Sosok perempuan tersebut berlari hingga dia sampai di tempat duduk di lapangan sekolah. Dia masih mengais akan apa yang dia dengar sebelumnya. Lalu tak lama, muncul sosok laki-laki menghampirinya dan kemudian duduk disampingnya. Sosok perempuan tersebut melihat kearah laki-laki tersebut dan betapa kagetnya dia. Sosok laki-laki itu menghapus air mata perempuan tersebut dan mengatakan sesuatu sambil tersenyum padanya.

"Jangan menangis. Nanti tambah jelek."

Perempuan tersebut kembali menundukkan wajahnya sambul menangis. Lalu, laki-laki tersebut bertanya padanya.

"Apakah ini tentang Abdi."

Perempuan tersebut hanya diam tak menjawabnya.

"Mungkin aku bukan siapa-siapamu. Tapi, aku sangat mengkhawatirkan keadaanmu."

Perempuan tersebut kaget akan perkataanya. Kemudian dia kembali melihat kearahnya dan bertanya sesuatu padanya.

"Benarkah?"

Lalu laki-laki tersebut tertawa kepadanya sambil menggaruk-garuk kepalanya.

"Aku hanya bercanda."

Perempuan tersebut tersenyum dan tak bersedih lagi. Laki-laki tersebut kembali menanyakan hal yang sama kepadanya, namun dengan nadanya yang serius.

"Apakah kamu menangis karena Abdi?"

Perempuan tersebut kembali menundukkan wajahnya, lalu menjawab pertanyaannya.

"Dia menerima perasaan Nia. Ternyata memang benar, cintaku ini bertepuk sebelah tangan."

Sosok laki-laki tersebut menatap kearah langit dan mengatakan sesuatu padanya.

"Apakah kekosongan dihatimu itu dapat kuisi?"

Sosok peremuan tersebut kaget akan perkataannya, dan ternyata dia adalah Hani. Kemudian Hani bertanya padanya.

"Maksudmu?"

"(Terbata-bata) Eh eh, bu bukan apa-apa Han."

Ternyata sosok laki-laki tersebut adalah Ian. Hani kembali tertawa.

"Ternyata kamu orangnya lucu."

"Benarkah?"

Lalu mereka saling tertawa bersama. Hani sudahtidak menangis dan berubah menjadi tawa yang bahagia, terlihat dari sorotmatanya yang kontras dengan warna matahari yang mulai terbenam tanpa adanya airmata sedikitpun.