《LOVENEMIES [END]》14 - Tidak Tahu Malu
Advertisement
Kim Myungsoo menemukan bahwa setelah bertahun-tahun tak bertemu, Bae Sooji tidak berubah sama sekali.
Dia masih menjadi bajingan seperti sebelumnya.
Setelah pelajaran pagi berakhir, Sooji menerima telepon Myungsoo lagi. Dia menyuruh Sooji untuk menemuinya di gedung astronomi sebelum menuju ke kantin bersama.
Sooji memutar matanya. Orang ini, apa dia benar-benar percaya bahwa dia adalah seorang raja? Seseorang yang membutuhkan dirinya untuk pergi bersama dan menungguinya?
"Kim Myungsoo, apa kau seekor anjing? Kau tidak bisa keluar tanpa seseorang memegang talimu?" ejeknya melalui telepon.
Myungsoo dengan tenang malah menjawab,"Aku akan menunggumu." Pria itu lalu menutup telepon.
Sooji mengumpulkan dua temannya, Kim Jongin dan Jung Soojung. Ketika mereka sampai di sekitar gedung astronomi, Sooji bisa melihat Myungsoo berdiri di pintu masuk gedung dari jauh.
Jongin mengayunkan sepedanya, sambil mengikuti Sooji. Ketika dia melihat Myungsoo, dia sedikit cemas dan akhirnya bertanya pada Sooji,"Bos, sepertinya dia lebih tinggi dariku. Berapa tingginya?"
"Mungkin sekitar 1,88 m. Dia lebih pendek dariku ketika kami masih kecil. Hanya dia yang tahu apa yang dia makan sehingga bisa setinggi itu. Dia sekarang seperti udang karang yang berubah menjadi lobster," bisik Sooji.
Jongin sedikit iri. "Dia pasti hebat dalam bermain basket."
Saat itu, Myungsoo tersentak dari pikirannya begitu melihat tiga sekawan itu berjalan kearahnya. Pria itu membengkokkan jarinya pada Sooji, menyuruh gadis itu berjalan lebih cepat.
Jongin sangat tidak puas. "Apa dia pikir bosku adalah seekor anjing?"
Ketika Sooji berjalan mendekat, Myungsoo melemparkan tasnya ke lengannya. Sooji menangkap tas itu dan segera berbalik untuk menyerahkan tas berwarna hitam itu ke Jongin. Jongin menempatkan tas itu ke dalam keranjang sepedanya.
Saat itulah Myungsoo memandang Jongin dengan benar dan juga melirik Soojung.
Jongin terlihat seperti orang yang jujur dengan alisnya yang tebal dan mata yang besar sementara Jung Soojung memiliki kulit yang pucat. Keduanya tampaknya adalah pesuruh baru Sooji.
Advertisement
Myungsoo memikirkan masa lalunya dan dia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak merasa simpati kepada mereka. Dia menggelengkan kepalanya dan berkomentar,"Seekor macan tutul tidak akan pernah mengubah bintik-bintiknya."
Keempatnya lalu pergi menuju kantin, suasananya sedikit canggung. Myungsoo awalnya adalah orang yang tidak banyak bicara dan karena Sooji kesal dengannya, dia tentu saja tidak mau repot untuk mengajak pria itu berbicara. Sedangkan Jongin bergerak berdasarkan prinsip "Aku tidak akan bergerak jika musuhku tidak bergerak" dan diam-diam mengamati dari samping sambil mendorong sepedanya. Sedangkan Soojung mengikuti mereka bertiga dari belakang.
Setelah tiba di kantin, Soojung dan Jongin langsung menghilang ke arah aroma lezat yang bisa dicium oleh hidung mereka untuk mengambil makan siang mereka.
Sooji menggulung lengan bajunya dan akan melakukan hal yang sama. Dia mengambil langkah sebelum akhirnya dihentikan oleh Myungsoo dengan tangan di bahunya. Merasa bahunya berat, Sooji berbalik dan memelototinya. "Apa?"
"Aku ingin makan."
Myungsoo memberikan daftar hidangan lain yang terperinci.
Sooji mengambil napas dalam-dalam, menyipitkan matanya dan tiba-tiba tersenyum. "Myungsoo, apa kau pernah bekerja di restoran sebelumnya?"
"Tidak. Memangnya kenapa?"
"Apa kau tahu bahwa ketika staf restoran jengkel, mereka akan meludah ke makananmu?" Sooji dengan sengaja mengedipkan mata padanya ketika dia berbicara.
Myungsoo kemudian bertanya,"Apa kau akan meludahkan makananku?"
"Itu tergantung pada suasana hatiku," jawabnya santai.
"Jika aku memakan air liurmu..." saat mengatakan ini, Myungsoo sengaja berhenti. Dia menundukkan kepalanya ke telinga Bae Sooji seolah-olah dia akan mengatakan sesuatu yang sangat memalukan dan lalu berbisik,"...itu berarti kita secara tidak langsung berciuman."
Mendengar perkataan pria itu, Sooji seketika tergagap,"Kim Myungsoo, kenapa kau sangat tidak tahu malu sekali?"
Myungsoo mengangkat alisnya dengan ringan. "Kau menyanjungku. Jika kau juga memiliki teman semeja bernama Bae Sooji, kau akan bisa melakukan hal yang sama."
Marah, Sooji mengatupkan bibirnya dan menatapnya.
Advertisement
Myungsoo dengan tenang berdiri tegak, meliriknya dan langsung menatap matanya.
Setelah berhadapan selama beberapa waktu, Sooji menunjuk ke arahnya dan berkata,"Baiklah. Kau menang. Tunggu saja."
Myungsoo duduk di kursi kosong dan bersandar santai. Dengan satu tangan diletakkan di atas meja dan satu kaki bersilang di atas yang lain, sepertinya dia menganggap dirinya sebagai seorang raja.
Myungsoo meniru perilaku Sooji sebelumnya dan mengedipkan mata padanya. "Aku menunggu."
Sooji berjalan dengan gusar.
Myungsoo sudah menemukan suatu kebenaran.
Saat berurusan dengan seorang bajingan, kau harus menjadi lebih bajingan lagi dari pada orang tersebut.
Myungsoo menderita di masa lalu karena dia terlalu polos.
Sooji masih membeli makan siang ketika Jongin dan Soojung kembali dengan makanan mereka. Mereka meletakkan nampan mereka, duduk di hadapan Myungsoo dan menatap pria itu dengan sungguh-sungguh.
Jongin tiba-tiba memahami perasaan iri dan dendam bosnya yang kuat. Myungsoo yang duduk dihadapannya adalah contoh sempurna dari seorang pemenang dalam hidup. Dia tidak hanya tinggi dan tampan, tetapi juga unggul dalam studinya. Pria seperti dirinya pasti memiliki sekelompok penggemar yang tergila-gila padanya. Jangankan bosnya, dia bahkan juga cemburu pada Myungsoo.
"Aku memperingatkanmu." Jongin tiba-tiba membuka mulutnya.
"Memperingatkanmu," gema Soojung, mengikuti perkataan Jongin.
"Kami semua adalah mahasiswa kedokteran yang tidak perlu diragukan lagi."
"Mahasiswa kedokteran."
"Jika kau berani menggertak bosku..."
"Jika kau berani..."
"Aku punya seratus cara untuk membuatmu tidak bisa berjalan."
"We will fuck you up."
Jongin terbatuk. Dia benar-benar tidak menyangka dengan pemikiran Soojung. Pria itu tidak dapat melanjutkan ancamannya dan tersedak sampai wajahnya memerah mendengar makian Soojung. Dia diam-diam melotot ke arah gadis itu.
Soojung menyentuh hidungnya, tak merasa bersalah.
Suasana sejenak menjadi sedikit canggung. Untungnya, Sooji sudah bergegas kembali dengan nampan makan siangnya. Dia melihat wajah Jongin yang memerah sambil menatap Soojung. Dia merasa bahwa mereka berdua bertingkah tidak normal. Sooji lalu meletakkan nampan dan dengan penuh rasa ingin tahu bertanya,"Apa yang terjadi?"
Myungsoo mengangkat kepalanya untuk menatapnya dengan polos. "Mereka bilang kau ingin menghajarku."
Advertisement
No Second Chances: The Beginning Of The End
Greed is a powerful feeling that has changed the world over thousands of years. Science, religion, and magic have built a new era and there are some who want to end it all, for the sake of a dying world. It is only up to certain beings to awaken the world and cleanse the lurking evil within the desires of the current rulers, or to wipe out those who can't contribute any good to a new rising world.
8 308I'm Not a Competitive Necromancer
Oi, you... yeah, you I'm Maximilian, and the protagonist of this story represents one of the most discriminated categories in the world, a n… NECROMANCER. You thought something else, innit?We found ourselves in another world, within the rejuvenated version of our bodies. We've been given a month to level up and get classes - it looks like we'll soon be attacked by gorillas wielding powerful artifacts. Luv, what is this? Where are we, in a video game?We are thirteen earthlings, one of whom is the greatest leader in Athenian history, and we fight alongside a people that would be the envy of the Spartans.And then, then there's me. I don't care about people's opinion, I like not to take myself seriously and I love pigs. No, really, I love pigs, since I've been here I've stolen at least three.Do you know why you should read this book? There's no reason, actually. Chapters will be published every Sunday.
8 172My Life As A Magician
What would you do if your greatest talent - the one thing you naturally excelled at - was a dark art you desperately didn't want to practise? That's the dilemma trapping Arcadia Guzmata. As a young magician who reads minds, she's all-too- aware of the darker potential her gift carries. It's a potential her mentor, Mr Bishop, actively nurtures as they travel from town to town, performing magic shows. Mr Bishop's own gift is making things disappear; and Arcadia has watched him struggle time and time again to keep it from consuming him. She knows she wants a better life for herself, but what else is there for a young woman with two pigtails and a gift for the dark arts? Then, one day, as she's sitting in a café, the most beautiful music she's ever heard leads to a life- changing conversation. With that one conversation, a whole new world opens up for her. But can she step into that world and leave her dark gift behind?
8 135Enlightenment
All know and honor the Sidhe. The power and skill of these ephemeral beings is only equalled by their mercurial ways. Most call themselves lucky to have even the smallest boon granted by these immortial beings. But to some the Sidhe come more easily. And to a very few might be given the ability to see beyond the Sidhe and grasp their power themselves. Raised on stories of his long dead parents, and the potent magic that was theirs, Li dreams of life outside the confines of his small village. Of a life far from the stifling realities of his daily grind. But will he come to regret those dreams?
8 190Eating: The Breakdown of a Family
The Markson family is dealing with a personal apocalypse when the world plunges into its own zombie infested one. Zoe is set to graduate high school in a few short weeks, but the celebration is bitter sweet. She comes home everyday to her mother being whittled away at by the cancer that is spreading through her body. Her friends stopped coming around after the diagnosis, and Zoe’s only confidant is her brother, Carl, who has his own unique way of dealing with emotions. After school one-day things go from bad to worse. The dead are rising and the world is falling. Thankfully, the Markson family is prepared in weaponry and skill. Zoe sharpens her throwing knives, Carl pulls a banshee bat out of no where, her father polishes the guns, and her mother slows them down. This tale celebrates human frailty. Between the blood and guts there is family and sacrifices. There is evil and there is insanity. The past comes back to haunt, and the future looks bleak. But is there hope? This story has been completed.
8 83Blood and Honor (Rewrite)
Fate is such a simple and complicated word. It is also the name of the most popular VRMMORPG. Do what you want, be what you want. Your fate is what you make of it. Their is also wealth and power from Fate Online for those willing to take it and fight for it. For the people fighting from the bottom up, they are willing to do almost anything. Even kill or betray. I learned that the hard way, but when a man losses everything, he can do pretty much anything. Note* I do not own the Pic, I did not create it. All credit of the PIC/Art goes to the original creatorNote* Rewrites are coming starting 08-March-2021Note* Chapters will be released on Monday, Wednesday, and Friday.Note* This story will contain profanity, violence, cursing, sexual content, offensive language, jokes about fantasy ethnic groups (People that aren't real in other words), etc... So if you are easily offended, perhaps you should not read this story.
8 75