《BRAINWASH》21. MILD WAY
Advertisement
Lidah, hati dan otakku nampaknya saling berkhianat ketika menghadapi makanan hasil tangan mama Ambar. Aku ingin membenci masakan-masakannya dengan mengatakan enggak enak, tapi kenyataannya semua masakan itu selalu mampu memanjakan lidahku. Sama seperti saat ini. Nasi liwet khas Solo buatan mama Ambar kembali sukses memuaskan lidah dan perutku. Hampir saja aku menambah kalau enggak ingat gengsi.
Setelah menikmati makan siang, kami langsung membawa barang ke dalam mobil. Saat makan siang tadi, aku sedikit lebih banyak mengobrol dibandingkan tadi pagi. Aku enggak menolak ketika harus duduk di kursi penumpang belakang bersama Evalia. Aku juga enggak menyumpal telingaku dengan earpod dan lagu-lagu. Aku memilih meminta papa menyalakan radio mobil dan memindahkan saluran ke radio kesukaanku. Saluran radio yang kupilih ternyata berhasil membuat kami sing along. Sesekali kami menertawakan papa yang meleset di nada-nada tertentu ketika bernyanyi mengikuti lagu yang tengah diputar.
"Suara papa keren banget, loh," kata Evalia yang membuat papa tersipu. Sedangkan aku dan mama Ambar langsung memberikan tatapan protes. "Tapi, lebih keren lagi kalau papa enggak usah nyanyi," sambung Evalia. Sontak aku dan mama Ambar terbahak mendengarnya.
Untuk kali ini aku setuju dengan Evalia. Suara papa memang parah banget. Setiap nada yang keluar dari pita suara papa berpotensi merusak gendang telinga pendengarnya.
"Kemarin kamu jadi beli make up buat konten youtube-mu, Mai?" tanya papa setelah kami kehabisan topik pembicaraan.
"Jadi, Pa," sahutku.
"Maaf ya kemarin papa ada meeting dadakan sama klien," ujar papa penuh penyesalan.
"Enggak apa-apa, kok, Pa. Maira ditemani Erlangga," sahutku yang langsung kurutuki.
Bodoh! Bodoh! Bodoh! Kenapa mesti mengungkit Erlangga, sih? Gimana kalau Evalia jadi semakin tertarik sma Erlangga? Apalagi Erlangga, kan, fansnya Evalia. Pasti bukan hal sulit bagi Evalia untuk mendapatkan Erlangga.
"Mbak Maira punya youtube channel?" tanya Evalia bersemangat.
"Kamu enggak tahu kalau Mbakmu ini youtuber dengan subscriber lebih dari satu juta?" kata papa seperti tengah menjelaskan kelebihan produk yang ia miliki.
Advertisement
"Wow! Cool!" seru Evalia dengan mata membelalak takjub.
"Siapa dulu papanya?" tanya papa dengan jumawa. "Anak papa, kan, hebat-hebat. Semuanya membanggakan," imbuh papa dengan ceria.
"Pasti, dong. Kita pasti bakal jadi anak yang membanggakan buat orang tua, iya, kan, Mbak?" Evalia menyikut lenganku demi meminta dukungan. Kuanggukan kepala sambil tersenyum.
Aku bakal lebih membnggakan lagi kalau berhasil membawa papa pulang.
"Mbak, kok, hebat banget, sih, bisa bikin konten semenarik itu sampai punya subscriber jutaan begitu?" tanya Evalia.
Aku mengangkat bahu acuh. "Enggak tahu," jawabku terus terang. Aku juga enggakbtagu kenapa merema suka dengan konten-kontenku, padahal banyak juga beauty vlogger lainnya.
"Gimana cara Mbak Maira bagi waktu antara kuliah, ngerjain tugas dan ngonten?" tanya Evalia yang sekarang mirip wartawan infotainment.
"Aku, sih, bikin jadwal dan berusaha buat mengikuti semua jadwal itu. Jadi, semuanya bisa tetap kepegang dan dikerjain," jawabku.
Evalia memberiku banyak pertanyaan lainnya seputar membuat konten video yang kujawab dengan santai dan mengalir gitu saja. Aku sendiri takjub karena bisa berbincang santai begini. Bahkan aku enggak merasa kurang nyaman sama sekali. Aku enggak keberatan waktu kami terlibat percakapan seru. Aku juga enggak merasa kesal waktu mama Ambar ikut bergabung dengan obrolan seru kami.
Aneh. Apa aku sudah mulai mendalami peranku?
Tanpa sengaja pandanganku tertuku pada pantulan papa di kaca spion mobil. Papa terlihat senang dengan keakraban kami. Diam-diam hatiku kembali tercubit melihatnya. Kenapa, sih, harus mama Ambar dan Evalia yang menjadi alasan papa mau sebahagia itu? Apa enggak cukup dengan aku saja? Kenapa harus mengorbankan perasaanku dulu baru papa bisa tertawa lepas begini? Apa aku harus membunuh perasaanku demi melihat papa bahagia? Apa harus membuat mama tersiksa dulu agar papa bahagia? Apa enggak bisa kita bahagia bertiga seperti dulu lagi?
Cepat-cepat kupalingkan wajah ke jendela mobil untuk menyeka air mata yang mulai terasa dingin di pipi. Mereka enggak boleh lihat aku menangis.
Advertisement
Mobil tiba di area parkir pantai Siung menjelang sore hari. Aku langsung berjalan menuju tepi pantai yang rnggak jauh dari mobil. Berbekal kamera kesayangan dan tripod, aku mulai mengambil beberapa foto. Awalnya aku membidik awan, gulungan ombak, kelomang. Lama kelamaan aku mulai selfie. Pemandangan di sini amat sayang untuk dilewatkan. Aku bisa punya banyak foto untuk feeds instagram-ku.
Puas berswafoto, aku membuka laman instagram dan melakukan live. "Hai!" sapaku begitu live story-ku dimulai. Seperti biasa, hanya membutuhkan hitungan detik sampai videoky mendapat banyak penonton. "Hari ini aku lagi ada di pantai Siung, tempatnya keren banget. Pasirnya putih dan masih bersih. Pemandangannya luar bia ..." Kalimatku menggantung waktu mendengar suara mama Ambar dan Papa dari arah mobil.
Waktu aku menengok ke belakang, mataku enggak sengaja bersitatap dengan Evalia yang juga tengah asyik berswafoto enggam jauh dariku. Kami saling melempar pandang seolah bertanya, "ada apa?"
Setelah sama-sama mengangkat bahu pertanda kami enggak punya clue dengan apa yang tengah terjadi di sana, aku dan Evalia kompak berlari mendekat ke arah mama Ambar dan papa.
"Ada apa, sih?" tanyaku dengan nafas sedikit tersenggal setelah berlari.
Evalia mengangguk lalu menimpali, "kok, pada heboh?"
Bukannya menyahut, papa malah menggaruk kepalanya yng kujamin enggak gatal. Sedang mama Ambar terus menatap papa seolah menuntut agar papa menjelaskan pada kami.
"Ini kenapa, sih, kok malah jadi lihat-lihatan begitu?" tanya Evalia yang sepertinya sudah semakin penasaran.
"Kok, jadi kayak anak cacingan gitu, sih," keluhku yang juga sudah enggak sabar.
"Anu ..." Papa kembali menggantung kalimatnya yang sama sekali enggak membantu itu. "Ini ..." Lagi-lagi papa melakukan hal yang sama.
"Apa, sih?" desak Evalia dengan kening yang mulai berkerut-kerut.
Papa kembali menggaruk kening di dekat anak rambut sebelah kirinya. "Papa lupa enggak masukin tendanya ke mobil," aku papa pada akhirnya yang membuat aku dan Evalia menganga terkejut.
"Padahal mama sudah simpan di teras dekat mobil," kata mama yang juga tampangnya sudah enggak keruan.
"Usia emang enggak ngebohong," celetuk Evalia sambil menggelengkan kepala.
Aneh, bukannya kesal atau marah, aku malah ikut tertawa bersama mereka. Aku memertawakan kecerobohan papa yang melupakan tenda kami. Aku juga terbahak dengan lelucon mama Ambar tentang tidur di pantai tanpa tenda. Aku bahkan mengikik waktu Evalia bilang papa harus dihukum mentraktir kami belanja online karena sudah membuat kami terancam masuk angin akibat tidur tanpa tenda.
Aku sampai harus memegangi perut mendengar semua ocehan receh kami. Untuk kali ini bulir bening menggelayut di bulu mataku bukan karena kesedihan, melainkan karena kekonyolan dan tawa lepas.
Apa aku sudah mengkhianati mama? Apa aku sudah menambah sakit hati mama? Apa ini artinya aku mulai terlena dan melupakan misiku yang sesungguhnya? Ataukah ini tandanya aku mulai pandai bermain peran seperti mama Ambar dan Evalia?
💜💜💜
Advertisement
- In Serial31 Chapters
The Goth, the Ghost, and the Jester
Jessica Rivers is best friends with a ghost. Greg may be an ill-tempered Scottish knight who's been dead for 800 years, but Jessica doesn't mind. She thinks being friends with a ghost totally adds to her gothic aesthetic. Jessica meets Greg during her summer job at 'The King's Rest'--a completely immersive medieval resort where everyone is in costume and over-sized turkey legs are served with every meal. It isn't long before Jessica finds herself falling for Allan, the resort's resident jester, but when Allan tries to exorcise Greg, she realizes that he can see ghosts too. From sword fights to ghost hunts, the trio must learn to work together. And while Jessica may be developing a knack for dealing with the dead, she's nowhere near ready to face the monster that's haunting Allan. New chapter every Monday!
8 208 - In Serial6 Chapters
Falling Back
Taylor is just having another simple and self loathing day. Until he sees a person that for some reason made him feel something new. Is this person someone special or just another reason to hate himself? This is a boyxboy story by the way but there's no smut here fellas sorry
8 183 - In Serial22 Chapters
Taming Cameron (COMPLETE)
Meet Cameron Crawford:She smokes and considers sex a sport. She doesn't have sex with one man twice, but she engages in sexual activities more than twice a week. Meet Nathaniel Caine:He is Cameron's boss, and is disgusted by her promiscuity, but what can he do? The woman is good at her 'job'. Nathaniel later wants someone to pose as his fiancée for his family reunion and his only option is Cameron.A week can be a long time for a woman like Cameron to go without sex or her cigarette, but will she be tamed by Nathaniel? "NO sex with any of my family members, and if you ruin the plan, you won't get paid." Nate smiled wickedly.Cameron cocked a brow and smiled "What about sex with you?".Find out more in "Taming Cameron Highest rank: #17 in short story!
8 194 - In Serial34 Chapters
Blood Queen || COMPLETED
**Featured on Wattpad Werewolf profile. Female Alpha category**Hush now, lock your doors.When the lights go out Hear us roarAll through the nightOur enemies shocked with frightAs they hear the thunder that our flames ignite.~~~~I was purposely vague in the description lmao but yes this is a werewolf story and a pretty kickass one if I do say so myself. So if you like badass characters, intense fight scenes, and the odd steamy sex scenes then this is the book for you. Come on now, don't be shy. We won't bite... Much.
8 186 - In Serial41 Chapters
The Cursed Prince
"You will be the mother of my children," said the man in a commanding tone. His shameless words rendered Emmelyn speechless and shocked, more so, than the kiss he landed on her lips earlier. "I need three children from you.""Eh ... wait.. what? Hold on a minute," Emmelyn, who was moved from her shock, hurriedly rubbed her lips roughly as if trying to remove the devil's marks from them. "I don't want to be your wife! I don't want to marry you, you devil!!"The man frowned and squinted his eyes menacingly. "Who said anything about marriage?"THE NEXT DAY"Let's go," said the prince."Let's go where?" Emmelyn asked, not understanding."Let's go make babies."***SYNOPSIS:The crown prince was cursed on the day he was born, that he will never be happy. What's worse, no woman could touch him without dying. Thus, finding a wife to produce an heir became the royal family's greatest challenge since the prince is the only son.Until one day.. A slave girl who tried to kill him didn't end up dying after they touched. Emmelyn was a princess from one of their colonies who vowed to avenge her family's death by killing the crown prince.. And that's how she ended up in his castle.Seeing that she was the only woman he could have sexual relationship with, without killing her, the prince made an agreement to let her go and free her kingdom from his oppression if she produced for him three heirs.Emmelyn said yes, but every day that they were together, she made plans to kill him and get her revenge.Can Emmelyn get what she wanted, or would she be entangled deeper with the enemy who was deemed as the devil incarnate himself by his enemies when she found out he was actually more of an angel?PS: The 41 chapters in this book is teaser. You can read the complete story on Webnovel. Go to my Instagram "Missrealitybites" to know more details.
8 210 - In Serial43 Chapters
Shadow Thief
Shadow is a mystery to the city of Lament. A thief by night and an average bystander by day. With no family to lean on, she was left to fend for herself in the dangerous district of Orchid. Killing became a means for survival. When she's targeted by the government, she's taken captive. Prepared for death, she's met with a choice; work with the government under Project Reform or die a young death. Seeing the obvious choice, she decides to work with the government as a supervised mentor to five trainees. Any slip ups could cost her her life. However, with a hidden past and an unknown future, she seems all too willing to be there.
8 105

