《Perempuan Pelupa》Bagian 2: Awal Kisah
Advertisement
Tahun ajaran baru telah tiba di sekolah SMA Pancasila, aku sekarang sudah menginjak kelas 3 SMA jurusan IPA. Disekolahku terdapat 4 jenis tingkat disetiap masing-masing kelas,aitu kelas A, B, C dan D. Dan aku masuk di kelas 3D.
Aku seperti biasa berangkat lebih awal, karena aku selalu diantarkan pamanku ke sekolah dengan motor tuanya. Selain itu juga, aku mengincar tempat duduk yang berada di pojok belakang paling kiri. Sesuai dugaanku, dikelas ini masih kosong dan akupun langsung duduk di bangku yang telah kutargetkan sebelumnya. Disekolahku menggunakan Meja tunggal, jadi setiap siswa duduk sendiri-sendiri per meja. Sembari menunggu bel masuk, ku sempatkan diri untuk tidur sejenak. Tak terasa, bel masuk telah berbunyi, akan tetapi aku masih tertidur. Seorang guru telah datang di kelas, seketika itu ada seseorang yang menepuk pundakku. Aku yang tersadar akan hal itu membangunkan diri dan tak milhat siapapun melakukannya. Kulihat, bu guru Bahasa Inggris yang akan mengajar. Namanya adalah bu Ningsih. Gurunya sangat baik, meskipun aku tak terlalu suka sama mata pelajarannya. Seperti biasa sebelum memulai jam pelajaran, terlebih dahulu bu guru melakukan absensi kelas sekaligus memperkenalkan diri kami.
Dikarenakan aku berada di absensi pertama, maka akupun memperkenalkan diri terlebih dahulu. Dan Bu Ningsih mempersilahkanku dan nadanya yang ramah.
"Baiklah, Abdi Hamzah. Berdiri dan perkenalkan dirimu."
Akupun berdiri dan memulai perkenalan tanpa melihat orang-orang disekelilingku. Dan memberitahukannya dengan nadaku yang datar. Aku biasa menggunakan nadaku yang datar tersebut untuk berkomunikasi dengan orang lain. Itu karena aku lebih menyukai nada bicaraku yang seperti itu.
"Namaku Abdi Hamzah, asal sekolah SMP Harapan Bangsa."
Kemudian Bu Ningsih menanyaiku dengan nadanya yang ramah itu.
"Lalu, cita-citamu apa Di?"
Aku menjawabnya dengan nadaku yang datar tersebut.
"Aku tidak memiliki cita-cita."
Bu Ningsih kembali bertanya padaku dengan bingung.
"Maksudnya Di?"
Aku tak menjawabnya. Kemudian Bu Ningsih terlihat sedikit kecewa dan mengatakan kepadaku dengan nada kecewanya tersebut.
Advertisement
"Baiklah kalau begitu."
Setelah selesai memperkenalkan diri, akupun kembali duduk. Selama absensi, aku tak memperhatikan nama-nama mereka. Jadi, aku tak terlalu tahu nama-nama mereka. Selain itu, mereka juga berbeda dengan kelas yang kutempati sebelumnya. Semua orang disini terlihat baru. Dan aku tak mengenali mereka sedikitpun.
Setelah melakukan absensi, pelajaranpun dimulai. Bahasa Inggris merupakan pelajaran yang sangat tak kusukai. Selain aku harus menghafalkan beribu-ribu kosa kata Bahasa Inggris, aku juga harus merangkainya menjadi kalimat yang baik dan benar.
Jadi, selama pelajaran Bahasa Inggris aku hanya melihat tanpa tau apa yang kupelajari. Dan aku merasakan ada seseorang yang memperthatikanku. Namun aku tak memperdulikan akan hal tersebut. Sebelum jam pelajaran Bahasa Inggris selesai, bu Ningsih memberitahukan beberapa hal menyangkut kelas ini dengan nadanya yang ramah.
"Oke anak-anak sekalian, ibu punya dua pemberitahuan untuk kalian semua. Yang pertama, Wali Kelas kalian adalah ibu sendiri. Lalu yang kedua, kita akan menentukan ketua kelasnya."
Kemudian bu Ningsih bertanya pada kami dengan nadanya yang ramah tersebut.
"Baiklah anak-anak, siapa diantara kalian yang mau menjadi ketua kelasnya?"
Beberapa siswa berdiri dan maju kedepan. Aku hanya memperhatikan sekilas, terdapat tiga laki-laki dan satu perempuan. Kemudian, mereka berempat memulai melakukan pidato kepada kami semua menyangkut pemilihan ketua kelas. Diawali oleh tiga laki-laki tersebut, dan yang terkahir oleh seorang perempuan.
Ketika semua siswa dikelas sedang meributkan tentang pemilihan ketua kelas, aku melamunkan diri ini dan kuhadapkan wajahku ke jendela pojok kelas, lebih tepatnya disebelah kiri tempat dudukku. Melihat pemandangan diluar membuat suasana hati terasa lebih rilex dan nyaman.
Tak terasa, mereka berempat telah selesai menyampaikan pidato mereka. Lalu selanjutnya melakukan voting dengan cara menuliskan nama mereka di secarik kertas, dan kemudian dikumpulkan ke bu Ningsih. Aku yang tidak tahu nama-nama mereka, hanya memberikan secarik kertas kosong, kulipat lalu kuserahkan kepada bu Ningsih. Aku kembali ke posisi semula dimana aku kembali menatap pemandangan dibalik jendela yang berada disampingku. Proses votingpun dimulai. Ketika proses voting dilaksanakan, akupun mengetahui nama mereka yaitu Hendra, Ian, Andre, dan yang perempuan adalah Nia karena nama mereka terpampang di papan tulis. Ketika Bu Ningsih membuka sebuah secarik kertas, ternyata kertas itu adalah milikku. Bu Ningsihpun bingung dan bertanya pada kami dengan nadanya yang heran.
Advertisement
"Siapa yang tidak mengisi nama di kertas ini?"
Aku hanya ala-ala bingung, dan siswa yang lainpun juga tak mengetahui hal tersebut. Karena dirasa terlalu lama tidak ada jawaban dari mereka, Bu Ningsih pun menaruh kertas tersebut di atas meja dan berkata pada kami dengan nadanya yang sedikit mengancam.
"Baiklah kalau tidak ada yang mengaku, tapi Tuhan tau apa yang terjadi sebenarnya."
Seketika itu aku terkaget dan tanpa pikir panjang akupun mengangkat tangan dan mengatakannya dengan nadaku yang datar namun merasa sedikit bersalah.
"Saya bu."
Bu Ningsihpun bertanya padaku.
"Kenapa kamu tidak mengisinya?"
Aku kembali mengatakannya pada bu Ningsih dengan nadaku yang datar.
"Saya tidak tau nama mereka bu."
Seisi kelaspun tertawa, aku hanya tertunduk.. Bu Ningsih kembali menanyakannya kepadaku dengan kedua tangan dilipatkan di depan.
"Tapi kamu sekarang tau nama mereka kan?"
Aku hanya mengangguk. Kemudian bu Ningsih kembali mengatakannya padaku dengan nadanya yang ramah.
"Oke, sekarang kamu katakan siapa yang akan kamu pilih."
Akupun melihat mereka berempat secara sekilas. Aku bingung harus memilih siapa, karena aku sendiri tidak memperhatikan apa yang mereka katakan tadi. Akupun bertanya pada Bu Ningsih dengan nadaku yang datar.
"Saya tidak memilih mereka boleh bu?"
Seisi kelaspun kembali tertawa. Dengan nadanya yang sabar dari bu Ningsih.
"Hhh yasudah gak apa-apa, tapi jangan mengulanginya lagi ya?"
Aku hanya menganggukkan kepalaku kembali. Setelah proses voting selesai, yang menjadi ketua kelas D adalah Nia dengan nilai voting yang cukup tinggi. Akupun tak tahu alasannya, namun aku mendengar suatu bisikan-bisikan dua perempuan yang tidak mengenakkan tentang hal tersebut.
"Ssst, dia menang pasti karena wajahnya itu."
Lalu perempuan satunya menjawab perkataannya tersebut.
"Iya. Aku yakin juga kalau dia cuman mau cari muka saja didepan para cowok."
Aku hanya diam akan hal itu dan kembali menatap pemandangan di balik jendela. Sebelum pelajaran diakhiri, bu Ningsih memberikan amanah kepada Nia.
"Untuk pemilihan wakil ketua kelas, serta bendahara dan sekertaris kuserahkan padamu ya Nia?"
Niapun menganggukkan kepala sambil berkata dengan nadanya yang rendah.
"Baiklah, akan saya laksanakan bu"
Maka Nia dan ketiga siswa laki-laki tadi kembaliduduk ditempatnya masing-masing.
Advertisement
- In Serial716 Chapters
World Keeper
Dale Mitchell, your average guy in a below-average job. But, what happens to him is anything but average. After hitting someone in his truck, his world was turned upside down, inside out, and more than fifty shades of grey.Now, he seems to be something called a World Keeper, and must create and manage his own world. Is this his afterlife, or something else entirely?
8 223 - In Serial15 Chapters
Let's Invade A Fantasy World!
What happens when you slap Sci-fi and tentacles with Fantasy and LitRPG? You get this. Our poor alien just wanted to invade a planet. But of course, the pesky humans wouldn't have any of it, and crushed him before he can even land his ship. Now almost all of his survival supplies are gone, and he doesn't know where he is. Maybe he should have picked a different planet to invade. Other tag/s: Evolution (and more incoming) Written for fun. 1300 - 1500 words chapters. Lazy writer, lazy writing. 2 chapters per week. Very lazy indeed. [Author's Current Work]>Writing the next chapter>Lazing around in RR Discord Spoiler: If I forgot this story exist, come ping me [@Ani] in RR discord and rat me out. Signs that I've forgotten about this story would be... -No update for 5 or 7 days (or worse, longer) -it got tagged HIATUS -Etc. [Next Plans]>World Map (Fantasy Style)>New cover for new Arc
8 199 - In Serial11 Chapters
Appless
Hi. I'm Eric Mohammed, an appless high-school drop-out. You're probably expecting me to write an elaborate description with a compelling hook here. You would be wrong because I don't give a fuck. You see, this is the story of me getting absolutely shafted in a multitude of ways by a multitude of interesting parties. I don't need to sell it. Have fun reading, or don't. — Eric P.S: Just in case one of you fuckers hacks my phone and gets this published somewhere on the internet and someone leaves a bad review, I'm gonna wreck their shit and yours. Just sayin'. I'll have you know my story is amazing, got that? The damaged file attached above was retrieved by unit \0x2D4FFFFFu on 42/89/0504T00:00:45.0410Z AE, during a salvage operation. Restoration in progress.
8 131 - In Serial10 Chapters
the eternal seeker
This epic tale, will show the story of a curious and a little bit lazy scientist on his travels across the universe.In the era that humanity had left their solar system a scientist ends up on a planet with a lot of ruins, from there he will start a journey that will change the fate of the universe.
8 170 - In Serial8 Chapters
Rise of the Green
This is set three hundred years before my other fiction, Journal of an Adventurer. With the age of disbelief coming to a close, people shoved to the side and rejected from mainstream sociality came together to form an organisation. If they worked together, they would protect their way of life, which conflicts with their technological mindset. In Favinonia, a place of learning and advancement. Where the world’s new technologies are created and studied. University Engineers reworking various new designs of past do-dads and gismos to serve the need of the populous. In a world still filled with magic, the Favinonian people have turned away from magic to embrace this new reasoning. Deprived of faith, the populous was yes advance but lacked humanity and needed to move onto the next step, losing emotion and losing touch with the higher realm. These cause some to fall for other means, pursuing that need to fill with devil and demon cults. In the chaos and ignorance came a community of healers with ancient knowledge before the Massacre of Magic. These few will eventually found the church of the Trinity whose three aspects of Green, life and death with healing and agriculture, Orange, retribution and protection with the flame of passion and Blue, knowledge and law with the clarity of the mind.
8 130 - In Serial20 Chapters
SECTOR 10 (The CLOUD 2)
In a stellar prequel to CLOUD 9, the tech-conglomerate Delphi Corp. is making 2086 a year to remember. The firm's supercomputer software has reached into a parallel universe where a reptilian race - Yhemlen - are in a fiery battle against the Greys for supremacy over Earth. When business tycoon Ellis Bartram realizes the blunder, people around the country are already dead from a viral epidemic that Delphi Corp. has caused. As the economic crisis worsens, a classified project arises in Washington, D.C., to fix the automated failures. Scientists delve into the Cloud source code using a neural-link, though what they discover is an alternate timeline on prehistoric Earth that forever alters their vision. Once humans enter the fray, they're forced to solve an ancient mystery before their world is destroyed.
8 118

