《Perempuan Pelupa》Bagian 46: Menjenguk Nia
Advertisement
Esok harinya, Nia tidak masuk sekolah dikarenakan dia sakit. Kami berenam sepakat untuk menjenguknya sekaligus membicarakan tentang drama yang akan dibuat. Kami dengar-dengar dia sakit karena habis terjatuh dari motornya tanpa sebab sehingga dia sedikit terluka akibat hal tersebut.
Sepulang sekolah, kami pergi kerumahnya. Aku ikut bersama Hendra dengan menggunakan motornya. Sementara itu, Hani dibonceng oleh Lisa. Sedangkan Ian dan Andre menggunakan motor mereka masing-masing.
Sesampainya dirumah Nia, Hendra mengetuk pintunya. Aku melihat rumah Nia yang cukup besar. Kami bertemu dengan Ibunya Nia dan meminta izin untuk menjenguk Nia. Lalu Ibunya Nia mengantarkan kami kekamar Nia. Sesampainya disana, Ibunya Nia meninggalkan kami sebentar untuk menyuguhkan minuman buat kami.
Kami melihat kondisi Nia dengan luka di telapak tangan kirinya yang diperban. Kami berenam duduk di samping tempat tidurnya. Hendra bertanya pada Nia apa yang terjadi.
"Nia, kamu kenapa sampai terjatuh dari motormu?"
Nia terdiam sesaat. Kemudian dia menjawab pertanyaan Hendra.
"Tidak apa-apa, aku hanya kurang berhati-hati saja."
Aku masih memikirkan tentang peristiwa terjatuhnya Nia yang secara tiba-tiba sebelumnya. Apakah hal itu ada hubungannya dengan kejadian ini?
Ibunya Nia datang dan menyuguhkan minuman serta makanan ringan buat kami. Sembari kami menikmatinya, kami melanjutkan perbincangan kami. Hendra kembali bertanya pada Nia mengenai keadaannya.
"Tanganmu gak apa-apa?"
Hendra kemudian memegang telapak tangan kirinya Nia. Dia hanya seddikit meringis mengangguk. Aku hanya melihat mereka berdua tanpa mengatakan apapun. Kemudian Lisa mengatakan sesuatu pada Nia.
"Maafkan aku sama Hani ya soal kemarin. Gara-gara itu, kamu sampai menampar Abdi."
Hani hanya diam mendengar perkataan Lisa tersebut. Nia menjawabnya dengan nada tingginya yang khas.
"Gak apa-apa. Seharusnya aku yang meminta maaf sama kalian."
Sementara itu. Aku yang merasa menjadi korban akan kejadian kemarin berpikir bahwa seharusnya mereka meminta maaf padaku. Kemudian Hani mengatakan sesuatu padaku.
"Maafkan aku ya Di dengan yang kemarin."
Aku sontak kaget dengan perkataanya tersebut yang persis dengan pemikiranku tadi. Lisa yang mendengar akan hal itu juga meminta maaf kepadaku. Sementara itu, Nia hanya diam saja tak mengatakan apapun padaku.
Advertisement
Kemudian Ian menannyakan pada kami mengenai drama kami. Kami sampai lupa akan hal tersebut. Nia sudah mencatat semuanya dalam bindernya dan mengatakannya pada kami.
"Untuk perannya nanti. Karena kita bertujuh, ada yang menjadi Raden Bondowoso, Rara Jonggrang, Prabu Damar Maya, Prabu baka, dan sisanya Dayang serta Jin yang membantu Raden Bondowoso unutk membuat candi nantinya. Sementara itu, ada satu orang lagi menjadi Naratornya."
Kami semua berunding untuk memilih peran tersebut. Lalu Andre memberikan usulan pada kami.
"Gimana kalau Nia dan Hendra yang menjadi Rara Jonggrang dan Raden Bondowoso."
Hani juga turut setuju akan hal itu.
"Iya, aku setuju."
Nia hanya diam. Sedangkan, Hendra menolaknya.
"Sepertinya aku gak bisa. Lagian karakter Raden Bondowoso ini pada akhrinya yang mengutuk Roro jonggrang menjadi candikan. Aku mendingan menjadi Jin atau Naratornya saja."
Kemudian Hendra bertanya kepada kami semua.
"Yang mau menjadi Raden Bondowoso siapa?"
Ian dan Andre sepertinya tak ingin menjadi Raden Bondowoso karena takut bila nantinya mereka terkena lemparan maut dari Nia. Sementara aku sendiri malas untuk memerankan karakter utama tersebut. Karena karakter tersebut pasti memiliki dialog yang banyak dan merepotkan tentunya. Karena tak mendapat jawaban dari kami, akhirnya Hendra menyuruhku menjadi Raden Bondowosonya.
"Kalau kalian gak ada yang mau. Abdi aja yang menjadi Raden Bondowosonya."
Aku seketika kaget, sementara itu Ian dan Andre sama-ama mengangguk setuju. Sedangkan Hani tidak setuju akan hal itu.
"Kenapa harus Abdi, bukannya masih ada Ian dan Andre."
Lalu Hendra menjawabnya.
"Menurutku, Abdi memiliki sifat yang kalem dan santai. Jadi dia bisa memerankan karakter tersebut dengan baik."
Apanya yang kalem. Aku begini karena aku gak terlalu suka berbicara. Pikirku dalam hati. Dan Hani hanya menampakkan ekspresi wajahnya yang cemberut itu, dia tak bertanya lagi pada Hendra. Kemudian aku mencoba bertanya pada Hendra dengan nadaku yang datar.
"Kalau aku berdialog dengan nadaku yang datar seperti ini gak masalah?"
Advertisement
"Gak apa-apa. Lagian juga Raden Bondowoso memiliki sifat yang sombong. Itu sangat cocok sekali dengan nadamu tersebut."
Aku sedikit merasa tersindir akan jawabannya itu, aku hanya terdiam tak menjawabnya. Sedangkan Nia juga tak mengatakan apapun soal itu. Hendra bertanya kembali padaku.
"Kalau begitu berarti kamu setuju?"
Aku tak menjawabnya.
"Oke, berarti kamu sudah setuju. Kalau kamu Nia, bagaimana?"
Nia juga hanya diam tak menjawabnya.
"Nia juga setuju berarti ya."
Kami berdua hanya terdiam bukan berarti setuju, namun karena alasan lain yang membuat kami hanya bisa diam. Entahlah alasan seperti apakah itu. Setelah itu kami merundingkan buat peran lainnya. Akhirnya semua peran telah dipilih. Lisa dan Hani menjadi Dayangnya Rara Jonggrang. Hendra menjadi Prabu Damar mayan dan Ian yang menjadi Prabu Baka serta mereka berdua juga yang menjadi Jin untuk membantu Raden Bondowoso untuk membuat seribu candi. Terakhir Andre yang menjadi Narator.
Untuk pembuatan dialognya. Semua diatur oleh Nia, Hani dan Lisa dirumahnya Nia keesokan harinya, atau lebih tepatnya malam kamis. Setelah semuanya dirasa sudah selesai, kami pulang. Sebelum itu, Nia menyuruh Hendra untuk jangan pulang dulu. Setelah kami semua keluar, Nia mengatakan sesuatu pada Hendra.
"Ndra, kamu sudah bilang sama Abdi?"
Dia menggelengkan kepalanya dan menjawabnya.
"Belum. Karena kamu tadi gak masuk. Kalau misalnya kamu sudah masuk, aku akan memberitahukannya."
Setelah itu, Hendrapun pulang. Kami pulangkerumah kami masing-masing. Sementara itu, aku pulang menggunakan Angkutan Umumdan tidak bersama Hendra, karena rumahku dan Hendra yang tidak searah.
Advertisement
- In Serial31 Chapters
Between Mountains and Moons
Under the light of the three suns, the scorching sands of The Great Desert test any who are brave and or foolish enough to cross its vast and treacherous expanse. With each passing year, it becomes more and more of a necessity as The Great Desert is ever expanding. Omid knew this as he signed onto a caravan crossing. He knew of the dangers and ancient magics that this unrelenting land holds. He knew of ancient kingdoms long lost, buried by the sands. He knew of the strange in-human inhabitants, the true masters of The Great Desert seeking to expand their dominion and drive humanity to the edges of the world. When he is offered the chance to learn magic from a master, Omid agrees eagerly at the chance to discover such ancient arts, and to even dream of defending against a hostile world and all that would claim to rule it. But nothing in this formidable domain is ever easy, nor simple, nor as it seems. Be vigilant, act with cunning, and always remember to choose your words wisely. (Cover art by https://www.deviantart.com/dyrdottir)
8 116 - In Serial30 Chapters
One man army in a marvel universe
Braden Willian Parker, is Spiderman older brother. He is not from any know marvel universe. In fact he just died a little, then was born as Peter Parker seven years older brother. Crashing any hope of being spiderman himself, sure he could try an steal his little bro super heros chance, but he had a sneaking suspicion that the universe would some how not allow that too happen. Now being a casual reader and watcher of anything marvel related. He knows that it just a matter of when not if, that thing gets absolutely bat sheet crazy. So he figure he better find a good plan in getting power or something to protect not just him, but also his family. Cause he remember that the marvel world has a sadistic glee in destroying Peter loved one, making either Peter pay in pain or those around him.
8 184 - In Serial18 Chapters
Chosen of Death
He was only following orders when he pressed the button, but things didn't go right, even when going right would have been a global apocalypse. Now, his fractured mind has been fed into a new reality where magic rules and gods play games. Blessed or cursed with powers he doesn't understand, his only hope is the woman who proclaims herself his servant. ***** NOTE: We are pretty much at the end of my buffer. I shall attempt a weekly update every Saturday. For those of you wondering, I am not dead, nor is this story.
8 213 - In Serial20 Chapters
Soulmates who weren't meant to be
I saw the world in your eyesTo know that we could've been so much more Than what we are right nowIf only We could've met each otherAt the right time
8 125 - In Serial60 Chapters
The Girl Who Saw Tomorrow » Harry Potter
❝I solemnly swear that I am up to no good...❞Margaret Adelaide Xenakis had a pretty normal life until the age of 14. And then she got struck by lightning.As if nature's unnecessary assault was not enough, it leaves her with 'voodoo stuff' instead - powers of telekinesis, telepathy, teleportation, and whatnot.Now at 16, trying to deal with the loss of her twin brother while suppressing her destructive powers, the struggling teen has much on her platter already. When she gets struck by lightning once again and wakes up in an unfamiliar place surrounded by way too many redheads, a bushy-haired girl and a bespectacled boy with a lightning-shaped scar on his forehead... Let's just say Margaret's life might've gotten weirder than she could have ever imagined.Reading the Harry Potter books had been just a hobby. But suddenly, Margaret is burdened with the weight of knowing the future. She has to not only weave her way through the Wizarding World and fight in a war she had believed was fictional, but also save everyone who did not deserve to die in the crossfire.Talk about tough luck.~Warning: probably contains plot boo-boos like the someinclusion of movie storyline :)This is NOT an OC X Harry Potter story.All Rights Reserved © April Rayne🎖️ Reader's Choice Fanfic Winner → THE PASSION AWARDS🎖️ Best Blurb (First Place) → THE SIREN AWARDS🥇1ST PLACE → THE PAPER AWARDS🥇1ST PLACE → THE VINTAGE AWARDS🥇1ST PLACE → THE ORCA AWARDS🥇1ST PLACE → THE THRONE AWARDS🥈2ND PLACE → THE AURORA AWARDS🥈2ND PLACE → WINGS OF IGNIS AWARDS🥈2ND PLACE → THE VIZARD AWARDS🥈2ND PLACE → TRICOLOUR TRIENNIAL AWARDS🥉3RD PLACE → THE ROCKSTAR AWARDS🥉3RD PLACE → THE TRAVEL AWARDS🥉3RD PLACE → BOOKS GOT TALENT🥉3RD PLACE → THE SIREN AWARDS
8 194 - In Serial57 Chapters
Things I've never said
TINSTo the things I've never said. To the things you've never said. To the the words that have never been spoken To all those emotions that couldn't have a chance to be expressed. To all and every single piece of mind that could never been understood To all of those who never believe that word have value. To all the important things that has to be secrecies. Words speaks for itself and has lived for decades. That's why poetry exists, not only for lovers but for the thoughts and feelings that couldn't been spoken. This is a collection of poems about love, secrets, envy, loss, heartbreak, deception and strange feelings that haven't been spoken. It's about All of those things that stop us to be outspoken. To be true, raw and honest. To all the things we have never said.
8 201

