《UTARI》Bab 9 - Kontak Jodoh
Advertisement
PAK Jay semakin lama semakin gencar menunjukkan perhatiannya pada Utari. Pagi ini, sekaleng besar cokelat belgia terduduk cantik di atas mejanya. Azalea bilang, kalau begini terus lama-lama Utari pasti bisa luluh. Tapi, perempuan itu terus menyangkalnya. Meskipun telah sekian lama tidak berhubungan dengan seorang lelaki, ia yakin masih ada harapan yang lebih cerah dibandingkan dengan menikahi seorang duda beranak—meskipun Pak Jay sendiri mengatakan kalau dirinya bukan menikah dan Jamur bukanlah anaknya, tapi Utai tidak mempercayainya begitu saja. Bukan hanya itu, sebenarnya poin terperntingnya adalah Utari tidak pernah merasa nyaman ketika Pak Jay sedang menatapnya, seperti ingin menerkam. Menggoda tapi tak sanggup membuatnya tergoda.
Utari cukup lama menyimpan cerita soal Jamur, anak Pak Jay—yang katanya sebenarnya bukan anak Pak Jay, saat ada hal yang lebih menarik untuk dibahas dengan Azalea. Di kotak masuk surelnya—surat elektronik, ia menerima email dari orang-orang yang tidak dikenalnya. Semua subjek email itu ditulis dengan format yang sama: Nama_usia_jenis-kelamin_suku_pekerjaan. Sepuluh email dengan subjek serupa berderet di kotak masuk surelnya. Sejak melihat hal itu, ia sudah curiga kalau ada orang yang menaruh nama dan identitasnya di iklan kontak jodoh.
"Saya melihat nama dan alamat email kamu di halaman kontak jodoh di koran Merdeka sabtu kemarin. Saat pertama kali melihat foto kamu, saya tahu bahwa kamu lah orang yang saya cari selama ini." Ucap Utari membacakan salah satu email di dalam kotak suratnya kepada Azalea.
"Kamu nggak ikut iklan kontak jodoh, kan?" Tanya Azalea ragu.
Utari menggeleng. "Kamu tahu nggak artinya apa? Ada orang yang sengaja mendaftarkan aku di iklan kontak jodoh koran itu—tapi siapa?" Sekarang Utari berusaha menebak-nebak. "Laras!" batinnya.
"Sepertinya aku tahu siapa pelakunya, Za." Kata Utari.
"Siapa?"
"Laras, adikku sendiri."
Azalea terlihat kebingungan. Utari tidak pernah menceritakan apapun soal masalahnya dengan Laras. "Bagaimana ceritanya?" Tanya Azalea.
"Aduh, tidak penting bagaimana ceritanya. Yang jelas, aku harus tegur anak itu." Utari meninggalkan Azalea dan pergi mencari petugas cleaning service. Ia meminta dicarikan Koran Merdeka dua hari yang lalu, sebab iklan kontak jodoh hanya ada di koran hari sabtu.
Advertisement
Ia tahu kalau CS di kantornya merasa keberatan. Saat ditanya, Utari mengatakan kalau ada berita mengenai vendor percetakan yang akan disasarnya. Petugas CS itu mendengus, sebab ia tahu kalau semua informasi bisa didapatkan dengan mudah di internet. Karena itu, Utari ikut sibuk mencari di tumpukan koran bekas. Setelah mengaduk-aduk tumpukkan koran yang tidak berurutan itu, akhirnya ia menemukan koran itu.
Utari kembali ke mejanya. "Usaha sekali mencari koran ini!" Katanya kesal.
Azalea berkata, "kenapa kamu tidak ke tukang koran di depan kantor saja." Lalu, Utari merasa semakin kesal.
"Gila! Bayar berapa dia sampai bisa pasang foto aku disini. Yang lain nggak ada fotonya lho." Kata Utari saat melihat fotonya berukuran 4x6 terpampang di rubrik kontak jodoh. Sirene yang duduk agak jauh dari meja Utari dan Azalea, tiba-tiba berdiri. Kepalanya terlihat dari tempat Utari duduk.
Dari kejauhan, Sirene terlihat berjalan mendekati meja Utari. Utari dan Azalea cepat-cepat melipat koran itu dan menyembunyikannya di dalam laci. Azalea dengan sigap kembali ke kursinya. Utari segera mengganti tampilan desktop-nya yang semula menunjukkan inbox email-nya. Setelah ditunggu, ternyata Sirene hanya numpang lewat dan tidak singgah di meja Utari. Setelah Sirene pergi, Azalea kembali ke meja Utari.
"Tar, tapi nggak ada salahnya, deh. Kamu belum punya pacar juga, kan?
Utari memandang Azalea malas, lalu meninggalkannya ke toilet. Walau bagaimanapun, Utari tidak suka dengan cara ini. Konyol!
Selama Utari pergi ke toilet, Azalea duduk di bangku kerja Utari dan mulai membuka seluruh isi email dari orang yang "berminat" kepada Utari. Saat membuka salah satu emailnya, ia tertawa. "Ada apa?" Tanya Utari yang berjalan mendekat ke arahnya.
"Sumpah, Tar. Ada yang kirim CV lengkap. Bahkan sampai attached hasil scanning ijazah dan sertifikat. Dia pikir mau melamar kerja. Waw, IPK-nya 3,84 lho, Tar." Azalea tertawa lagi.
Utari melihat ke layar komputernya. Hal itu ternyata sedikit menghiburnya. "Namanya juga usaha, Za. Mungkin dia pikir perempuan jaman sekarang sukanya sama laki-laki yang pintar dan berprestasi."
Advertisement
"Padahal kamu lebih suka sama lelaki yang seperti apa, Tar?"
"Aku mah yang penting baik, Za." Jawab Utari sekenanya.
"Arti baik itu luas lho, Tar."
"Tidak aneh-aneh, kok. Aku ingin yang baik dengan hatiku saja, Za."
"Itu sih namanya aneh-aneh!"
SESAMPAINYA di rumah, Laras menolak pembicaraan mengenai dugaan Utari kalau ia memasang fotonya di iklan kontak jodoh di Koran Merdeka Sabtu. Tapi, Azalea bilang tidak ada salahnya mencoba apa yang telah diusahakan oleh adiknya. Utari bersikukuh tidak ingin menanggapi orang-orang yang "berminat" padanya, sebab katanya hanya akan buang-buang waktu saja.
"Coba kamu cek folder 'Utari'. Aku sudah memasukkan beberapa data yang menurut aku oke. Cek saja kalau sedang senggang." Azalea memberikan flashdisk-nya kepada Utari.
Ia tidak langsung mengecek apa isinya, tapi ia tahu kalau Azalea telah berbaik hati memilihkan beberapa kandidat terbaik dari orang-orang yang berminat menjadi pasangan Utari. Perempuan itu menunjukkan wajah pasrahnya, dalam hati ia menolak kenyataan ini. Alih-alih merasa dicintai karena banyak yang "berminat" dengannya, Utari justru merasa dirinya tidak berharga. Sahabat lamanya pernah berkata kalau Utari tidak pernah mengizinkan orang lain untuk mencintainya. Kalimat yang sulit diterimanya, sebab ia tidak mengerti mengapa untuk merasa dicintai saja ia juga harus berusaha.
"Kamu tidak harus berusaha Utari, bila kamu mau merelakan." Kata itu terngiang di kepalanya. Namun, sebesar apapun ia berusaha, rasanya akan sia-sia saja. Laki-laki itu memang pergi, tapi meninggalkan tanda tanya besar di dalam hidupnya.
Lalu, Utari terdiam. Sudah lama keinginan itu berteriak-teriak di dalam dirinya. Tapi, ia tidak dapat mengamininya, sebab ada keinginan lain yang lebih besar di dalam dirinya yang memenjara keinginan itu. Hanya ada satu orang yang ia harap dapat mencintainya, sehingga ia tak perlu lagi berusaha untuk merasa dicintai.
"Tapi, untuk bisa rela itu butuh usaha, bukan?"
Utari menghela napas. Bagaimanapun, bila ada orang yang datang menemuinya sekarang. Ia hanya akan jadi pria kesembilan belas di dalam buku catatan kecilnya yang berwarna merah marun. Tiba-tiba Utari teringat Aksara. Entah mengapa, ia ingin menceritakan apa yang dialaminya hari ini dengan lelaki itu. Bukan untuk meminta pendapatnya, tapi hanya untuk didengarkan.
Utari duduk bersila di atas kasurnya. Ia lalu menegakkan punggungnya dan memejamkan kedua matanya. Sekilas, ia seperti sedang melakukan meditasi. Difokuskannya pikirannya hingga tidak ada suara lagi yang terdengar dari sekitarnya. Lamat-lamat, terdengar suara yang familiar. Suara seorang laki-laki yang sedikit mirip dengan suara abimanyu.
Ia mulai melakukan perbicangan dengan suara itu. Perbincangan tanpa suara yang sebenarnya, di dalam pikirannya saja.
"Apa yang harus saya lakukan?" tanya Utari pada suara itu.
"Pria kedua puluh itu telah datang."
"Pria kedua puluh?"
"Ya." Kata suara itu singkat dan samar. Lalu, Utari membuka matanya dan suara itu hilang.
Advertisement
- In Serial44 Chapters
For Grass and Glory
Being old is difficult. But losing the love of your life to natural selection and being left in the dirt is even harder. Join Walton in his final journey as he figures out if his principals are just as important when there is nothing left to lose. Combating hypocrisy, youth, bad diet practises and a general lack of respect towards humanity, Walton's struggles are the true adventure of the everyday man. A story about unlikely friendship, being old, unexpected beauty, and the obsession of kicking a round leather ball in the best way possible. A story about a new world, and its possibilities. A story about the grass, and let us hope, a small bit of glory? Author note: This is a project of mine I started in 2016 and recently been writing for again. Writing for me is something I love to do, but can't always find the time for. This is also the reason I have not finished (or come close to) Ethereal Space yet. I get distracted. I started this novel intending to create something else, to break a bit with the current go to's story wise in the litRPG or virtual reality communities. So, this is my attempt at "Something different" I would love feedback or just your general opinion. But most of all, I hope it entertains. Enjoy!
8 165 - In Serial6 Chapters
Dungeon Ship (Ash Rising)
What do you get when you mix together an uploaded human brain, two different sources of alien technology, and a love for video games? My name is Ash. Thats the only thing about me I'm still sure about. I've been having a rough time of it lately. I used to be human, but I'm definitely not human anymore. For awhile I was a weapon, then a space probe, and now... Well, now, I'm a kind of dungeon core. A space-traveling, alien-hybridized, freaked-out of my artificial mind Dungeon Core. Everyone that might have known human me is long dead. Anyone that finds out what I am now will almost certainly want to make me join them. I'm all alone. And I'm hungry. What the hell am I supposed to do now?
8 64 - In Serial7 Chapters
Shrike
He wants to play the latest and greatest VRMMORPG game, but he can't muster up the cash for the fancy new proprietary hardware and membership license. After months of saving up cash and arduous work, he has built a behemoth of a machine relying almost entirely on seedy old technology and a DIY guide by some dude named "Jimmy Bob." This is the story of his entry into the game. This is also a story of intrigue, exploration, introspection, batshit crazy game design, and unintended but entirely predictable consequences. This is G.C.O. Undergoing a total re-write, mostly because I think things were too rushed rather than any content or direction changes. If you are one of the few who tried Shrike when it was briefly updating, consider giving it another shot. Of no relation to either The Great Crusade or the recent (in 2017 lol) Shrike book for Warhammer by Games Workshop. All similarities in these cases are superficial; please don't sue me. Feedback welcome and encouraged, never be afraid to review or comment. HQ/Kindle-Grade cover art. Book Cover 2.0: "From the Dark"
8 117 - In Serial10 Chapters
A Chance
Sequoia and Tyron are siblings as well as being the children of the king of all elves. They live in the palace with their father and stepmother. Sequoia’s birth mother died when she was 12 and she has always wanted to find out why she died. Finally, she gets a chance. Tyron learns news of destruction in the kingdom and wants to help. finally, he gets the chance. Their father has done many terrible things, when Tyron and Sequoia are pushed to their limits they make a big decision, the decision that will change their lives.
8 180 - In Serial23 Chapters
Fit for Freedom
In this sequel to "Defying Conventions" (Book #1 of "The Confederation Continues" series), young lawyer Camden Page meets new challenges in an American nation that holds together under the Articles of Confederation. A high-stakes murder trial is set against the backdrop of looming conflict with the native inhabitants of the Northwest Territory. Will Camden rise to the challenge and prove his skill as an attorney, both to the world and to himself?
8 130 - In Serial24 Chapters
Capo☑️
"How do you run the mafia?" he questions, wiping the corner of his mouth. "Well, I ground myself enough to not let the power get to my head, but I let myself get pissed enough to deal with motherfuckers like you," I say, calmly, picking up the hammer from Cameron's hand and making my way back over to the asshole, who flinches when I crouch down in front of him. "Now, I am going to break a finger for every question you don't answer, so I suggest you start talking," Previously called 'The Female Gangleader'
8 211

