《BRAINWASH》27. HOPELESS
Advertisement
Hari ini hari ketiga sejak kepergian Mama Ambar. Aku merasa rumah semakin aneh dan sepi. Aku jadi merindukan canda gurau yang selalu meramaikan rumah ini. Aku berjalan ke ruang makan dan mendapati meja makan yang kosong. Biasanya Mama Ambar sudah menyiapkan hidangan lezat untuk disantap bersama. Aku juga menyadari kalau Evalia selalu mengurung diri di kamar sepulang dari sekolah. Enggak sekalipun dia keluar kamar kecuali untuk ke kamar mandi dan sesekali ke dapur untuk mengambil minum atau kudapan. Papa juga begitu. Pulang dari kantor langsung ke kamar. Kadang-kadang memesan makan malam melalui layanan pesan-antar makanan yang seringnya enggak dimakan sama Papa.
Malam ini aku memasak makan malam untuk mereka. Aku memasak nasi goreng yang pernah kubuat bersama Mama Ambar. Tiba-tiba rasa rindu kepada Mama Ambar menyeruak. Aku jadi takut dibuatnya. Takut bila kehadiran Mama Ambar yang sebenarnya aku inginkan bukan Mama. Selesai memasak nasi goreng, kutaruh pada dua piring. Satu untuk Papa dan satu untuk Evalia. Dua piring itu aku letakkan pada nampan kayu yang berwarna cokelat gelap. Aku berniat memberikannya langsung ke kamar Papa dan Evalia. Jangan tanya kenapa aku mau melakukannya, karena aku sendiri enggak tahu kenapa segitunya mau repot dan mungkin akan terkesan merendahkan diriku di depan Evalia. Ah, entahlah! Aku cuma ingin bersikap baik saja.
Kuketuk pintu kamar Papa. Enggak ada suara menyahut. Mustahil rasanya bila pukul 19.30 Papa sudah tidur. Lama enggak dibukakan pintu sama Papa, aku pun berjalan ke kamar evalia sambil membawa nampan berisi dua piring nasi goreng. Kuketuk kamar Evalia sampai tiga kali tapi enggak ada jawaban. Aku menyerah dan berniat menaruh piring berisi nasi goreng ke atas meja makan saja. Saat kubalikkan badan, tiba-tiba pintu kamar terbuka. Evalia berdiri dengan mata bengkak dan hidung merah sehabis menangis.
“Ini semua gara-gara Tante Nila. Mamaku enggak akan pergi kalau Tante Nila enggak bersikap kurang ajar. Dasar perusak rumah tangga orang! Mamamu udah bikin hancur keluarga ini.” Evalia berteriak sambil marah-marah.
Advertisement
“Apa kamu bilang? Kebalik, tahu! Justru mama kamu yang lebih dulu menjadi perebut suami orang. Tante Ambar sudah merusak keluargaku sejak aku masih bayi. Cuma orang yang enggak punya hati yang melakukannya.” Aku ikut berteriak, mengeraskan suara melebihi suara Evalia.
Keributan kami memancing Papa untuk keluar kamar. Papa memisahkan kami dengan mengajak makan bersama di ruang makan. Papa mengambil nampan dariku lalu berjalan ke ruang makan. Sedikitpun aku enggak menggubris perkataan Papa. Kemarahan sudah menguasai. Aku enggak suka bila ada yang menghina Mama. Kumaki-maki lagi Evalia dan Mama Ambar.
“Enggak cuma merebut, mama kamu tega menjalin hubungan dengan papaku sampai hamil kamu. Kamu enggak tahu, kan kalau sebenarnya kamu itu anak haram?”
“MAIRA!”
Papa enggak cuma memanggilku dengan suara kencang, tapi juga berjalan cepat agar segera menggapaiku. Saat itulah Papa melayangkan tamparan pada pipi kananku.
“Jangan ngomong sembarangan! Pasti mamamu yang cerita bohong begitu. Jangan-jangan kepergian Mama Ambar juga karena omongan ngaco kamu?” Papa mendesakku dengan tatapan penuh curiga.
“Papa jahat!” desisku sambil menatap Papa tajam. Air mata mengalir deras. Kutinggalkan Papa dan Evalia yang mematung.
Sebenarnya banyak sanggahan yang ingin aku utarakan. Tapi mulut ini telanjur terkunci tamparan dari Papa. Tamparan itu enggak cuma mengunci mulutku, tapi juga mengunci hatiku. Aku jadi mempertanyakan lagi arti Papa buatku. Apa Papa benar-benar berarti buatku? Meski selama ini aku hanya hidup bersama Mama, aku tumbuh sehat dan prestasi di sekolah juga bagus. Apa hidup bersama Papa tetap menjadi sebuah keharusan bagiku?
Kumasukkan buku-buku untuk kuliah besok, peralatan mandi, dan baju untuk kuliah ke dalam ransel. Aku melenggang keluar rumah tanpa berpamitan. Papa yang melihatku berjalan cepat melewatinya, segera mengejar.
“Maira! Kamu mau ke mana? Maira, Papa minta maaf.”
“Makasih, Pa.” Lagi-lagi hanya perkataan singkat dan terdengar enggak nyambung yang meluncur dari mulutku. Otakku benar-benar sudah buntu enggak bisa dipakai mikir.
Advertisement
Aku berjalan cepat hingga melewati pintu gerbang. Enggak peduli dengan teriakan Papa yang akan mengantar ke mana aku mau. Aku terus berjalan hingga melewati pos satpam kompleks. Sambil berjalan, kutelepon Erlangga. Hampir putus asa aku meneleponnya. Pasalnya, sudah lima kali aku telepon tapi enggak diangkat juga, lagi ke mana sih dia?
“Iya Mai, ada apa? Penting banget kayaknya.” Pada panggilan keenam, barulah Erlangga menerima panggilan teleponku.
“Jemput aku. Sekarang.” Aku ragu bila Erlangga dapat memahami maksud perkataanku. Karena suaraku terdengar sangat bergetar. Aku memang tengah menahan air mata yang berusaha terus tumpah.
“Maira? Kamu kenapa?”
Aku hanya bisa menjawab pertanyaan Erlangga dengan suara tangis yang enggak bisa kubendung lagi.
“Oke,” Erlangga menarik napas panjang sejenak. “Begini, aku lagi ada acara keluarga di rumah tanteku. Aku pesankan ojek online buat ke kafe dekat kampus, ya? Tunggu aku di sana. Nanti aku jemput kamu.”
“Biar aku pesan sendiri,” ucapku setelah menghapus air mata.
“Oke, kabari aku kalau sudah sampai. Tunggu aku di sana, jangan ke mana-mana.” Erlangga meyakinkanku bahwa dia akan datang menjemput.
“Oke.” Aku setuju dengan sarannya.
“Mai, beneran jangan ke mana-mana. Tunggu sampai aku datang. Aku yang antar ke mana kamu mau.”
“Makasih, Ngga.”
Kutarik napas panjang setelah menutup telepon dari Erlangga. Aku berjalan menuju mini market terdekat. Setelah membeli sebotol air minum, aku memesan ojek online. Aku duduk di kursi depan mini market sambil menunggu ojek datang. Minum seteguk air memang menyegarkan dan melegakan kerongkongan. Tapi sayang, enggak bisa melegakan hatiku.
Aku jadi teringat perbincangan dengan Mama dua hari yang lalu di telepon. Perbincangan yang membuatku melambung tinggi. Perbincangan yang membuatku yakin kalau enggak lama lagi Papa dan Mama bisa bersatu lagi. Kala itu, Mama mengucapkan selamat atas keberhasilan strategiku dalam memorak-porandakan rumah Papa, juga mengungkapkan rasa senangnya. Pagi, setelah insiden di hotel tempat Mama menginap, Mama berpamitan pulang kembali ke Surabaya. Mama hanya menginap semalam di sini, dan memang kedatangannya itu hanya demi menjalankan strategiku. Tapi sayang, lagi dan lagi kebahagian semu yang aku dapatkan. Enggak hanya itu, keadaanku saat ini mirip pepatah ‘sudah jatuh tertimpa tangga’. Sudah gagal, Papa yang menjadi tujuanku malah membenciku. Kalau akhirnya aku lontang-lantung begini, lebih baik aku ikut Mama ke Surabaya. Aku akan minta berkuliah saja di sana, toh Papa enggak menginginkanku. Kuteguk minuman sampai habis. Kupandang langit malam yang bermandi bintang. Aku butuh seseorang untuk berbagi, tapi bukan Mama. Entah, rasanya enggak ingin bercerita dulu dengan Mama. Sepertinya memang aku butuh Erlangga. Aku harus bertemu dengannya, membicarakan semuanya, baru mengambil sikap.
Advertisement
-
In Serial48 Chapters
her dark lycan
| complete & edited |"screw, screw this, I'm rejecting you," she hissed through clenched teeth.Her hands clenching to fists by her side, her chocolate brown eyes flashing with anger.His eyes darkened upon her outburst, the ocean blue of his left eye turning black, while simultaneously the green of his right eye that had gold specks surrounding the pupil started to dim, the darkness taking over, both orbs turning black.His Lycan was trying to push through, her announcement of rejecting him didn't sit well with his Lycan, who was trying to take control and mark her, to make her his. Forever."I Venus Harrison, reject you Dante En-" her statement got cut off by a pair of warm and firm lips over hers.Sparks flew upon their touch, as he moved his lips against hers, growling when she wouldn't open her mouth for him, he squeezed her derrière in his rough hands and forcefully pushed his tongue into her mouth for it to clash with hers.--------------------------------------------------------------Venus Harrison was on the run, trying to find a pack to settle into after her old pack Blood Moon was destroyed by the Dark Crescent pack. She only wanted to live as a normal werewolf and escape her abusive past.Dante Enzo Salvatore is the only lycan left and the Alpha of the biggest and fiercest pack ever known. Cold and ruthless, Dante had no intentions of ever finding his mate, he didn't want one.But the plans of both change when Venus stumbles into Dantes pack, only to find they both were mates.Despite the shadows lurking in the corners, will they learn to accept and love each other?Or will they go up in flames?#1 in dominion 10/4/19#1 in family secrets 22/9/19mature content and swearing, read at your own risk
8 406 -
In Serial65 Chapters
Midnight Falls
When you're a seventeen-year-old girl with anxiety disorder and a gorgeous, popular girl that absolutely hates your guts for who-knows-what reason bullying you whenever she gets the chance, Anna Falls has no choice but to face reality....her life sucks. But the little sparks of hope that build up her optimistic, bright soul convince her otherwise. She will always think of one thing and that there is hope in life. Maybe even a goal. It might not be visible now, but she knew that it became as clear as a bell when she ran into Luke Carter. Twice. In one day. Second time being literally into him. --"How about fifty-fifty?" I offer in ragged breaths."We could have just done this from the beginning," he replies, breathing heavily. We both chuckle.I gaze into his green eyes. "Your eyes are really beautiful," I blurt out."I know," he smirks."Are you always that egotistic?" "It depends," he answers, pushing my hair behind my ear.I smile at him. "You're welcome then.""I never said thank you.""And I said you're welcome. Are we done, Catherine Obvious?" --#3 in annoying: 11/18/2020#39 in teenagers: 01/03/2021#8 in disorder: 01/12/2021#110 in romance: 01/19/2021All media used within the cover does not belong to me, but belongs to the app Canva.
8 87 -
In Serial29 Chapters
Once Again ✔️
Do you believe in reincarnation?Well if you ask me that then yes, I doBecause I've been reincarnatedAnd this time, I won't let goI will find him, even if it takes me a lifetime*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_#158 in historical fiction out of 3.34k stories #871 in life out of 16.3k stories#38 in thrill out of 473 stories#138 in reincarnation out of 1.38k storiesThank you Wattpad and all those people who read and vote my story. Thank you so so much!!!??????
8 218 -
In Serial8 Chapters
A baby? (A Wildchip love story)
(Art credit for cover: hazelthenut7 on Tumblr)Wildberry and Crunchy Chip Cookie were on a walk until they see a baby all by themselves. So they decided to take care of the baby until finding their real parents.
8 91 -
In Serial32 Chapters
To Build A Home [ Simon x Wilhelm ]
Just another one of those Simon and Wilhelm stories, cuz they are my comfort couple <>A brief overview:The new year begins, with new stories and new people and Simon finds himself stuck in the common romantic's dilemma 'The head or the heart?'What will happen when Simon finds a new lover? And what will happen when Alexander walks back through the doors of Hillerska? Who must leave and who must stay? As they say, life comes full circle.OMG #1 edvinryding October 4, 2021 😭❤️
8 120 -
In Serial30 Chapters
The Bridgerton Princess
Diana Bridgerton was Daphne's twin sister. The two were absolutely identical (though not in looks) and supported each other in everything. But what happens when Diana falls for a Prussian Prince? And how will she react to Daphne's plan to seduce him so that she might anger the Duke of Hastings?Diana has always put Daphne and the Bridgerton name before all else, allowing Anthony to guide her in the ways of matrimony. But perhaps it's time she takes her future into her own hands.
8 125
