《BRAINWASH》8. TITAH MAMA
Advertisement
Sore ini langit terlihat agak mendung. Sebenarnya waktu yang tepat untuk digunakan berjalan-jalan mengelilingi kota Yogyakarta. Tapi enggak buatku. Aku ingin segera pulang ke rumah lalu menghabiskan waktu di depan laptop. Mumpung tugas kuliah lagi sepi, aku berniat mengunjungi rumah mayaku yang berisi tentang dunia cewek. Seketika aku teringat akan beberapa video tutorial make up dan review produk yang belum diedit.
“Hei, bengong aja. Naik, yuk!” ajak Erlangga yang siap melajukan motornya. “Jalan-jalan dulu yuk, aku tunjukkan tempat yang ….”
“Lain kali aja deh, Ngga. Aku lagi pingin ngadem di kamar sambil selonjoran,” potongku sambil mengamati motor yang dinaiki Erlangga saat ini. Sepertinya motor yang berbeda dengan yang ia bawa kemarin.
“Oke deh, langsung ke rumah.”
Saat aku beranjak memakai helm, terdengar suara yang sangat akrab memanggil. Tadinya aku sempat berpikir kalau suara itu hanya imajinasi. Sampai Erlangga menunjuk pada seseorang yang berdiri agak jauh di belakangku.
“Mai, ada yang manggil, tuh!”
Aku segera menoleh dan sempat merasa enggak percaya atas apa yang kulihat. Wanita berparas dan bertubuh cantik itu melambaikan tangannya padaku. Senyumnya mengobati rasa rinduku. Aku berjalan cepat, lalu segera memeluknya sekilas. Aku masih enggak percaya kalau Mama benar-benar ada di depanku saat ini. Pasalnya, enggak ada telepon atau pesan dari Mama kalau mau ke sini. Sepertinya Mama sengaja mau memberiku kejutan?
“Mama kok enggak bilang mau ke sini?” protesku. “Tahu begini kan, bisa aku jemput di stasiun Tugu. Atau langsung ketemu di tempat makan.”
“Memangnya kenapa kalau ketemu di kampus begini? Malu sama pacarmu? Cieee anak Mama. Pantas saja, HP Mama sepi dari telepon kamu, ternyata sibuk jalan-jalan sama motornya, ya?”
“Eh enggak, ya! Dia cuma teman Maira. Sini, Maira kenalkan.” Kutarik tangan Mama mendekati motor Erlangga.
Sadar akan kedatanganku bersama Mama, Erlangga Segera mematikan mesin motor lalu turun. Enggak lupa dia lepas juga helm full face yang menutupi kepala.
Advertisement
“Ngga, ini mamaku. Mama, ini Erlangga teman kuliah Maira,” kataku pada keduanya.
Mereka saling berjabat tangan sambil menyebutkan nama diri. Aku segera berpamitan pada Erlangga karena akan pulang bersama Mama. Erlangga mengiyakan, lalu melaju dengan motornya.
“Cakep loh, Mai. Kalau dilihat gaya dan motornya, sepertinya anak sultan Yogyakarta,” kata Mama masih menatap jejak motor Erlangga.
Aku terbahak mendengarnya. Mama pasti bercanda, emangnya anak sultan Yogyakarta kulitnya putih begitu? Bibirnya tipis dan agak merona? Aku malah curiga kalau Erlangga punya garis keturunan dari salah satu negara dengan ras kaukasoid. Enggak lama, taxi pesanan Mama datang dan segera membawa kami pergi meninggalkan kampus. Seketika pula pembahasan tentang Erlangga berhenti.
Topik pembicaraan kami di taxi berubah menjadi tentang Papa. Mama memang sengaja datang jauh-jauh dari Surabaya untuk membahas tentang ini. Sudah seberapa jauh progressnya? Apa saja yang sudah aku lakukan selama ini?
“Mama capek nungguin kabar darimu. Kamu dikodein juga enggak sadar-sadar.” Mama mengambil ponsel, lalu membaliknya. Menjadikan mirror case HP sebagai cermin kecil untuk merapikan rambut cokelatnya.
“OSPEK itu seminggu loh, Ma. Mana tugasnya segunung lagi. Enggak sempat mikirin yang lain. Apa lagi waktu itu ….” Suaraku melemah, aku malas membahas kejadian malam pertamaku di rumah Papa. Dan sepertinya Mama sadar akan itu. Akhirnya Mama hanya mengusap lalu mengecup puncak kepalaku.
Sepanjang perjalanan kami enggak lagi membahas Papa, melainkan tentang Eyang Uti dan Eyang Kung. Mama bilang, mereka kangen banget. Eyang Uti yang hampir tiap hari menangis bila bercerita tentang aku.
“Kata Eyang Uti begini, ‘Awas aja kalau istrinya Gunardi bikin Maira sedih, aku sendiri yang akan menjambaknya’. Ngomong begitu, sambil tangannya meremas-remas gemas. Udah kayak beneran ada Ambar aja.”
Mengobrol dengan Mama membuat perjalanan terasa sangat singkat. Tiba-tiba taxi berhenti di halaman sebuah hotel bintang 5. Aku menatap Mama kebingungan dan bertanya-tanya, sudah sejak hari apa Mama sampai di sini?
Advertisement
Sesampainya di kamar, aku langsung melompat ke atas tempat tidur. Mama menyarankanku untuk memberitahu Papa bila berada di sini bersama Mama. Tanpa berpikir panjang, langsung kuhubungi Papa.
“Halo, Papa. Ini Maira,” kataku begitu mendengar suara Papa dari seberang.
“Pa, aku lagi sama Mama nih. Aku menginap semalam sama Mama boleh, kan?” tanyaku meminta persetujuan dari Papa.
“Boleh, Sayang. Ya sudah, udah dulu ya. Papa masih sibuk ini.” Sebelum menutup telepon, Papa sempat mengatakan kalau sedang berada di Jakarta. Sepertinya ada tugas mendadak dari kantor. Karena tadi pagi saat berangkat ke kampus, Papa masih mengantar Evalia ke Sekolah.
“Maira, mau sampai kapan begini terus?” tanya Mama begitu kututup telepon.
“Begini gimana sih, Ma?” tanyaku enggak mengerti.
“Kamu lupa target-target dan impian kita? Mama lihat kamu mulai enggak serius. Kamu lupa siapa sebenarnya wanita yang ada di rumah papamu itu?” Mama mulai berjalan mondar-mandir di depanku yang sedang duduk bersila di atas tempat tidur.
“Aku … aku ….”
“Mai, wanita itu yang merebut Papa dari kita. Wanita itu pacar Papamu saat kuliah dulu. Mama enggak menyangka kalau mereka berhubungan lagi setelah kami menikah.”
Aku menarik napas panjang mendengar perkataan Mama. Aku baru tahu tentang ini, karena selama ini yang sering Mama bilang adalah mengenai status Evalia.
“Evalia pasti anak haram. Dia pasti anak dari hubungan di luar nikah. Kelahiran Evalia itu janggal sekali. Baru juga menikah, perut Ambar membesar, lalu Evalia lahir. Mereka pasti sudah lama berhubungan. Ambar pasti sudah mengincar lama papamu itu.”
Aku terdiam mendengar perkataan Mama. Aku enggak kaget, aku sudah tahu kalau tentang ini karena Mama selalu mengatakannya berulang kali. Meski begitu, tetap saja menyakitkan hatiku.
“Ambil kembali papamu, Sayang. Dia milik kita. Apa kamu enggak ingin seperti anak-anak lain yang hidup bahagia bersama orang tuanya?”
“Apa kamu ingin merana seperti saat kecil dulu? Hidup berjauhan dengan Papa dan yang menjadi fokus papamu hanya Evalia?”
“Maira, dengar! Meski kamu sudah serumah dengan papamu, itu bukan berarti menang. Karena yang ia nomor satukan tetaplah Evalia. Kamu tetap dianggap orang lain. Karena bagaimana pun juga, kamu anak Mama. Bagi papamu, Mama ini kan orang lain. Karena enggak ada ikatan apa-apa di antara kami.”
“Lantas, apa yang harus aku lakukan, Ma?” Akhirnya pertanyaan ini keluar dari mulutku.
“Buat mereka saling membenci. Buat mereka saling curiga, Maira. Kalau sudah begitu, akan mudah menarik Papamu kembali.”
Kedua mata Mama berbinar saat mengatakannya. Permintaan yang menurutku sangat sulit bisa diwujudkan. Tapi demi keutuhan kembali dan kebahagiann keluargaku, apa saja akan kulakukan.
💜💜💜
Advertisement
The Daily Life of a Supporting Character
When Arisa Tanaka dies from getting hit by a truck, she is reincarnated into future Japan. She wants to live a normal life, only to find her wish obstructed by various obstacles as she gradually uncovers secrets of the world she thought she knew. Follow Sia Analie through her eventful (and not so eventful) life as she tries to protect what's important to her.Reincarnation story inspired by Otoburi and Kenkyo.Warning! Slow plot progression.
8 171The Deal
COVER MADE BY Lakshminambiar --------------------Blair Sherwin, twenty-five-year-old from Los Angeles works for a cosmetic's company. She comes from a wealthy family, is spoiled, and gets what she wants. What she wants is to own and run her own company and when the cosmetic company goes up for sale she decided to buy it. The problem is the present owner is a devoted family man and will only sell to someone who is married and in a loving relationship. Blair is willing to do whatever it takes to get her hands on the company, even if it means getting married. She comes up with a plan to find someone who will agree to be a temporary husband. She has the perfect man in mind, someone she knew from high school, Austin Cooke. He used to follow her around like a puppy dog, knowing he had a crush on her she could get him to do anything back then and suspected she still could. Back then he was one of those nerds, a straight A student and not much to look at. He was her best shot so she looked him up. Blair was in for a big surprise when she tracked him down, he had changed and she was going to find herself in deep water, her smarts and beauty will prove to be no match for Austin.
8 192The Billionaire's Wedding Planner ✔
Wedding Planner's Golden Rule: Don't fall in love with the groom.Handsome, charming, billionaire playboy, Aiden Carlisle's wedding to beautiful, but demanding Caroline Baxter is set to be the event of the century.Sweet, smart and talented, Rosalie Darling is the best in the business; wedding planner to the stars!Planning a wedding brings people together, but what if it brings the wrong people close?*"Aiden. Aiden," she said, softly, hurriedly, breathlessly, clutching my shirt in her delicate hands. Her body was pulling me closer and her mind was pushing me away. I couldn't tear my eyes off her face, her lips.She was breathing heavily. "I'm planning your wedding," she said, her eyes focused on my lips, so close to hers, as she bit down on her lower lip.I smirked, chuckling darkly. "What wedding?" I asked.I tightened the grip that I had on her.And I pressed my lips to hers.*#1 in Love#2 in Romance#20 in Bad Boy
8 176Specs Series
Fate was twisted and unpredictable! It was never kind to Ji-Hye and rarely presented her with the best outcome. When it brought another vampire with some troubling news into her life…Things were about to unfold in a mind-blowing way.
8 164The Touch of Infection
Carisa's been running for her life the past two years. Loosing her loved ones and anyone she grows close to. The apocalypse was caused by an alien raise coming to earth and proclaiming they'll fix the planet. Their way to 'fix' it being destroying humanity with a plague. However they didn't expect the human body to be as persistent as it is, the infection they spread mutating and making humans reanimate with a hunger for flesh. They thought they could contain it, control it even, but it's spreading faster than they thought. The world is dying faster than ever before. And Carisa only want to survive, to make it to the next day, bumping into an Alien she thought she'd be petrified. But upon further inspection... their not that much different that humans. Curiosity at its peek with both of them and so she gains a tail always creeping behind her. The aliens just won't let her go. Story is written on my free time so it has a lot of typos, sorry.It's been marked #1 in "alien race" woooBook cover made by: @tinybandaid on instagram
8 89Keeping His Secret
"We're just two people thrown together through the bond of knowing one another's secrets."Mia and Noah couldn't be any more different. When a change in circumstances has Mia transferring from her private school to a public one, she couldn't fit in any less even if she tried. The kids at Bell View know that money is an invisible line that separates two worlds, so it's not surprising that Noah called her a spoilt little brat on her first day. But what happens when she accidentally finds out his biggest secret, will she tell everybody just to get back at him or are there bigger things at stake other than his rude personality?
8 111