《[COMPLETED] Our Happy Ending || Markhyuck》67

Advertisement

Haechan tersenyum pelan sambil melambaikan tanggannya

" Sampai ketemu besok?" Tanya Mark dan dijawab anggukan lemah oleh Haechan.

" Baiklah aku pulang... kau tidur lagi saja"

" Eung hati hati.... terimakasih untuk hari ini..."

Mark mengangguk pelan kemudian keluar dari ruangan Haechan. Tepat setelah Mark keluar dari kamarnya....

Haechan menangis.

Ia tersenyum, bahkan saat ini Haechan tertawa, tapi air matanya mengalir begitu saja. Beberapa kali Haechan mengadahkan kepalanya mengatur nafasnya, tapi tetap saja rasanya sesak.

" Aku tidak ingin pergi...."

Cicit Haechan pelan menatap langit langit kamarnya membiarkan air matanya mengalir dengan begitu deras.

Saat itu, ketika Haechan mengalami shock terakhir kalinya, dokter mengatakan bahwa ia tidak akan mungkin bertahan dalam minggu ini. Mendengar hal itu Haechan sedih dan bahagia disaat yang bersamaan, ia sedih karena waktunya di dunia ini sebentar lagi dan bahagia karena ia tidak perlu lagi menyiksa dirinya lebih lama lagi.

Haechan pun mulai melakukan hal yang ingin ia lakukan, mengerjai Chenle habis habisan, memakan camilan sebanyak yang ia mau. Apapun ia lakukan agar tidak ada penyesalan saat ia pergi nanti. Tapi entah kenapa tiba tiba saja ia mengingat Mark.

Sejak berpisah dengan Mark, Haechan tidak berani menanyakan kabar Mark pada Jaehyun karena ia takut hanya merindukan pria itu dan semakin sulit untuk melepas pria itu. Haechan juga tidak memberi tau Jaehyun terkait sisa hidupnya walaupun Haechan tau pasti dokternya membocorkannya pada Jaehyun.

Dan selama itu juga Mark selalu datang dalam mimpinya, selama satu tahun ini ia tidak pernah memimpikan Mark tapi sejak ia diberi tau tentang sisa hidupnya, Mark selalu muncul dalam mimpinya, membuat Haechan semakin merindukan pria itu.

Kemudian disaat ia kehilangan akal, hatinya pun lelah karena tiba tiba sangat merindukan pujaan hatinya. Mark muncul di depan matanya. Berdiri di tengah lorong dengan kepala yang tertuntuk tanpa melakukan apa-apa. Melihat Mark yang beberapa kali menghela nafasnya, membuat Haechan tak kuasa menahan air matanya.

Advertisement

Haechan akui ia memang bahagia mempersiapkan sisa hidupnya, tapi ia kesepian. Ia ketakukan dan jujur saja ia belum siap menemui akhir usianya. Haechan butuh seseorang, seseorang untuk menguatkannya, meyakinkannya untuk pergi dengan bahagia sambil menggenggam tanggannya.

Dan tuhan mendengar doanya, dengan menghadirkan Mark kembali kedalam kehidupannya. Namun melihat Mark yang hanya berdiri terdiam seolah kehilangan harapan, membuat hatinya semakin sakit. Bukan seperti ini pertemuan yang ingin Haechan toreh untuk terkahir kalinya bersama Mark.

Haechan pun terduduk, mutup mulutnya menahan suara tangisnya. Ia benar benar tidak kuat, ia ingin menagis, berlari kearah Mark, memeluk tubuh pria itu mengatakan bahwa ia benar benar takut saat ini. Tapi Haechan juga tidak bisa melakukannya, karena melihat Mark menangis karena dirinya lebih menyakiti hatinya.

" Kak Echan kenapa...."

Chenle yang entah darimana datang menghampiri Haechan, ia tadinya hendak mengajak Haechan bermain bola, tapi melihat kakaknya itu terduduk sambil menangis membuatnya khawatir

" eeeunng... kak Echan jangan nangis... lele ikut sedih..."

Haechan masih menutup mulutnya mengelus pelan kepala Chenle untuk menenangkan anak itu.Chenle pun melihat pria yang tengah berdiri di tengah lorong, kemudian kembali menatap Haechan yang tengah menatap pria itu dengan mata yang berderai air mata

" Kakak itu yang bikin kak Haechan nangis ya! Jahat sekali!"

Haechan tersenyum, berusaha mentralkan tangisannya. Ia tidak tau bagaimana menyapa Mark, kemudian melihat Chenle yang memegang bola, mengingatkannya pada pertemuan pertamanya dengan Mark.

Saat itu Haechan selalu melempari Mark dengan bola untuk mengajaknya bermain, dan karena hal itu mereka berteman. Haechan hanya perlu melakukan hal yang sama, mengulang semua dari awal, berlagak seolah mereka berteman seperti biasa, saling mengulisi dan menjahili.

Haechan bisa melakukan hal itu, untuk urusan berbohong dan bersandiwara Haechan itu ahlinya. Haechan tau jika ia menangis di depan Mark, Mark akan lebih menangis dan bersedih, tapi jika Haechan mengusli dan membuatnya kesal, Mark bisa saja lupa dengan kesedihannya.

Advertisement

Haechan menghela nafasnya, menguatkan hatinya dan menghapus kasar air matanya. Saat ini Haechan harus lebih kuat dari Mark, agar saat ia pergi nanti Mark tidak terlalu bersedih.

" Chenle-ya... kakak boleh pinjam bolanya?"

" Untuk apa ?"

" Untuk melempar kakak itu! Dia jahat sudah membuat ku menangis" Senyum Haechan sambil mencubit pelan pipi Chenle

" Oh....ini... lembar yang keras kak! Biar dia kesakitan" Kekeh Chenle

Haechan pun mengambil bola itu dari tangan Chenle, membidik bola itu tepat di kepala Mark.

Jika kau tidak berani menemui ku.... baiklah... aku yang akan memanggil mu duluan... sama seperti dulu

Cicit Haechan dalam hati sebelum melemparkan bolanya.

Begitulah awal cerita bagaimana Haechan berusaha menarik Mark untuk kembali bangkit. Haechan awalnya bahagia, sangat bahagia karena dihari hari terakhirnya, tuhan memberikannya kesempatan untuk bertemu dengan Mark, menghabiskan waktu bersama Mark.

Tapi setelah beberapa hari ia lalui bersama Mark kemudian apa yang terjadi hari ini

Haechan menjadi tidak ingin pergi

Ia masih ingin melihat Mark tersenyum padanya. Masih ingin melihat Mark menatapnya kesal dan heran dengan tingkah konyolnya, melihat Mark yang menatapnya khawatir karena kecerobohannya, melihat Mark terawa keras karena lawakannya

Haechan masih ingin melihat itu semua.

Tapi Haechan tau, tuhan sudah memberikannya banyak waktu. Dokter awalnya heran kenapa Haechan bisa bertahan hingga satu tahun lebih, karena pada normalnya tidak ada yang bisa bertahan lebih dari 6 bulan. Haechan pun awalnya bingung, tapi sekarang ia paham. Tuhan sengaja memperpanjang sedikit lebih lama hidupnya untuk membiarkannya bertemu dengan Mark untuk terkahir kalinya.

Haechan tertawa pada dirinya tapi disaat yang bersamaan ia menangis terisak. Ia tau Tuhan sudah sangat baik padanya, tapi saat ini detik ini juga, Haechan benar benar memohon pada tuhannya, untuk diberikan waktu sedikit lebih lama lagi untuk bisa hidup bersama Mark, bersama keluarga kecil dan jagoan kecil mereka.

Tapi apa yang bisa Haechan lakukan, tuhan sudah menutup ceritanya dan Haechan hanya bisa menerima hal itu dengan lapang dada, mensyukuri apa yang telah diberikan oleh Tuhan.

Aku tidak ingin meninggalkan mu.....

Isak tangis Haechan meraung sambil memeluk jaket milik Mark.

    people are reading<[COMPLETED] Our Happy Ending || Markhyuck>
      Close message
      Advertisement
      You may like
      You can access <East Tale> through any of the following apps you have installed
      5800Coins for Signup,580 Coins daily.
      Update the hottest novels in time! Subscribe to push to read! Accurate recommendation from massive library!
      2 Then Click【Add To Home Screen】
      1Click