《[COMPLETED] Our Happy Ending || Markhyuck》21
Advertisement
"Mark...! Yak Jung Mark...!"
" Ck... anak itu kemana sih! Mark!"
Haechan kesal sambil berteriak menyusuri komplek. Mark tidak membawa kunci motor berarti anak itu masih berada di sekitaran komplek rumahnya
" Di daerah sana juga ngga ada...." Johhny menghampiri Haechan
" Udah ayah dirumah aja, biar Haechan yang cari..."
" Ngga papa kita cari sama sama aja, di taman udah diliat belum?"
" Belum yah..."
" Yaudah kita kesana"
Beberapa waktu yang lalu, tepat setelah Mark membanting pintu keluar, Haechan mengatakan bahwa Mark menangis pada Johhny. Mereka berdua tidak tau apa yang terjadi dan kenapa Mark bisa menangis dan kabur seperti itu.
Kemudian, Haechan berinisiatif untuk menanyakan kepada sopir mereka karena hanya dia satu satunya orang yang dekat dengan Mark dan Jaehyun, dan ternyata hari ini adalah hari peringatakan kematian papinya Mark. Sopirnya mengatakan setiap tahun selalu begini, Jaehyun diminta diantar ke kantor dan lembur seharian disana sedangkan Mark ditinggal dirumah.
Johnny pun paham apa yang dirasakan oleh Mark, dan wajar saja reaksinya seperti itu. Karena itu Haechan dan Johnny mencari Mark keluar, membantu anak itu untuk mengerti dengan apa yang terjadi sebenarnya.
" Ayaah!" Teriak Haechan sambil memanggil Johnny
" Itu dia disana"
Haechan menunjuk sosok pria yang sedang terduduk di dekat ring basket.
Ketika Haechan ingin menghampiri Mark, Johnny menahannya
" Udah ayah aja.... kamu balik kerumah dan suruh pak supir kesini"
" Oke... ayah hati hati ya..."
Johhny mengelus kepala Haechan dan Haechan pun berlari pulang.
Mark berusaha menahan isak tangisnya. Terakhir kali Mark menangis seperti ini ketika ia SD, saat itu ia masih berharap ayahnya mengingat papinya, dan semakin lama Mark sudah mulai lelah menangis, percuma saja, Ayahnya akan tetap benci dengan papinya.
Sejak saat itu juga Mark memilih untuk diam dan bersikap dingin pada ayahnyak, karena menurut Mark, itu juga yang dilakukan ayahnya padanya.
Tapi kali ini, Mark kembali menangis, melihat ayahnya yang sering tersenyum dan tertawa Mark sedikit terlena, kembali berharap bahwa ayahnya akan berubah kali ini, tapi nyata sama saja. Ayahnya dingin kepadanya, melupakan hari penting dalam hidupnya dan itu sangat menyayat hatinya.
Mark sedikit terkejut ketika merasakan tangan yang mengelus kepalanya. Dengan cepat Mark menghapus air matanya dan menatap siapa orang yang menghampirinya
" Aigo.... paman boleh duduk disini?" Johhny duduk disebelah Mark sambil tersenyum
Advertisement
Mark hanya mengangguk pelan dan kembali menundukkan kepalanya. Ia tidak ingin menangis, tapi entah kenapa ketika Johnny duduk disampingnya ia ingin menangis sejadi jadinya, dan setelah bersusah payah ia menahan, tangisan itu pun pecah.
Johnny hanya mengelus pelan punggung Mark, membawa anak itu kedekapannya. Johnny tau apa yang Mark pikirkan dan Mark rasakan, pasti berat baginya membenci ayah yang dicintainya itu. Tapi sebagai orang tua dan sebagai seorang suami, Johnny juga tau, apa yang terjadi pada Jaehyun, dan jika Mark tau apa yang terjadi pada ayahnya itu, Mark pasti tidak akan membenci ayahnya seperti ini
" Kau kesal ya pada ayah mu ?" Tanya Johnny setelah tangis Mark mulai mereda dan dijawab oleh anggukan dari Mark
" Aku benci padanya!" Tambahnya lagi
" Kenapa?"
Mark diam, bingung bagaimana cara mengatakannya
" Karena melupakan papimu?" Tanya Johnny
Mark mengangguk lemah, kembali menekurkan kepalanya memeluk lulutnya dan menyembunyikan kepalanya
" Aigoo... anak baik... kau sangat sayang ya dengan papi mu?" Mark mengangguk sambil kembali terisak
" Kau tidak suka karena ayahmu melupakan hari ini?" Mark kembali mengangguk
" Dan kau membencinya karena berfikir ayahmu membenci papimu dan melupakan papimu?" Mark mengangguk lagi
Johhny tersenyum, setia memeluk Mark dan mengelus kepalanya
" Karna itu Mark bersikap dingin dengan dia?" Mark mengangguk pelan
" Tapi Mark pernah ngga tanya ke ayahmu?"
Mark mendongak tidak mengerti dengan pertanyaan Johnny barusan.
" Maksudnya?" Tanya Mark bingung
" Iya... menanyakan kenapa dia melupakan hari ini, tidak pernah memabahas papimu dengan mu, Mark pernah bertanya padanya?"
Mark terdiam, kembali mengingat ngingat. Kemudian ia menggeleng lemah
Ya selama ini Mark tidak pernah bertanya kenapa dan apa alasannya, karena hatinya sudah sakit duluan
" Aku tidak ingin menanyakannya!"
" Kenapa?"
" Karena dia tersenyum di hari kematian papiku!"
Johhny tersenyum, mengerti kebencian yang terpancar di mata Mark, anak ini saat itu masih kecil, tidak mengerti betapa rumitnya kehidupan orang dewasa.
Bagi anak kecil, tersenyum adalah sebuah tanda kebahagiaan dan menangis adalah sebuah tanda kesedihan.
Dan tentu saja, kematian dan pemakaman adalah sebuah kesedihan.
Tapi begitulah anak kecil, pikirannya masih kaku, menangkap sesuatu secara lurus. Belum bisa berfikir sesuatu yang rumit, dan tidak mengetahui,
Bahwa dibalik senyuman dan tangisan, tersimpan beribu cerita dan emosi.
Johnny hanya bisa memaklumi dan setia mengelus kepala Mark, membiarkan emosinya lepas terlebih dahulu. Ia tau Mark sangat sayang pada Jaehyun, karena itu ia sampai sakit hati seperti ini, dan karena rasa sayang itu, Johnny yakin Mark pasti akan mengerti.
Advertisement
Disisi lain
Jaehyun tengah menangis terisak, mengelus pelan sebuah foto di atas meja kerjanya. Jaehyun tak kuasa menangis tangisnya, ia menangis seperti anak bayi, tidak peduli suaranya akan terdengar oleh orang lain.
Selama ini Jaehyun berbohong.
Ia pura pura bahagia karena tidak ingin Mark melihat sisi lemahnya ini. Dulu saat tau bahwa istrinya sakit parah, Jaehyun benar benar terpukul, ia bahkan tidak bisa makan dan seperti mayat hidup.
Jaehyun masih ingat, betapa mengerikannya wajah saat itu. Tapi melihat Taeyong yang tetap tersenyum padanya, mengatakan bahwa ia akan segera sembuh, membuat Jaehyun kembali kuat, ia tidak ingin menangis dan bersedih, masih ada waktu dan Jaehyun masih bisa menyelamatkan istrinya itu
Namun semakin hari, Taeyong tak kunjung sembuh, sel kanker itu semakin membesar di dalam kepala istrinya. Jaehyun benar benar terpukul, hatinya teriris, jiwanya benar benar hilang dan ia benar benar tidak sanggup untuk hidup. Setiap malam, Jaehyun menangis terisak, membayangkan hari dimana ia akan ditinggal sendiri.
Kemudian dalam tangisnya setiap malam, tangan kecil Mark selalu mengusap air matanya. Karena tangisannya, Mark beberapa kali terjaga dalam tidurnya, menangkup wajah ayahnya yang tengah bersujud menangis dilantai
Jangan menangis ayah.... ayah harus tersenyum....
Mark ikut sedih jika ayah menangis....
Begitulah suara kecil Mark menenangkan ayahnya, sambil berjalan tertatih tatih dengan mata mengantuk, ia memeluk ayahnya dengan tubuh mungilnya itu.
Saat itu Jaehyun sadar, ia memang kehilangan cahaya yang selama ini menyinari langkahnya dalam gelapnya kehidupan, pendamping hidupnya yang selalu setia berada disampingnya apapun yang terjadi.
Tapi Jaehyun masih memiliki malaikat kecilnya, Mark masih ada bersamanya dan mereka masih bisa berjalan bersama, Jaehyun yang akan menyinari langkah Mark, memastikan tidak ada satu kegelapan pun di jalan kehidupannya.Sejak saat itu Jaehyun bertekad, untuk tetap kuat. Tersenyum untuk jagoan kecilnya, berjalan bersama dan berjuang bersama.
Ya, Jaehyun bisa melakukan hal itu, tersenyum pada Mark, membesarkan Mark sendiri, melanjutkan kehidupan keluarga kecil mereka, Jaehyun bisa melakukannya
Tapi tetap saja, ia tidak bisa merelakan kepergian istrinya itu, bahkan setelah bertahun tahun, rasa kehilangannya tetap sama, tangis yang keluar masih sama kerasnya dan penyesalan yang yang ia rasakan tidak pernah berubah saat pertama kali ia kehilangan istrinya itu.
Karena itu, ia tidak pernah membahas Taeyong, memasang fotonya dirumah dan di hari kematiannya, Jaehyun selalu lari, mengurung diri dikamar dan menyibukkan diri, kemudian saat malam hari, ia akan melepaskan semua kesedihannya yang ia tahan selama satu tahun, kebohongannya akan kebahagiaannya ia tumpahkan semua rasa itu dalam satu malam itu.
Hanya satu malam, karena setelahnya Jaehyun harus kembali berpura bahagia.
Mark mematung
Menatap tidak percaya melihat ayahnya menangis terisak isak di meja kantornya
Tadi, setelah berbicara dengan Johhny, ia dipaksa untuk menemui ayahnya dikantor, diminta untuk berbicara dengan ayahnya, jujur pada perasaannya. Awalnya Mark menolak, tapi mereka berdua Johnny dan Haechan memaksa Mark. Mereka bilang hanya ini kesempatan bagi Mark untuk meminta maaf pada ayahnya.
Mark pun sampai di kantor ayahnya, sedikit kebingungan mencari ruangan kerja ayahnya karena semuanya benar benar gelap. Awalnya Mark tidak yakin jika ayahnya berada di kantor, bisa saja sudah pulang karena itu semua lampu diruangan ini dimatikan.
Namun, saat langkahnya ingin berbalik pulang, ia mendengar suara tangisan, kakinya seolah tersihir melangkah mencari siapa yang menangis. Dan inilah yang Mark lihat
Ayahnya menangis seperti seorang bayi, ditengah ruangan gelap sambil menatap sebuah foto.
Mark sedih, sangat sedih
Ia merasa bersalah kepada ayahnya
Kenapa ayahnya berbohong padanya, kenapa menutupi tangisannya, kepada berpura pura bahagia. Mark benar benar bersalah karenanya
Seharusnya Mark ada di samping ayahnya, menangisi kepergian orang yang mereka cintai bersama, lalu kenapa ayahnya memilih untuk menangis sendiri? Menderita sendiri?
Mark melangkah pelan, mendekati ayahnya sambil ikut terisak. Ia tidak tau selama ini ternyata ayahnya tersiksa dan belum rela dengan kepergian papinya, dan Mark benar benar merasa bersalah karena telah menjauh dari ayahnya itu.
Jaehyun terlalu larut dalam tangisannya hingga tidak sadar, seseorang tengah mengelus kepalanya.
Jaehyun mendongak, menatap tidak percaya Mark yang berderai air mata didepannya, Tangis Mark semakin pecah ketika melihat dirinya, tubuhnya bergetar hebat, ia ingin mengatakan sesuatu tapi sangat sulit karena tangisannya.
" maa..Ma...ma..maaf"
Akhirnya satu kata itu keluar dari mulut Mark, Jaehyun pun berlari memeluk Mark, sama sama meraung menangis melepaskan emosi dan rasa bersalah mereka. Tidak ada kata yang keluar, hanya tangisan, seolah masing masing mengerti maksud dari tangisannya.
Jaehyun memeluk anaknya erat, mengelus pelan kepala Mark sambil menangis sejadi jadinya, merasa bersalah karena selama ini membuat Mark salah paham. Mendengar Mark yang menangis terisak, hatinya teriris, tidak ingin lagi membuat Mark menangis seperti ini.
Mark memeluk erat ayahnya, berteriak menangis sejadi jadinya melepaskan rasa bersalahnya, ia sudah berdosa selama ini, menghukum ayahnya yang tidak bersalah, dan Mark benar benar bersalah atas apa yang ia lalukan, dan ia berjanji pada dirinya. Untuk tidak membiarkan ayahnya menangis sendiri lagi.
Advertisement
- In Serial163 Chapters
Alpha Princess’s Possessive Mate
She wanted to just end her mission and go back to her political marriage, but he had already claimed her his possession.
8 2884 - In Serial7 Chapters
Chronicles of Xod (returning from hiatus)
After a long recovery over a chronic motion sickness issue, I feel I'm ready to return to writing this book. It might be slow at first, but I'm hoping to pick up where I left off. I apologize again for the long hiatus. The pages following are a true account. An account of how I, Josh--a teenage nerd from modern suburbia--ended up in a strange world filled with fantastic magic, bizarre creatures, and terrifying dungeons. Despite the troped-up fantasy feel of the world, this is hardly an ordinary tale. For one, don’t expect a happy ending. With the trials I’ve been through, the horrors I’ve seen and the atrocities I’ve committed, believe me when I tell you, this is not a happy tale filled with friendly rainbow bears or teenage flying unicorns. It’s more likely you’ll finish this book mentally scarred as I will not spare the details of my unfortunate adventures. With the help of my trusted companion Gui, I gain an insight that no one else in the world has. This knowledge allows me to exploit and, for lack of a better term, metagame the system which gave me a clear advantage over its residents. “With great power...,” someone might begin to quote to me. In my defense, I think maybe even you, reader, might have acted similarly with how this reality changed my view of good and evil. This story will be updated regularly on Wednesdays around 6 PM. There will only be about 1000 words per update. The focus is to finish the story before doing any major changes or editing. Please read as if this is a work in progress, not a finished product. Feel free to let me know if you see any error, whether glaring or minor. If you help me out, I'll be sure to add you to a thank you list at the front of the book when it is published. Chronicles of Xod is a first-person fantasy novel that follows the adventures of a young man from Earth. Through unknown circumstances, he finds himself in a fantasy world where life is not all wonders and happy endings. The story takes common fantasy concepts from my favorite video games, books and movies and gives them an adult edge. It also introduces some taboo concepts often glossed over by stories written for broad audiences. The style is meant to be immersive and heavily detailed. The short novel will be written in a way that attempts to bring a sense of realism to an unrealistic genre. Where there are realistic consequences and dangers in a world populated with violent monsters, cruel demons, bloodthirsty undead, and immoral bandits. In this fantasy world, the inhabitants are essentially gender blind as far as sexuality is concerned. There is also more variation amongst male and female physiology. This isn't meant to be any kind of promotion or demotion of social behavior in reality. Just a concept I thought would be an interesting idea to have in a fantasy setting. I highly discourage anyone from reading this material if you are personally concerned with being offended or traumatized. Both violent and sexual content will be graphically detailed. All characters involved in sexual scenes are mature and of the age of consent(18+).
8 234 - In Serial6 Chapters
Once Again: Tales of Destiny
Twenty-one year old Mara learns that, despite her mother's insistence, Fairies are real. The story is set in 2009, in Seattle. Mara is a college student on the verge of graduating with Photography degree. All her life she has been able to see magical beings that her mother firmly insists are not there. Mara has learned to ignore seeing what she sees...so much that when she begins to notice them again she seeks counseling as she is sure she must be cracking up. Aerrvin, on the other hand, is a flippant carefree Purple Fairy Prince who has, on a whim, decided to appease his parents by getting married. But because he is a contrarian, he has decided to marry a Human. He will do a revers changeling spell on her to turn her into a Fairy once she truly believes in Fairies. But nothing can go that smoothly... Morvayne has had his sights on Mara since her birth, he's been waiting for someone with her exact set of qualities and skills...with her on his side...he can rule the world!.
8 113 - In Serial6 Chapters
Pantheon: End of Existence
When the hardest thing he thought he would have to deal would be a break up, Lloyd Angsley finds himself in the middle of Nowheresville, Kansas when disaster strikes the world. In an attempt to save it, a system was put in place, and the world was sent into chaos, an age of mass evolution and an Era of the System.
8 56 - In Serial49 Chapters
Descendant of Dawn
Mary was born with immense magical talent, but abandoned at the door of an orphanage for reasons she can't understand. When fortune shines her way she sets out on a quest to see the world and discover her origins.
8 238 - In Serial48 Chapters
Kaisi Yeh Yaariyan
Meeting some Old friends with New ones what it can be fun or a disaster.... Some old secret cones out when old friends are there.... Some new memories with having both of them....Let's join a new journey with old and new ones....
8 171

