji. Sooji berseluncur di depan dengan gembira, memamerkan keahliannya sementara kedua preman itu membuntuti di belakang dengan patuh dan tampak sangat puas untuk mengikutinya.
"Kau pergilah." Minho berkata dengan sedih.
Tanpa menunggunya membuka mulutnya, Myungsoo sudah berbalik dan meluncur ke arah Sooji. Dia mengelilingi dua putaran di sekeliling Sooji, melakukannya dengan gesit dan mudah.
"Siapa mereka?" tanya Myungsoo.
Kedua preman itu pertama-tama mengamati sosok Myungsoo sebelum menyadari betapa gesitnya pria itu di atas es. Keahliannya berada pada level yang tidak mampu mereka provokasi.
Jadi, mereka akhirnya pergi.
Sooji memandang Myungsoo dan berkata dengan berseri-seri,"Mereka berdua ingin mendekatiku dengan mengajariku berseluncur."
Hati Myungsoo merasakan gelombang ketidaknyamanan. Sama seperti sedang menetaskan sebutir telur, dia perlu memegang gadis ini dengan hati-hati setiap saat. Jika dia mengendurkan pengawasannya untuk sesaat saja, gadis itu pasti didekati entah dengan siapa.
"Panggil aku nanti lain kali ada orang yang mengganggumu," kata Myungsoo.
"Tidak perlu." Sooji menggelengkan kepalanya. "Aku mengatakan kepada mereka bahwa kami bisa mengobrol jika mereka berhasil menyusulku."
Kemudian, dari awal hingga akhir, Sooji tetap memimpin sementara mereka tertinggal. Tidak peduli bagaimana mereka mencoba, mereka tidak dapat menyusulnya. Seperti anjing yang sedang berjalan, dia berjalan dengan dua preman.
Kim Myungsoo jengkel dan geli. Dia tidak bisa menahan diri untuk tidak membelai pompom di kepala Sooji. "Ayo pergi."
Advertisement
- In Serial24 Chapters
The Choices We Make
The Moldy Donut is a derelict gateway through space that links two distance solar systems. It has been made obsolte by cheaper jump drive technology and is mostly abandoned. But a change in resource availability has made ring gates such as the Moldy Donut relevant again. A crew of technicians must battle the Donut's risks in order to bring just one of her segments back online.
8 80 - In Serial8 Chapters
The Nomad: A Starforged ttrpg Playthrough
Life in The Forge is rarely fun, least of all when you've got an AI that wants to turn you over to the authorities, a stolen ship full of creepy cult shit, and you've pissed off the only guy in the Devil's Helix who doesn't want you dead through sheer incompetence. Unfortunately for Ash, worst courier in the helix, that's his day-to-day. When he gets offered an opportunity to get back into this boss's good graces (and finally get something decent to eat), Ash jumps at the chance, even if that means getting tangled back up with figures he'd rather leave in the past. This is a solo play log of Shawn Tomkin's ttrpg Starforged, as such, even I don't know what's going to happen next! Enjoy the ride!
8 197 - In Serial61 Chapters
Ghost of the Truthseeker (A Cultivation LitRPG)
A multiverse spanning cultivation story with LitRPG elements They thought it was bad when an alien being descended upon Earth, killing billions of people. That was until the world was initiated into part of a universe-spanning Empire of cut-throat cultivators, beasts, and entities of ungodly power. Not to mention being forced to navigate a complex system of progression aided by a mysterious AI. Alistair was just an ordinary college student, but he is now forced to find his way through an increasingly complicated world where power is obtained through conflict and death, where cultivation is key and the Peak is insurmountable. Alistair faces deadly encounters behind every corner on his path to survive and protect his loved ones, as he forges his own path to eternity. Current Schedule: Monday through Friday
8 255 - In Serial9 Chapters
The Pieces of a Broken Heart: a Jeid fanfic
JJ and Spencer have been friends for years. Close friends. They have the same job and understand each other very well.Will is JJ's long term boyfriend. He is a cop as JJ is an FBI agent. They get each other well, but not that much. They've had multiple arguments about their jobs, but this last one was the worst. JJ decided that it was time to move on.JJ and Spencer have a strong friendship, but will it get stronger when their boss (Hotch) puts them as an undercover couple for a case in Florida...for a whole weekend? Find out in: "The Pieces of a Broken Heart" (this book)
8 191 - In Serial18 Chapters
Tied to Infinity
Richard just wanted to learn magic, not be the only hope Humanity had.
8 162 - In Serial160 Chapters
Life Quotes
Quotes to help you reflect or remember times from your life. VOTE | COMMENT | FOLLOW MY PROFILE | CHECK OUT MY OTHER STORIES
8 205

