《UTARI》Bab 15 - Pulang
Advertisement
KAPAL Feri bertuliskan Amarta telah menepi di Dermaga Sapta, menunggu penumpang yang akan ikut menyeberang. Aksara dan Utari telah selesai mengepak barang-barangnya kembali.
Di ruang tamu rumah Pak Parman saat itu, Aksara memperhatikan Utari yang sedang memastikan barang bawaannya di dalam ransel apakah ada yang tertinggal atau tidak.
"Utari, kamu sudah yakin kan dengan keputusanmu?"
"Semoga saja, Aksara." Jawab Utari tanpa memandang Aksara.
"Bagaimanapun, perjalanan kita ke sini tidak sia-sia kan, Utari. Kamu akhirnya menemukan Abimanyu."
"Ya... akhirnya aku bisa menemukannya, meskipun ia tidak dapat menemukanku kembali." Sejurus kemudian, Utari tertawa kecil. "Tapi, aku cukup takjub dengan diriku sendiri."
"Kenapa?" Tanya Aksara ikutan tersenyum.
"Ya, dengan kenyataan seperti ini ternyata aku tidak menjadi gila, atau paling tidak tidak bertambah gila." Ia terdiam sejenak, "tapi pasti karena aku sholat tahajud dua malam ini, sih."
Tangan Aksara menyentuh kepala Utari, membuat keduanya salah tingkah. Utari buru-buru bangun dari duduknya dan meninggalkan laki-laki itu.
"Nak Utari benar sudah mau pulang sekarang?" Di depan rumah, ia berpapasan dengan Pak Parman yang hendak berjalan masuk ke dalam rumah.
"Eh, iya pak. Urusan saya sudah selesai di pulau ini."
Pak Parman mengangguk-anggukkan kepalanya, "Ya... ya... semoga lain kali bisa kembali ke sini lagi dan semoga urusanmu dengan anak muda itu benar-benar sudah selesai ya."
Pak Parman melangkah masuk meninggalkan Utari sambil menghisap cerutunya.
Tak lama kemudian, Aksara keluar dengan dua tas berada di masing-masing pundak kanan-kirinya. "Saya bawa tas kamu ke kapal, ya."
Utari mengangguk. Tidak seperti sebelumnya, ia tidak menolak sama sekali. "Pergilah duluan ke kapal. Nanti aku menyusul."
"Mau kemana dulu memangnya?"
"Hanya ingin jalan-jalan sebentar. Menikmati pulau ini untuk yang terakhir kalinya."
"Mmm... kalau begitu jangan lama-lama, ya. Aku khawatir kapal kita tidak akan lama menepi."
"Ya, aku tidak jalan jauh-jauh kok. SMS saja kalau sudah mau berangkat."
Advertisement
"Baiklah. Atau mau aku temani?"
"Tidak... Tidak usah. Aku sendirian saja. Nanti kabari kalo sudah mau berangkat, ya. Terima kasih, Aksara."
Kedua orang itu berpisah. Utari berjalan menuju pantai yang letaknya berbeda dengan dermaga. Dari kejauhan, ia melihat sosok yang ia kenal sedang menghadap ke arahnya. Utari segera mendekatinya.
"Hai, Abi... Emm... Sapto." Sapa Utari menyesuaikan.
"Akhirnya kamu memanggil saya Sapto." katanya tanpa ekspresi.
"Saya pulang sekarang." Kata Utari melihat mata lelaki yang ada di depannya lekat-lekat. Keheningan meliputi keduanya beberapa saat. "Terima Kasih, ya." Utari memecahkannya.
"Terima kasih untuk apa?"
"Untuk semuanya. Untuk cerita yang tidak pernah saya kira sebelumnya." Utari tersenyum sambil mengalihkan pandangannya dari Abimanyu. "Tuhan memang senang memberi kejutan, ya. Seperti katamu dulu."
"Saya pernah bicara seperti itu?"
"Ya, setidaknya dalam ingatan saya."
"Apa kamu akan ke sini lagi?" Tanya Abimanyu membuat Utari kaget. Kalau perlu aku tinggal di sini selamanya, Abimanyu. Tapi, aku tahu itu hanya akan mengusik kebahagiaanmu.
"Entah lah. Mungkin saja. Tapi, aku juga tidak tahu kapan. Mungkin juga tidak akan ke sini lagi, kok—tenang saja."
Wajah Abimanyu tidak berubah. "Sapto, saya tahu kamu punya kehidupan baru di sini. Tapi, saya menyayangkan sekali kalau kamu memutuskan untuk meninggalkan masa lalu kamu begitu saja, padahal jauh di sana ada orang-orang yang merasa kehilangan kamu." Utari berhenti bicara dan menghela napas panjang. "Sudahlah, tidak ada gunanya lagi saya bicara seperti ini. Saya pamit pulang. Sekali lagi terima kasih, Abimanyu. Terima kasih."
"Saya minta maaf kalau membuat kamu sedih, Utari. Saya minta maaf kalau saya tidak bisa mengingat apapun tentang kamu, bila apa yang kamu ceritakan tentang masa lalu saya itu benar. Semoga kamu bahagia. Ya, berbahagialah Utari sebab saya tidak bisa memberikannya untuk kamu."
Utari menatap mata Abimanyu. Ia ingin menangis dan memeluk laki-laki itu. Air matanya jatuh. Ia sudah tidak tahan. Laki-laki itu menyeka air mata yang mengalir di pipinya. Utari memejamkan matanya, menghayati sentuhan tangan Abimanyu di pipinya. "Kamu juga, berbahagialah dengan Sundari dan kedua anakmu."
Advertisement
"Utari!" Terdengar suara Aksara yang berteriak memanggilnya. Laki-laki itu segera mendekat ke arah mereka berdua. "Utari, kapal sudah mau berangkat. Daritadi saya telepon kamu, tapi tidak diangkat."
Utari segera menyeka air matanya. Dalam hati ia merasa bersalah, handphone-nya kan aku taruh di dalam tas.
"Sapto, saya dan Aksara pamit ya. Salam untuk Sundari." Utari membalikkan badan dan berjalan menjauhi Abimanyu.
Aksara menyodorkan tangannya pada Abimanyu yang menatap Aksara beberapa detik "Kami pamit dulu."
Utari memandangi Dermaga Sapta yang menjauh dan semakin menjauh. Pulau Cakrabyuha telah mengambil orang yang sangat dicintainya dan di sana lah ia belajar ikhlas serta menerima bahwa kita tak pernah tahu kemana aliran air kehidupan ini bermuara.
Advertisement
- In Serial387 Chapters
Adventures of the Goldthirst Company
Get the quest, kill the monsters, grab the loot, don't die. How hard can adventuring be? When the party is a fashionista wizard who'd rather stare at her reflection than dirty herself with actual combat, a thief that picks locks by ripping them apart, a paladin trying to do the right thing, and an archer that's better at talking to plants than people, then even a simple quest can prove a challenge. Hired for a variety of tasks, from retreiving the legendary Dragon's Veil to bodyguarding the wealthy, thwarting apocalyptic prophecies, or uncovering not-so-abandoned elven ruins, the problems in their way may well prove their undoing; lonesome medusas, sticky-fingered psychopomps, agressively passive golems and fearsomely violent geography stand in their way, as well as the minor issue of simply not actually trusting, or even liking, each other! Releases twice weekly, generally Tuesday and Friday (Art by Sin Soppitt)
8 1028 - In Serial128 Chapters
Tatzelwyrm
The story follows the girl Nannade, who is a crolachan, a half-beast, half-human race that has become almost the stuff of legends in a world in the process of an enlightenment. By her teacher Garrett and the witch Elissa, she is trained to find, apprehend and even kill rogue mages to secure the power of the magic wielding governments. As she grows into a young woman, she dares to walk her own path and quickly sees herself confronted with the consequences and opportunities her mistakes and decisions open up for her.She needs to brace herself for incoming changes and be careful who she involves in her secret life as she travels the world and sees wondrous things in a world empowered but also controlled by mages, druids and warlocks.
8 154 - In Serial18 Chapters
Giantslayer
Synopsis: Alain is a fledgling Giantslayer, enhanced individuals capable of killing deadly giants. But these giants are not big, they are what ancient humans would refer to as mundane animals or beasts. 'The Final Curse' as many humans call it, was a curse that shrunk down the entire human population to the size of small rodents. When the curse first occurred, the majority of the human population was eaten by beasts who are now of towering heights and sizes. But their abandoned gargantuan structures were not built for naught, the remaining humans retreated back into their now giant buildings and rebuild societies and nations inside of them. Follow Alain in his quest to right the wrongs done to his past and hunt down the elusive and mythical Elder Giants, giants capable of intellects and speech. Are they real? Alain certainly insists so despite no one believing him. But perhaps it did not matter, they were real enough to him for what they did to his family. A/N: I'm pretty new to writing creatively so I hope to improve as we move along the story. The prose I use is still fairly simple and 'plain', but I am also new to literature in general so I am hoping to improve my vocabulary as well. It should also come under no surprise that I am a non-native English speaker and writer as well. With that said, I do appreciate constructive feedback. Please don't be overly mean at least. All the chapters are rough drafts that will be edited in the future. The cover is by this user from pixiv: https://www.pixiv.net/en/users/4545042
8 237 - In Serial13 Chapters
Shadow the cat
Shadow is very cool. HE IS THE BEST CAT EVER IN THE HISTORY OF CATS. Fortunately he is getting lots of attention and pets from his humans. Unfortunately he got dropped into a different world fortunately he got dropped-claws first-into weakened end boss on one hp and got to level 999 and became the end boss himself. He doesn’t know what that means. P.s: This is my first time on royal road P.s.s: I am writing this for enjoyment don’t expect too much chapters at a time P.s.s.s: anything said about dogs is not true I love them
8 175 - In Serial7 Chapters
Nocs: Nanotech Cultivation System
Did you know how long it took for the end of the world to happen? A split second according to Qodex. Even as an advanced civilization, their shield, barriers, and weapons couldn't keep out the hell's advance. His world was destroyed in a single instant when the hellions came pouring out of the gates. In one fell swoop, it brought forth the new era of the Darkness. However, reeled from the shock of the attack, the darkness was quickly quelled by the light of Humanity—the T.O.T.E.M.S. Now, Qodex fight desperately to hold the line between the two worlds, hoping to stave off complete destruction. However, his efforts may prove futile in the face of the growing threat of the demons. Will he be able to protect humanity? Will it all crumble beneath him? Only time will tell…
8 108 - In Serial9 Chapters
Mistakes Made. A Hamgelica fic
So this is a modernized Hamgelica fic. Basically Angelica loves someone Alexander loves someone someone loves them. It's just a lot of who loves who.
8 196

