《LOVENEMIES [END]》60 - Ayah Menyayangimu

Advertisement

Kim Myungsoo makan malam lebih awal. Setelah selesai, dia membereskan piringnya, mengambil tasnya dan mengganti sepatu di pintu masuk. Sambil memegang segelas air, Nyonya Kim pura-pura berjalan melewati. Dia berhenti sedikit jauh dan mengamati putranya diam-diam.

Putranya terlihat sangat senang sedangkan dirinya sendiri tampak sedikit berbahaya.

"Myungsoo, kau mau kencan?" Nyonya Kim pura-pura bertanya dengan acuh tak acuh.

Myungsoo melengkungkan bibirnya tanpa mengkonfirmasi atau menyangkal apa pun. Dia hanya berkata,"Aku akan pulang sedikit terlambat hari ini. Ibu dan ayah bisa tidur lebih dulu."

Setelah putranya pergi, Nyonya Kim mondar-mandir di rumah dengan tatapan curiga sambil masih memegang gelas air. Melihat istrinya gelisah, Tuan Kim berkata,"Anak kita sudah dewasa. Wajar baginya untuk memiliki hidupnya sendiri, kau tidak perlu khawatir."

"Aku hanya khawatir..." Saat Nyonya Kim berbicara, dia tiba-tiba menatapnya dengan samar. "Sayang, aku ingat sesuatu."

"Apa itu?"

"Myungsoo tampaknya tidak menyukai gadis-gadis sejak kecil."

Tuan Kim tertegun. "Tidak mungkin."

"Sungguh." Nyonya Kim duduk di sebelah Tuan Kim. "Apa kau masih ingat teman sekolahnya, Bae Sooji?"

"Ya. Aku belum pernah bertemu dengannya tapi aku pernah mendengar kalian berdua membicarakannya. "

"Bae Sooji adalah putri kepala sekolah. Dia cantik dan cerdas, gadis yang sangat menggemaskan. Semua orang di kelas mereka menyukainya kecuali Myungsoo. Myungsoo pernah memberi tahuku sebelumnya bahwa dia ingin mengganti teman satu mejanya. Saat aku bertanya kenapa, dia mengatakan bahwa dia tidak menyukai Sooji. Saat aku bertanya padanya dia ingin menjadi teman semeja dengan siapa, aku sudah lupa siapa yang dia sebutkan, tapi anak itu anak laki-laki."

"Oh, apa yang terjadi selanjutnya?"

"Lalu, aku merasa dia ingin mengganti teman semejanya hanya karena dia tidak suka orang itu. Karena itu tidak baik untuk pengembangan karakternya, aku tidak mengatakan apa pun kepada gurunya dan ingin melihat bagaimana mereka berdua selanjutnya. Pada akhirnya, setelah bersama-sama selama enam tahun, dia tidak hanya gagal dalam pendekatan dengan teman sekelas tapi juga membohongi Sooji yang malang sebelum lulus. Aku sangat malu sampai aku tidak bisa menghadapi orang tua gadis kecil itu."

Tuan Kim mengangguk dan berkata, "Benar, aku pernah mendengar kau mengatakan ini sebelumnya. Sekarang setelah kau menyebutkannya, aku juga berpikir itu sedikit aneh. Secara logis, Myungsoo cukup populer di enam tahun masa sekolah menengahnya. Tapi, kita belum pernah mendengar dia dekat dengan gadis mana pun..."

Baik suami-istri itu saling memandang sebelum tiba-tiba menggenggam tangan masing-masing untuk meyakinkan.

"Aku pikir kita terlalu memikirkannya." Nyonya Kim menggelengkan kepalanya.

"Tentu saja, anak-anak muda hari ini sibuk dengan begitu banyak hal. Jangan terlalu banyak berpikir. Kita akan berbicara dengannya lagi saat kita menemukan waktu yang tepat." Tuan Kim melingkarkan lengannya di bahu istrinya dan menepuknya pelan.

Advertisement

"Eh, sayang."

"Hm?"

"Tapi aku masih menginginkan cucu..."

"Jangan terlalu banyak berpikir, pasti ada jalan keluar."

"Benar, jika semuanya benar-benar tidak berhasil, belum terlambat untuk memiliki anak kedua."

"..."

Pada saat itu, Myungsoo berada jauh di taman hiburan, dia tidak menyadari jalan pikiran orang tuanya yang terlalu kompleks. Dia menunggu Sooji di pintu masuk taman hiburan raksasa. Karena itu hampir Tahun Baru, banyak rak yang mirip dengan terali anggur yang dibangun di atas jalan pejalan kaki di luar taman hiburan. Di sana, tergantung lentera berhias kotak merah yang tak terhitung jumlahnya. Lampu-lampu berbalut kasa merah ditata rapi. Dari jauh, seolah-olah ada lautan api oranye di langit.

Myungsoo menunggu Sooji di bawah rak lentera.

Suasana hatinya sedang baik. Ternyata rasanya bahagia bisa menunggu selama orang itu adalah seseorang yang ingin kau tunggu.

Sooji melangkah keluar dari stasiun kereta. Saat dia semakin dekat, hal pertama yang dia lihat adalah Myungsoo.

Mau bagaimana lagi, tinggi pria itu terlalu mencolok.

Hari ini, Myungsoo akhirnya tidak memakai baju olahraga. Dia mengenakan celana kargo dan jaket kasual tetapi dengan bahu lebar, pinggang ramping dan kaki panjang, cara pria itu berdiri dengan acuh tak acuh membuatnya terlihat seperti seorang model yang sedang melakukan pemotretan jalanan.

Bahkan saat berpakaian santai, pria itu mampu memancarkan kepercayaan yang santai dan menarik perhatian dengan postur tubuhnya yang tinggi dan lurus. Apa sehebat itu memiliki sosok yang baik? Benar-benar pamer.

Myungsoo berbalik dan melihatnya juga. Pria itu tersenyum padanya.

Mungkin karena latar belakang lentera terlalu menakjubkan; cara Myungsoo berdiri di bawah cahaya hangat dan menatapnya dengan senyum yang harus Sooji akui manis itu membuatnya tampak seperti seluruh tubuh pria itu mengeluarkan cahaya yang lembut.

Dari dulu, Sooji tahu bahwa Myungsoo tampan. Tapi, ini adalah pertama kalinya dia memiliki kesan yang jelas tentang ketampanannya, pertama kali dia merasakan daya tarik pria itu mengejutkan hatinya.

Sooji merasa sedikit malu tanpa alasan dan berjalan diam-diam.

Saat Sooji berjalan lebih dekat dengannya, Myungsoo melihat bahwa Sooji mengenakan topi wol merah. Di bagian atas topi ada pompom putih raksasa yang melonjak-lonjak mengikuti setiap gerakannya. Merasa gadis itu menggemaskan, Myungsoo mengangkat tangannya dan mengelus pompom.

"Hei." Sooji melindungi kepalanya dan menatapnya.

Saat Sooji mengangkat kepalanya untuk menatap Myungsoo, mata Sooji tampak besar, berkilau dan berwarna hitam pekat. Dari bola matanya, tampak lentera kecil yang tak terhitung jumlahnya di belakangnya, bersinar seperti bintang yang terfragmentasi.

Itu sangat indah di luar kata-kata.

Perasaan hati Myungsoo tersentak dan dia menjadi linglung.

Sooji bingung. "Hei, ada apa denganmu?"

"Hm?" Dia berbalik dan membenarkan posisi tasnya. "Tidak ada, ayo pergi."

Keduanya mengikuti jalan menuju pintu masuk tiket. Lampu berkedip saat lentera di atas berayun dengan lembut. Berjalan di samping Myungsoo di bawah lampu oranye, Sooji sejenak merasa bahwa suasananya sedikit aneh. Jelas dia ada di sini untuk berseluncur, tapi kenapa rasanya dia ada di sini untuk berkencan?

Advertisement

Mencoba mengisi keheningan, dia berkata,"Apa menurutmu distrik lampu merah di negara lain terlihat seperti ini?"

Myungsoo merasa ingin menutup mulut gadis itu. "Aku belum pernah melihatnya."

"Bukankah rasanya menyenangkan bisa melihat dunia di masa depan? Tidak perlu pergi jauh, kita bisa pergi ke Thailand. Aku mendengar Jung Soojung mengatakan bahwa..." Sooji tiba-tiba berhenti berbicara.

Myungsoo bertanya dengan rasa ingin tahu,"Mengatakan apa?"

Sooji menggaruk kepalanya karena malu. "Ayo kita antri."

Myungsoo tahu bahwa apa yang akan dikatakan Sooji bukanlah sesuatu yang baik. Maka dari itu dia tidak mendesaknya untuk menjawab.

Ada banyak orang yang mengantri untuk masuk di pintu masuk tiket. Mereka butuh lima belas menit untuk benar-benar masuk. Sooji mengambil peta taman. Dia memeriksanya dengan cermat saat Myungsoo tiba-tiba berkata,"Kau tidak diizinkan untuk pergi."

Sooji mengangkat kepalanya dari peta dan menatapnya, sedikit bingung,"Ah?"

Myungsoo mengambil peta dari tangannya dan berbalik,"Ayo pergi."

"Gila." Sooji berlari mendekat untuk menyusulnya.

Dari saat mereka melangkah di pintu masuk, mereka dapat mendengar pengumuman yang sering mengingatkan pengunjung untuk menjaga barang-barang mereka dan mengawasi anak-anak mereka dengan cermat.

Saat dia mendengar bagian tentang mengawasi anak-anak, Myungsoo menepuk kepala Sooji. "Perhatikan dengan cermat."

Sooji merasa sangat diperlakukan dengan tidak terhormat dan akhirnya berkata. "Pergilah. Kau yang anak kecil."

"Oh, siapa yang tadi memanggilku dengan sebutan 'ayah'? Kau membuangku dengan sangat cepat?"

Sooji terdiam dan hanya bisa menatapnya dalam diam.

Myungsoo merasakan sakunya, mengeluarkan sepotong permen manis dan mengulurkannya padanya.

"Kim Myungsoo! Apa kau kecanduan menjadi seorang ayah? Pergi! Pergi! Pergi!" Sooji mendorong tangan Myungsoo. "Apa kau serius menganggapku sebagai anak?"

Dia berjalan dengan ekspresi kesal sementara Myungsoo tertawa di sampingnya dan membuka bungkus manis saat pria itu berjalan. Setelah beberapa saat, Sooji tiba-tiba merasakan seseorang memegangi bahunya.

Myungsoo berdiri di belakangnya dan menggunakan satu tangan untuk memegang pundaknya. Myungsoo mengayunkan tangan satunya ke depan Sooji dan memasukkan sesuatu ke mulutnya. Sooji lengah dan benar-benar tidak siap untuk melakukan segala bentuk perlawanan. Bibir dan giginya ditekan terbuka satu demi satu dan sebuah benda keras dimasukkan ke dalam mulutnya.

Segera saja, manisnya jeruk keprok mulai menyebar di mulutnya.

Saat Myungsoo menarik tangannya, jari-jarinya yang lembut tanpa sengaja menyapu bibir Sooji, menyebabkan wajah gadis itu memanas. Dari atas kepalanya, Sooji mendengar tawa yang gagal ditahan Myungsoo. Pelan dan terdengar menyenangkan, tawa itu mengungkapkan kegembiraan yang tak terkatakan. Kemudian, masih sambil tertawa, Myungsoo berbicara dengan bergumam,"Ayah menyayangimu."

Apa nyali anjing es sudah tumbuh atau bilahnya sedang tumpul?

Melihat bahwa Sooji akan meledak, Myungsoo berbalik dan melarikan diri tanpa ragu-ragu. Cara pria itu menyeringai saat berlari sangat menyebalkan. Sooji rasanya ingin memukulnya meskipun dia awalnya tidak punya pikiran untuk melakukannya.

Namun, dia bukan seseorang yang tidak tahu berterima kasih. Saat dia ingat bahwa Myungsoo adalah orang yang membawanya ke seluncur es — meskipun dia tidak mengeluarkan uang — dia memutuskan untuk mengampuni nyawa pria itu.

Dengan demikian, mereka berdua berhasil sampai ke arena es dengan tenang.

Kincir raksasa itu besar. Lapis demi lapis, lampu-lampu berwarna pelangi berkedip-kedip dan berganti warna secara berkala. Melawan bentangan langit, warna-warna cerah dari roda besar yang berputar perlahan membuat pemandangan tampak menakjubkan.

Myungsoo melihat wajah Sooji terangkat untuk melihat kincir angin. Bibirnya sedikit terbuka dan dia tampak bingung seperti anak yang hilang. Myungsoo bertanya padanya,"Apa kau ingin duduk?"

Sooji menggelengkan kepalanya. "Aku di sini untuk bisnis."

Dan bisnis yang dimaksudnya adalah seluncur es.

Konon, gelanggang es dibangun dengan sangat baik. Hampir tidak ada cacat kecuali untuk kerumunan besar. Namun, semua orang berlibur pada akhir tahun dan semua gelanggang es akan penuh sesak. Mustahil bagi Sooji untuk melakukan latihan seperti biasanya saat di kampus. Di sini, satu-satunya tujuannya adalah untuk mempertahankan keakrabannya dengan es.

Itu sama halnya bagi Myungsoo.

Dengan demikian, keduanya berseluncur dengan cukup santai.

Ada terlalu banyak orang di gelanggang es. Meskipun mereka mulai berseluncur bersama, mereka terpisah setelah beberapa saat. Sooji melenggang melalui satu putaran dan membantu dua anak yang jatuh. Lalu, dia menempatkan dirinya di samping dan mengamati kerumunan untuk mencari sosok Myungsoo.

Terlalu mudah baginya untuk menemukan sosok Myungsoo. Yang berseluncur paling sembrono di seluruh arena adalah pria itu. Namun, itu bukan sepenuhnya kesalahannya. Menjadi seorang profesional, apa yang menjadi permainan anak bagi Myungsoo, di mata orang lain adalah keterampilan yang luar biasa.

Selain itu, pria itu memiliki sosok yang luar biasa dan wajah yang tampan. Benar-benar lunglai dan tenang, dia berputar di sekitar kincir angin dengan tangan tergenggam di belakang, seperti angsa hitam yang anggun.

Ada beberapa gadis yang mencoba menarik perhatiannya dan sengaja jatuh di dekatnya. Namun, Myungsoo terlihat seperti angsa hitam buta yang tidak peduli dengan apa pun kecuali seluncurnya sendiri.

Sedikit malu, gadis-gadis itu berdiri diam.

Sooji sangat terhibur. Dia ingin pergi saat dia tiba-tiba melihat seseorang jatuh di dekatnya. Orang itu jelas seorang pemula dalam berseluncur. Orang itu tidak bisa menemukan keseimbangannya dan harus memegang papan di tepi gelanggang es agar nyaris tidak berdiri. Setiap kali dia mencoba bergerak selangkah, dia akan kehilangan pijakan dan sepertinya dia akan jatuh, menyebabkan dia buru-buru meraih papan lagi.

Dia terhuyung-huyung di sepanjang papan dengan cara yang menyedihkan dan akhirnya mencapai tempat Sooji setelah melalui banyak kesulitan. Saat Sooji melihat tubuhnya meluncur ke tanah, gadis itu membantunya.

Setelah membantunya berdiri, Sooji bisa dengan jelas melihat wajahnya.

Keduanya kaget.

"Kau?"

P.s: Hari ini post 2 part lagi 😉

    people are reading<LOVENEMIES [END]>
      Close message
      Advertisement
      You may like
      You can access <East Tale> through any of the following apps you have installed
      5800Coins for Signup,580 Coins daily.
      Update the hottest novels in time! Subscribe to push to read! Accurate recommendation from massive library!
      2 Then Click【Add To Home Screen】
      1Click