《BRAINWASH》9. ARGUED
Advertisement
Aku masih enggan berpisah dengan mama. Bukan hanya karena masih rindu, tapi kenyataan aku harus kembali ke rumah di mana mama Ambar dan Evalia berada, benar-benar membuatku enggak rela waktu berjalan dengan cepat. Taxi yang akan mengantar mama ke stasiun terlebih dulu mengantarku ke depan rumah papa.
Mama berdecak kagum melihat rumah besar dengan pagar aesthetic. "Bagus juga rumah Gunardi," gumam mama yang masih bisa kudengar.
Kebalikan dari mama, aku menatap rumah itu dengan enggak bersemangat. Membayangkan kembali hari-hari yang menyiksa batinku selama tinggal di sana, membuatku ingin pulang ke rumah bersama mama dan kedua eyangku.
Rupanya kegundahanku terbaca oleh mama. "Kamu kenapa?" tanya mama. Aku selalu salah tingkah jika ditatap dengan sorot mata intens oleh mama. "Kamu enggak berniat membatalkan semua rencana yang sudah kita susun, kan, Mai?" selidik mama yang tepat sasaran.
Aku gugup dan setengah mati menutupinya. Kugelengkan kepala dengan gerakan yang kuusahakan setegas mungkin. "Demi kebahagiaan kita," kataku yang sebenarnya untuk menguatkan kembali tekat di dalam diriku.
Bibir mungil dan indah milik mama mulai menukik naik. Dia terlihat lebih cantik dan memesona dengan senyumannya itu. Dengan gemas, mama mencubit pipiku lalu menciumnya.
"That's my girl," ucapnya dengan penuh semangat.
Sebelum aku beranjak keluar taxi, mama berkata, "bawa kembali papamu ke pelukan kita, Sayang."
Aku cuma bisa tersenyum tipis untuk menanggapi ucapan mama. Semoga saja, Ma. Semoga aku bisa mengembalikan kebahagiaan kita yang sempat dicuri.
Aku berjalan dengan enggan memasuki rumah bercat putih tulang dengan banyak ornamen jawa di setiap sudutnya.
"Maira." Itu suara mama Ambar.
Sumpah. Aku benar-benar enggak pengin diganggu atau sekadar berbincang dengan mama Ambar ataupun Evalia. Sialnya, mereka berdua duduk di ruang tengah dan menatap ke arahku seolah mengajak bicara.
"Mbak Maira dari mana aja? Kok, semalam enggak pulang?" Evalia tanpa basa-basi langsung menanyaiku.
Dalam posisi masih membelakangi mereka, aku menarik nafas dalam dan mengembuskannya perlahan. Kupejamkan kedua mata demi mengatur kejengkelan yang mulai bergulung-gulung seperti ombak tinggi.
Advertisement
"Aku udah bilang, kok, sama papa kemarin kalau aku enggak pulang," kataku kemudian kembali berjalan.
Baru satu langkah kakiku bergerak, mama Ambar kembali berkata, "kamu bisa, kan, kasih kabar juga ke tante?"
Selesai. Enggak ada lagi kekesalan yang bisa kuredam. Semuanya membuncah di dalam dadaku, menggebu dan menuntut untuk diluapkan.
Aku membalikkan tubuh menghadap mereka. Dengan tatapan enggak percaya pada ucapan mama Ambar, kukatakan, "buat apa?"
Mama Ambar terlihat menarik nafas sejenak. "Kamu, kan, tinggal di sini. Berarti kamu itu tanggung jawab kami. Kalau ada apa-apa dengan kamu, kami yang akan disalahkan."
Aku enggak bisa mencegah senyum mencemooh yang terbit di bibirku. "Sejak kapan tante mikirin tanggung jawab dan kesalahan?" tanyaku dengan suara sedingin gunung es. "Tante boleh jadi aktris hebat di depan papa, tapi tante enggak bisa bersandiwara di depan aku. Kalau tante ngerti arti tanggung jawab dan bersalah, harusnya tante enggak bakal memilih untuk bahagia di atas penderitaan wanita lain," tukasku kemudian langsung berjalan ke kamar.
Enggak kupedulikan tampang tante Ambar yang seperti tersambar petir. Enggak kupedulikan juga Evalia yang terlihat ketakutan bercampur terkejut. Satu-satunya yang kuinginkan saat ini hanya kembali ke kamarku yang sepi dan bergelung di dalam selimut.
Tepat di depan pintu kamarku, Evalia tiba-tiba saja datang dan menghadang. "Mba harus minta maaf sama mama," kata Evalia. Meski tampangnya tegas, tapi aku tahu betul bahwa dia gemetar mengatakannya.
Anak hasil perselingkuhan ini harus diberi pelajaran supaya enggak besar kepala.
Aku menatap tajam penuh kebencian pada Evalia. Perlahan kudekatkan wajahku ke arahnya penuh intimidasi. "Kamu dan mamamu yang enggak tahu diri itu yang seharusnya minta maaf sama aku dan mamaku."
Setelah mengatakan itu, kudorong kasar tubuhnya agar menjauh dari gagang pintu. Sebelum menutup pintu kamar, kukatakan lagi, "satu hal lagi, jangan pernah ngatur hidup gue karena sampai kapan pun lo berdua bukan apa-apa bagi gue, selain cuma benalu dan perebut kebahagiaan orang."
Advertisement
Sengaja kututup pintu dengan kasar hingga menimbulkan debuman kencang. Jujur saja, aku sendiri terkejut bisa melakukan hal begini. Selama ini, aku terbiasa dibesarkan dengan tata krama yang diajarkan oleh eyang kung. Mana berani aku berkata kasar apalagi membanting pintu seperti itu.
Apa kebencianku pada mereka memang setinggi itu? Apa luka yang mereka torehkan memang enggak bisa disembuhkan sampai kapanpun?
Apa yang kulakukan enggak berlebihan? Apa mereka memang pantas kuperlakukan begitu?
Aku mengacak kesal rambutku. Kepalaku mendadak berdenyut memikirkan semua hal yang tiba-tiba saja mengganggu pikiran. Namun, kalau mengingat mama dan semua cerita menyakitkan yang kami lewati, rasanya mama Ambar dan Evalia memang pantas diperlakukan begitu, bahkan lebih dari itu.
Aku sering melihat video viral di akun gosip tentang istri yang menggerebek suami bersama selingkuhannya. Istri sah mengamuk dan memukuli suami juga selingkuhannya. Enggak tanggung-tanggung, belakangan banyak juga istri sah yang melaporkan pasangan selingkuh itu ke kantor polisi.
Namun, mama enggak melakukannya. Mama memilih membiarkan papa mengejar kesenangannya sambil terus mengharapkan suatu hari papa akan sadar dan kembali pada kami. Buktinya, sudah belasan tahun mereka berpisah, tapi mama enggak berniat menikah lagi selain dengan papa. Baginya, hanya papa satu-satunya lelaki yang selalu dicintainya.
Lalu, apakah aku bisa memaafkan mama Ambar dan Evalia? Apa aku bisa bersikap manis seolah enggak ada hal yang terjadi di antara kami?
Aku membukan nakas yang berada tepat di sebelah tempat tidur. Kukeluarkan kotak yang di dalamnya menyimpan banyak kenangan manis antara aku, papa dan mama. Aku meraih album foto berukuran kecil. Satu-satunya album foto yang memuat kebahagiaan kami bertiga.
Kutatap foto papa di dalam album yang tengah menggendongku yang baru saja dilahirkan ke dunia. Tatapannya penuh kebahagiaan.
"Pa, Maira harus gimana?" tanyaku pada foto itu. Bahuku sudah berguncang menahan isakan. Air mata seolah menghianati kubu pertahananku. "Pa, pulang yuk. Kita bahagia bertiga lagi kayak dulu. Maira sama mama kangen banget sama papa."
Kupeluk erat album foto di tangan, berharap bahwa tubuh papalah yang tengah kurengkuh. Aku mengadukan segala lara yang bersarang di dalam batin pada foto papa. Berharap suatu hari papa bisa mendengarkan segala keluh kesahku tentang hari-hari menyakitkan saat papa meninggalkan aku dan mama. Aku membisikan harap pada setiap bayangan di kepalaku tentang papa. Berharap kelak segala usaha dan air mata ini akan berbuah manis.
Di tengah tangis, aku teringat satu ayat yang pernah eyang kung bacakan untukku di suatu sore.
Quran Surat Al Insyirah : 1-5 yang berbunyi, "Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu? dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu, yang memberatkan punggungmu? Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu, Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan."
Segera kuhapus air mata dan berjalan ke kamar mandi untuk mengambil wudhu. Ayat tadi seolah megingatkan kembali bahwa hanya Allah satu-satunya tempat untuk mengadu yang bisa memberi solusi.
Setelah menunaikan dua rakaat salat sunah dan empat rakaat salat ashar, kupanjatkan doa pada Sang Khalik. Berharap diberi ketabahan, kekuatan dan hidayah. Enggak lupa kupanjatkan juga doa untuk behagaiaan mama dan papa. Kutumpahkan segala rasa sesak yang menyiksaku di atas sajadah. Kusampaikan segala laraku pada Sang Pencipta agar kiranya sudi mengganti dengan senyuman.
Setelah puas mencurahkan segala isi hati juga permohonan pada Allah, kurebahkan tubuh ke atas ranjang yang empuk. Kepalaku berdenyut nyeri dan terasa berat. Setelah mematikan ponsel, kupejamkan mata dan membiarkan alam bawah sadar mengambil alih diriku. Perlahan, kepalaku mulai terasa ringan seiring dengan kelopak mata yang menutup kian berat.
Tuhan, aku sudah melewati hari-hari yang berat. Kumohon, berilah aku mimpi yang bisa mengobati segala kesedihan di kehidupan nyataku. Aku sudah banyak menangis di dunia nyata, kumohon hiburlah aku dengan bunga tidur yang penuh tawa. Biarkan aku menyecap sedikit bahagia, meski dalam mimpi.
💜💜💜
Advertisement
- In Serial78 Chapters
The Girl Who Never Smiles | ✔️
{COMPLETED!!!}"She's just a little too scared to get close because everyone who said they'd be there, left." -Anonymous Bay Stewart is the girl who never smiles. Not even the slightest of a smile has came to her face in 7 years. She has herself guarded by building walls as high as the Empire State Building around her so that no one can get in. Issac Evans is the golden boy of Eastside High and he is known as the opposite of Bay. He is always smiling and is always optimistic. Issac has made it his personal goal to get Bay to smile more and let the beauty she has been hiding to show. When Issac and Bay collide, Bay is forced to truly acknowledge the pain and hurt that is inside of her that has caused her smile to disappear off of her face. When Issac brings his golden sun into Bay's dark world, something new is introduced into both of their lives.True LoveAnd that is what makes the girl who never smiles smile again.***"Because, Bay Stewart, you are the best thing that has ever crashed into my life, literally." -Issac Evans*******Highest Rankings:#6 in teenfiction#7 in teenromance#3 in teendrama#1 in senioryear#4 in lovestory#11 in youngadult #1 in highschoolexperience#1 in sarcasm#1 in smile#1 in Stewart#1 in goldenboy#2 in brokengirl#15 in teen#73 in completed
8 211 - In Serial6 Chapters
Whisper
Josselyn Thorn, born a fabled Whisper, finds herself accused of murders she did not commit. When Lord Adrien Markov pays to have Josselyn released, he offers every comfort she could ever dream of in exchange for her scintillating talents. While Josselyn may share his bed, her true intentions lie in unearthing the answers behind the deaths of the two people she loved most. Whisper is the first installment in the epic fantasy novel The Whispers of Rings.
8 175 - In Serial6 Chapters
Fairy Godmother Inc. (Apollo's Angel- Book 1)
"All you must do is sign on the dotted line and all your romantic dreams will come true," the Fairy Godmother says with a twinkle in her eye. This is what happens when you do not read the fine print in a very detailed contract, you miss all the things that are immediate deal breakers. Viola Vonsula, a proud resident of New Orleans, lives on the top floor of an old Victorian mansion on a very normal street. But normal is no longer a word she can use to describe her life since signing the official contract of Fairy Godmother Inc. They forgot to tell her that she would be competing against other women in a very dangerous game. A game where she would be thrust into an alien world for the mere hope of catching the dashing Prince's heart. And let me say this, this prince is one hot alpha-male that has a serious attitude problem. We do not get along save for the fact that he can turn my insides to mush with one look. But the silver lining here is that you can have a happily-ever-after if you survive. You can't fall in love if you're dead. It tends to spoil the romance. Just a couple reviews "I just finished reading the book and I'm telling you YOU WILL NOT REGRET READING IT! ITS ONE OF THE BEST BOOKS IVE EVERR READ AND THAT IS SAYING A LOT!" -LoveYouToo200624 "I love you so much much for creating such a masterpiece. It's absolutely awesome. It deserves to be published. Can I advertise it on my board?💞💞💞💕🔥💕💜💙💛🧡💝💝♥️💖❣️❣️" -Bop-Jae "OMGGGGG IM CRYING THIS BOOK IS ONE OF MY FAVORITES" -thisbitchisahoe "Okay so this is my 3 favorite book of all time in my whole short time of existence" -EscurasRain "I loved this story. I cannot wait until the next story gets posted ❤️❤️❤️" -whatsmyusername17 "Oh God, oh god, oh god I can't believe I haven't read your book before!!! U r an amazing writer, DAMN it got me hooked, I finished ur 1st book in like 3 hrs" -Sleepy_headd
8 180 - In Serial32 Chapters
Love upon borders | discontinued
Blair De Luca. a girl, who is convinced love is nothing but a sick joke.Cue, Leo ridge. the obnoxious boy who deems himself unworthy of hope.But let's rewind a bit, When Blair gets sent to paramount academy, the most prestigious and might I say wealthiest school in the country. she has to undergo the many obstacles of boarding school. one of which being Leo.i mean it's obvious. its simple. --"and for some, simplicity is greater than significance."-
8 102 - In Serial16 Chapters
From a Cullen to a Mikaelson *Klaus LS* (Twilight x TVD )
Skyler Cullen is Renesmee's twin. The forgotten one. When the Volturi comes after the Cullen's Carlisle calls an old friend to come help. The Mikaelson's. When they do Klaus and Skyler grow close too each other and become very protective over each other. but when Skyler father suddenly 'loves' her things change. will she choose the Mikaelson's who love her with all there heart or the Cullen's when her own mother doesn't really like her and her aunt and father hate her with a burning passion.*has not been edited and was written by a grade 7/8*
8 208 - In Serial24 Chapters
His Good Girl
Iris Ray is a woman who doesn't play. After her husband left her and their unborn child, she was determined to make life better for them. When Talon Macison comes riding into her life on a Harley, with a MC patch on his back, she doesn't know what she should feel or how she should act. When he finds out shes a single mother, how will he act? He was leather, guns, and cigarettes. She was books, manners, and safe nights at home. Will she rebel, or will she be his good girl?
8 178

