《1001 Masalah》Dengarkan Curhatku

Advertisement

(Terdengar bunyi pesan masuk)

'Tolong buatkan AD/ART untuk KWT Anggrek ya, Mbak. Kita mau ajukan dana lagi'

Demikian isi chat WA dari ketua kelompok wanita tani, kepadaku.

Sebagai sekretaris --baru kemarin dilantik-- aku kebingungan. Selama ini, aku hanya ibu rumah tangga yang tidak pernah jauh dari urusan anak dan tetek bengek seputar pekerjaan rumah tangga.

Tugas sebagai sekretaris adalah hal baru bagiku. Untuk bertanya pada pengurus lama, aku merasa gengsi. Kuputuskan untuk menanyakan pada suamiku, nanti saat ia pulang dari kantor.

Malam pun tiba, kutunggu waktu yang tepat. Waktu dia sudah bersantai, aku bermaksud mendiskusikan masalah tadi siang, pada suamiku.

"Ada apa dengan pengurus lama, kok kamu yang ditunjuk?" Dicomotnya sepotong ketela rebus yang kusediakan bersama kopi hitam yang masih panas.

"Entahlah, mereka bilang tidak ada yang cocok, kecuali aku," jawabku sambil duduk di sampingnya.

"Apa kamu sudah menjelaskan, kalau tidak punya pengalaman tentang ilmu sekretaris, apalagi tentang pertanian," katanya tanpa mengalihkan pandangannya dari depan layar televisi yang saat ini menayangkan konser musik.

"Sudah. Aku juga sudah menolak, tapi mereka memaksa. Katanya, 'kita sama-sama belajar, kok!' Bu Ketua terus memintaku karena pengurus lama sengaja beramai-ramai mengundurkan diri."

Kulihat, dia tidak memerhatikanku, matanya masih asyik menonton televisi. Dengan gemas, kuambil paksa remote yang ada di genggaman tangannya.

Sengaja kumatikan televisi biar dia menoleh. Kebiasaan dari suamiku adalah, saat asyik akan sesuatu, maka diajak bicara sepenting apa pun, ia tidak memerhatikan lawan bicaranya, dan ini membuatku sebal.

"Pasti ada masalah di antara mereka. Seharusnya diselesaikan dulu, jangan mudah memasukkan orang baru.

Apalagi yang tidak tahu menahu apa itu KWT, bahkan kamu tidak tahu tentang tanaman." Diambilnya lagi remote televisi, dari tanganku. Lalu menyalakannya kembali.

"Kamu ngajak ribut, ya? Matikan dulu tivinya! Ada istri ngajak ngobrol, kok malah lihatnya ke tivi. Perhatikan aku, dulu!" Aku merengut dan merajuk, kesal sekali dibuatnya, melihat dia lebih berat kepada televisi.

Advertisement

"Nantilah, kalau sudah iklan. Ada Siti Nurhalizah nyanyi ini, lho. Jarang-jarang ia tampil. Kalau mendengarmu curhat, kan sudah tiap hari. Ada saja masalahnya," ujarnya kalem.

Dengan hati yang dongkol, aku tinggalkan ia ke kamar. Tarik selimut, tidur.

"Maaa!" terdengar suamiku memanggil dari ruang tamu. "Buatkan kopi lagi, dong!"

"Minta dibuatin Siti, sana! Kalau aku yang buatin kan, dah tiap hari. Bosen, tauuu!"

Aku tidak mau kalah, berteriak dari dalam kamar. Tanpa beringsut dari tempat tidur, seinci pun.

Keesokan harinya, sengaja aku tidak menyiapkan sarapan atau apa pun untuk suamiku. Setelah shalat subuh, kuputuskan untuk tidur lagi.

Kode keras, agar dia mau mengubah kebiasaannya.

Satu tahun menikah dengannya, sifat cuek seperti itu belum juga berubah.

Berkali-kali memintanya berubah, hanya kata maaf yang keluar. Tapi selalu diulangi lagi.

Jika ia tidak mau mendengarkan curhatan istrinya, apa dia rela kalau istrinya curhat pada orang lain?

Huft ... ini tidak boleh dibiarkan, ia harus berubah, aku harus lebih tegas lagi kali ini, tekadku.

(Terdengar bunyi alarm keras sekali)

Alarm yang kupasang tepat pukul 7.00 pagi, berbunyi. Dengan enggan, kumatikan alarm pada gawaiku di atas meja. Perutku rasanya lapar sekali, sampai terasa perih. Mungkin ngambek itu, menguras banyak energi kali, ya!

Kok, sepi? batinku. Kenapa suamiku, tidak membangunkanku dan ribut minta kopi?

Perlahan, kulangkahkan kaki ke dapur.

Di atas meja sudah tersedia setangkup roti isi selai dan teh manis hangat.

"Pagiii ... Nyonya besar!" sambut lelaki yang kucintai itu dengan senyum usil yang menggoda.

"Pasti modus, jangan harap setelah ini aku memaafkanmu, ya!" Aku pura-pura masih merajuk, tapi kemudian duduk dan mengambil seiris roti di piring, lalu menyeruput teh manis hangat seteguk demi seteguk. Dalam hati, aku bersyukur sekali memiliki suami seperti dia. Meskipun sedikit cuek, tapi saat aku marah dia selalu punya cara untuk meluluhkanku.

Walau sebenarnya aku sudah tidak marah, tapi aku sengaja merajuk.

Advertisement

Karena ini sudah terjadi ke sekian kalinya dan aku sudah bertekad untuk membuatnya mengubah kebiasaan buruknya.

Siapa tahu, kali ini akan berhasil. Aku harus kuat, pura-pura ngambek sampai dia mau mengubah kebiasaannya. Hampir tertawa geli saat aku mengingat misiku ini.

"Hahaha ... iya, istriku sayang. Silakan kalau masih mau ngambek. Maafkan Papa ya!" Dikecupnya dahiku dan memberikan secarik kertas.

"Papa berangkat kerja dulu, oke!"

Lalu ia menenteng tasnya dan pergi ke kantor.

Kubuka secarik.kertas yang diberikan tadi.

'Di depan tivi, papa sudah meninggalkan sejumlah uang. Siapa tahu, mama mau beli sepatu atau baju yang kemarin sedang sale di Mall.'

"Ya ampun Papaaa ... gimana Mama mau marah kalau kamu begini!" Aku berteriak, tapi kali ini bukan dengan hati kesal.

Hati ini berbunga-bunga dan berasa melayang di udara. Paling bisa dia meluluhkan hati ini.

Gagal lagi deh, niat ngambek biar suamiku berubah.

Dan entah sampai kapan kebiasaannya itu akan berubah. Jika kami sudah punya momongan atau saat usia kami sudah sama-sama menua. Mungkin juga, sampai ada buah semangka berdaun sirih.

Hanya Allah yang tahu.

***** end *****

    people are reading<1001 Masalah>
      Close message
      Advertisement
      You may like
      You can access <East Tale> through any of the following apps you have installed
      5800Coins for Signup,580 Coins daily.
      Update the hottest novels in time! Subscribe to push to read! Accurate recommendation from massive library!
      2 Then Click【Add To Home Screen】
      1Click