《Sharing Materi with IWF》Mempertahankan Karakter Tokoh.

Advertisement

Tanggal: Jumat, 1 September 2017.

Materi: Mempertahankan Karakter Tokoh.

Pemateri: Johana Lee

Notulen: Hilda

📑📑📑

Oke, materi hari ini adalah Nah, ada yang tau bagaimana caranya?

-Tidak

-Belum

-gatau

-belum begitu paham

merupakan salah satu unsur intrinsik dalam novel yang membuat suatu cerita menjadi bergerak dan hidup. Di setiap naskah, selalu memiliki satu ide utama, dan ide utama ini bergelut tentang bagaimana si ‘karakter/tokoh’ menyelesaikan misi dan menciptakan kesimpulan.

yang tercipta tentunya dirancang dalam suatu plot dan alur. Dikemas dengan konflik atau permasalahan yang menggiring satu peristiwa ke peristiwa lainnya. Peristiwa tadi dapat bergerak karena adanya keterlibatan dari setiap tokoh.

Maka dari itu, kegagalan penulis dalam menciptakan karakter tokoh ketika menyelesaikan konflik dalam cerita, bisa membuat novel terasa kering. Namun sebaliknya, jika karakter tokohnya bergerak seperti orang nyata dalam kehidupan sehari-hari, maka novel tersebut akan terasa seperti film yang sedang ditonton.

Nah, dasar apa yang bisa penulis pakai ketika menciptakan karakter yang benar-benar real atau unik sehingga bukan hanya menjadi penghias cerita belaka, tetapi bekerja secara maksimal dan logis?

Dalam buku Syd Field berjudul ‘The Screenwriter’s Problem Solver’, Syd memberi istilah tentang ‘Circle of Being’ yang jika disimpulkan memiliki pengertian rangkaian kejadian dalam kehidupan membentuk karakter, baik dalam bersikap maupun mengambil tindakan.

Ada empat tahap pertumbuhan manusia:

1. Usia 1 tahun (anak mulai berjalan),

2. Usia 4 tahun (dia menyadari identitasnya sebagai lelaki atau perempuan, memiliki nama dan mampu berkomunikasi),

3. Usia 9-10 tahun (dia menyadari dia memiliki kepribadian dan mampu menyuarakan keinginan),

4. Usia 15-16 tahun (di mana dia mulai mencari jati dirinya dan melakukan pemberontakan)

Dari tahapan tersebut, kita bisa belajar jika ada kejadian yang memengaruhi kehidupan seseorang, sebaiknya diletakkan di usia 10 atau 16 tahun. Circle of Being ini menjadi alat yang bagus jika ceritamu memiliki pengembangan karakter dalam

Karena masa lalu seseorang yang unik bisa memengaruhi kepribadian seseorang, membuat seseorang terkadang memiliki mimpi dan keinginan yang menjadikannya hidup di masa sekarang, dan membuat keputusan untuk masa depan.

Selain Circle of Being, ada 2 tips (menurut saya) untuk memperkuat karakter tokoh, di antaranya:

1.

yang kuat adalah tokoh yang tidak berubah-ubah sifatnya tanpa ada landasan peristiwa tertentu.

Untuk mempermudah, ada baiknya si penulis memasangkan karakter sama seperti dirinya sendiri. Atau meneliti karakter sahabat/saudara terdekat. Hal ini berguna untuk memperkuat karakter dalam naskah.

Namun, jangan salah memasangkan karakter. Terkadang penulis terperangkap dengan yang namanya ‘gender’.

Jika seorang penulis wanita menulis tokoh utama pria dengan menggunakan sudut pandang pertama (tokoh adalah ‘Aku’), si penulis tidak bisa bergantung pada kepribadian dirinya sendiri, sebab si penulis bergender wanita.

Apabila si penulis terjebak, maka yang terjadi adalah tokoh ‘Aku’ yang laki-laki ini memiliki kepribadian seperti wanita.

Advertisement

Lalu, perhatikan juga karakter dengan lebih rinci. Tokoh perempuan akan lebih detail dan teliti dibanding tokoh laki-laki. Intinya, selalu ada perbedaan antara tokoh perempuan dan laki-laki.

2.

Semakin unik tokoh dalam ceritamu maka semakin menarik. Sudah biasa tokoh dengan karakter kutu buku itu digambarkan dengan fisik memakai kaca mata. Namun sangat jarang ada penulis yang menggambarkan sebaliknya. Kutu buku dengan badan kekar dan bertato misalnya. Ini dinamakan fisik yang terbalik.

Ada banyak tokoh ceo muda tampan kaya dan playboy. Gimana kalau si tokoh ceo ini cowok pendek, kakinya bau, tapi setia dan tampan?

Ini namanya

Pembaca bisa ingat, karena karakter kita berbeda. Salah satu cara agar pembaca mengingat tokohmu adalah ciptakan kebiasan karakter dan ceritakan berulang-ulang. Semisal dia punya kebiasaan menggulung rambut panjangnya dengan pena. Si tokoh suka mengenakan topi lebar ke mana pun dia pergi. Si tokoh adalah penari balet dan dia suka berjinjit di mana pun

Atau bahkan dengan memberi deksripsi kebiasaan pada dialog.

Contoh: Tokoh Alit memiliki sifat pendiam.

“Lo nggak makan?” tanya Rosyidah.

“…”

“Gue ngomong sama hantu kali, ya? Lit? Oi?” Rosyidah semakin jengkel.

“…”

Rosyidah mengerutkan dahi. “Serius nih, lo nggak makan? Diet?”

“Enggak.”

Jangan lupakan bahwa si tokoh seharusnya memiliki kegemaran dan phobia atau hal-hal yang ia benci. Semisal Silvia menyukai bunga mawar tetapi dia tidak suka bila ada pemuda yang memberinya bunga. Silvia lebih suka membeli bunga untuk dirinya sendiri.

Tidak, tapi manusia pada dasarnya punya ketakutan sendiri. Takut kecoak? Tidak semua orang, tapi ada.

pada tokoh terlalu banyak, tp kamu lupa meletakkan kekurangan. Cara mempertahankan karakter tokoh tidak harus dimulai dari sesuatu yang muluk-muluk. Kebiasaan karakter dalam melihat suatu masalah membuat cerita dapat lebih hidup. Dialog khas karakter membuat pembaca mengingat seperti apa sifat tokoh yang kamu ciptakan.

Masa lalu yang menimpa si tokoh membuat pembaca memahami seberapa dalam karakter tersebut berpengaruh pada kehidupannya kini.

Contoh lain: Tokoh Maya saat kecil sering mengalami pelecehan seksual. Ketika dia besar, Maya sangat membenci laki-laki, Maya merasa risih jika bersentuhan dengan laki-laki, bahkan berjabat tangan sekali pun.

Untuk membuatmu semakin memahami karakter tokoh, buatlah karakter 3D atau bisa dibilang, tuliskan biodatanya. Apa namanya, makanan kesukaan, alamat rumah, warna kulit, kegemaran, titik terlemah, dsb.

Tanyakan pada tokohmu dan posisikan dirimu menjadi si tokoh. Bayangkanlah bagaimana si tokoh duduk ketika kamu menuliskan tokoh tersebut dalam cerita, bayangkan juga bagaimana cara dia mengunyah. Tanyakan pada tokoh apa yang akan dia lakukan jika mengalami peristiwa ini?

Intinya, berilah napas kehidupan pada karakter sehingga mereka hidup, bukan hanya sebagai pelengkap cerita.

Silakan bertanya, materinya sampai sini 😊

📌📌📌

Q1: Kan ada beberapa cerita yg cast cowonya sikapnya kek cewe tapi cewenya malah kek cowo

Advertisement

Nah itu gimana ngebayanginnya?

A1: Banyak2in baca dan perkuat dulu karakternya di awal. Bikin form karakter 3D, lengkap2 untuk membimbing kamu lebih mengenal tokoh. Kalau tokoh ceweknya memang sifatnya tomboy, wajar dia kecowok2an. Tp kalo pd dasarnya sifatnya girly banget, berarti ad yg salah dalam karaktermu

Q2:kalau di buat karakter 3D yang harus menulis nama kegemaran dll itu harus dalam 1 part atau bisa bernagai part?

A2: Karakter 3d dibuat hanya sebagai bahan referensi kamu. Buatlah urut dr fisik ke kepribadian/sifat. Semua.

Ketika kamu mulai menulis, jabarkan per tahap, per chapter, jgn dilempar semua di bab pertama. Nanti yg baca mabok krn kebanyakan asupan informasi.

Q3: Kan kalo tokoh mau hidup itu pasti ada kekurangan, nah gimana kalo pas kita kasih kekurangan malah imajinasi readers (beberapa) pecah karena mereka masih percaya(?) tentang tokoh yang di wp itu nyata adanya?

A3: Haha, ini tipe pembaca yang lelah dengan dunia nyata. Berfantasi bahwa manusia itu sempurna tidak ad kekurangan.

Kekurangan tokohmu bisa diakali dengan tindakan dia ketika kelepasan emosi, atau ada kejadian mendadak yang membuat sifat buruknya muncul. Jd berikan sebab-akibat, agar segala sesuatu logis dan ad alasannya.

Q4: Atau bahkan dengan memberi deksripsi kebiasaan pada dialog.

Contoh: Tokoh Alit memiliki sifat pendiam.

“Lo nggak makan?” tanya Rosyidah.

“…”

“Gue ngomong sama hantu kali, ya? Lit? Oi?” Rosyidah semakin jengkel.

“…”

Rosyidah mengerutkan dahi. “Serius nih, lo nggak makan? Diet?”

“Enggak.”

Yang ini... kalau terlalu sering dilakukan, apa nggak jadi berlebihan?

A4: Tergantung ya. Jangan juga ceritain karakter dengan bentuk narasi panjang. Bosen. Kamu harus pintar2 bagi2. Ceritakan melalui tokoh lain, ceritakan melalui narasi, beberapa bab kemudian lakukan melalui setting, lalu jelaskan karakter semakin rinci ketika plot semakin berjalan

Q5: Klo ada yg minta tokohnya diubah, itu gimana kak sarannya?

A5: Nah, sasaranmu apa? Jangan semua permintaan pembaca kamu telan mentah2 loh. Kamu yg buat cerita harus meneliti dlu apakah karakter tokohmu sudah mendukung peristiwa yang terjadi. Apakah tokohmu masih sejalan reaksinya dengan tujuan utama dari ide ceritamu. Jadilah penulis yg konsisten dengan outline (kalau bisa). Terima masukan pembaca tapi disaring juga. Kamu tidak akan bisa menyenangi semua orang, sama artinya dengan kamu tidak bisa menulis jalan cerita seperti yg semua pembaca mau . Setiap tulisan pasti ada pro dan kontra

Q6: Kak, kan ada tuh pembaca yg membenci tokoh karena dia antagonis. Sampai disumpahin mati dan banyaklah. Nah, aku pernah baca komen si pembaca ini maunya si tokoh mati kalau gak dia gamau baca lagi ceritanya. Kita sebagai penulis kalo di posisi itu gmn?

A6: Ya seperti yg kubilang, kt gk bs nyenangin semua pembaca. Kalau kamu merasa tidak perlu membuat karakter itu mati karena tidak mendukung ceritamu, maka lanjutkan. Tetapi kalau tujuan menulismu adalah supaya si pembaca yang komentar itu seolah2 mengancam tidak mau baca ceritamu kalau si antagonis tidak mati, ya sudah turuti saja. Tp kalau saya pribadi, sy akan pilih yg pertama.

Q7: Kak misalnya didalam suatu cerita itukan ada banyak tokoh, nah yang memiliki karakter unik itu bukan si tokoh utama, melainkan teman2nya. nah itu gmn?

A7: Ya gak masalah, justru lebih hidup? Pembaca bs menyukai karakter tokohmu yg lain. Kadang2 mrk akan memihak karakter lain, itu biasa. Tp jgn sampai ceritamu berubah fokus dan tokoh utamamu tenggelam. Nah, kalau sampai terjadi seperti itu, karakter tokoh sampingan ini mungkin terlalu banyak mengambl porsi dan peran dalam cerita. Kamu bisa hilangkan adegan yg kamu anggap tidak efektif dalam membentuk ceritamu

Q8: misalnya kita punya banyak karakter dalam suatu cerita. 5/lebih tokoh yg sering muncul. bagaimana sih caranya supaya tokoh2 itu menonjol tanpa terkesan mirip?

A8: Ceritakan dalam sudut pandang orang ketiga. Saat bikin cerita, jangan langsung disambung pembuatannya. Berikan jeda pada diri sendiri agar kamu bs berpindah tokoh. Setelah menulis baca ulang. Tapi saranku, terlalu banyak tokoh bikin pusing apabila kamu tidak handal dlm mengerjakannya. Maksimal 4, lebih baik tidak terlalu banyak sudut pandang.

Q9: Kalau mau buat tokoh utamanya kayak antihero itu gimana?

A9: Antihero gmn maksudnya ya? Aku krg paham 😂

Q9a: Antihero itu yg tokoh utama tapi nggak keliatan kayak tokoh utama bahkan terkesan tenggelam karena yg menonjol tokoh lain

A9a: Pertanyaanku, Trus utk apa jadi tokoh utama kalau tokoh ini dibuat utk tenggelam? Apakah kamu pakai sudut pandang orang kedua?

Q9b: Nah itu, ntar si tokoh utamanya itu baru keliatan pas akhir2 :v

A9b: Apa maksud dr pertanyaanmu itu gimana caranya buat tokoh utama agar tidak tenggelam? Kalau begitu, balik lagi ke perkuat karakter tokoh dan karakter 3D nya. Dari awal, premis harus benar. Tokoh harus punya tujuan.

Q9c: Jadi dibuat karakter 3D? :v

A9c: Yup. Tujuan tokoh dalam cerita juga jgn lupa.

Q10: kak lebih kuatan mana, sudut pandang orang pertama atau orang kedua?

A10: Tergantung cerita dan tujuanmu ke mana. Jika pakai pov 1, kalau ceritamu lebih main ke konflik batin, sasarannya lebih tepat pakai pov 1. Kalau pov 2 itu biasanya jarang banget yang pakai.

Q11: Cara bikin orang yang kocak itu gmna ya kak?

Kdang mau bkin humoris tau"nya garing 😂😂

A11: Banyak baca buku humor, raditya dika, dll. Kalau km orgnya humoris lebih gampang. Hehe

📚📚📚

Semoga materi yang dishare bermanfaat untuk Fams semuanya.

sekian dan terima kasih.

Selamat malam.

Bandung, 1 September 2017.

    people are reading<Sharing Materi with IWF>
      Close message
      Advertisement
      You may like
      You can access <East Tale> through any of the following apps you have installed
      5800Coins for Signup,580 Coins daily.
      Update the hottest novels in time! Subscribe to push to read! Accurate recommendation from massive library!
      2 Then Click【Add To Home Screen】
      1Click