《Sharing Materi with IWF》PoV | Point of View

Advertisement

Materi: PoV | Point of View

Tanggal: 25 Agustus 2017 hari Jumat

Pemateri: Flo

Notulen: Anaya

📖📖📖

Selamat malam semua, Perkenalkan, panggil aja aku flo, seorang mojang bandung yang hobi bermain kata.

Oke, hari ini aku akan membawakan materi tentang atau yang akrab didengar dengan Sudut pandang.

Adakah yang mengetahui apa yang dimaksud dengan sudut pandang?

>Cara pandang seorang penulis dalam menyampaikan sesuatu (?)

>Sudut pandang? Tekhnik seorang penulis menceritakan tokoh-tokohnya

pada KBBI PoV atau Sudut pandang adalah: Cakupan sudut bidik lensa terhadap gambar.

Cara penulis menempatkan diri pada ceritanya Atau siapa yang akan diceritakan olehnya. Jadi, diibaratkan kita melihat sebuah peristiwa atau kejadian melalui "mata" seseorang.

Contohnya: seorang ibu, ayah, dan anaknya perempuannya sedang menyaksikan sebuah tayangan bola melalui sudut pandang si anak perempuan itu "Apaan ... Gak seru! Lebih baik mendengarkan musik saja." sudut pandang si ibu "Melihat para lelaki memperebutkan bola tak ada gunanya.

Lebih baik menonton sinetron saja, yang diperebutkan sudah tentu jelas ada. Sungguh tayangan yang tidak bagus." dan yang terakhir sudut pandang si bapaknya "Sungguh menyenangkan menyaksikan Persib vs Persija ... Semoga saja Persib menang ...."

Bagaimana, sudah terlihat jelas bukan? Dalam setiap sudut pandang seseorang pastilah berbeda-beda. Karena sudut pandang juga menentukan sebuah karakter tokoh kita sendiri. Baik sipenulis memilih sudut pandang sebagai tokoh dalam ceritanya atau sebagai narator diluar ceritanya.

Sudut pandang pada teori sastra ada 2, yaitu sudut pandang orang pertama atau PoV (1) dan sudut pandang orang ke-3 atau PoV (3)

Mengapa tidak ada sudut pandang orang kedua? Ada saja tapi sudut pandang kedua ini lebih dipakai untuk majalah, koran, surat, surat bisnis, pidato dan karya non fiksi lainnya. Karena eksperimentasi atau pembaruan sudut pandang jauh lebih lambat. Tapi kita tetap akan membahas tentang PoV2 ini yah ...

Dalam sudut pandang teknik ini, si ”aku” mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya, baik yang bersifat batiniah, dalam diri sendiri, maupun fisik, hubungannya dengan sesuatu yang di luar dirinya. Si ”aku”menjadi fokus pusat kesadaran, pusat cerita.

Segala sesuatu yang di luar diri si ”aku”, peristiwa, tindakan, dan orang, diceritakan hanya jika berhubungan dengan dirinya, di samping memiliki kebebasan untuk memilih masalah-masalah yang akan diceritakan. Dalam cerita yang demikian,si ”aku” menjadi tokoh utama (first person central).

Advertisement

Dalam sudut pandang ini, tokoh ”aku” muncul bukan sebagai tokoh utama, melainkan sebagai tokoh tambahan (first personal peripheral). Tokoh ”aku” hadir untuk membawakan cerita kepada pembaca, sedangkan tokoh cerita yang dikisahkan itu kemudian ”dibiarkan” untuk mengisahkan sendiri berbagai pengalamannya. Tokoh cerita yang dibiarkan berkisah sendiri itulah yang kemudian menjadi tokoh utama, sebab dialah yang lebih banyak tampil, membawakan berbagai peristiwa, tindakan, dan berhubungan dengan tokoh-tokoh lain. Setelah cerita tokoh utama habis, si ”aku”tambahan tampil kembali, dan dialah kini yang berkisah.

Dengan demikian si ”aku” hanya tampil sebagai saksi saja. Saksi terhadap berlangsungnya cerita yang ditokohi oleh orang lain. Si ”aku” pada umumnya tampil sebagai pengantar dan penutup cerita.

Contoh : Aku bangga melihat Alit, dia sangat cerdas dalam berbagai mata pelajaran di sekolah. Terkadang aku merasa iri padanya, karena dia lebih pintar dari pada aku, akan tetapi dia selalu membantuku jika aku dalam kesulitan dan dia selalu menemaniku saat bermain…

PoV ini hampir sama dengan orang pertama tunggal. Hanya saja menggunakan kata ganti orang pertama jamak, "Kami". penulis dalam sudut pandang ini menjadi seseorang dalam cerita yang mewakili beberapa orang atau sekelompok orang.

Contoh : "Kami melakukan studi banding, dibeberapa universitas dijakarta."

Menggunakan Sudut Pandang Orang Pertama;

pembaca masuk kepala si protagonis, juga untuk mengidentifikasi diri dengan si tokoh, terutama jika kamu menggunakan sudut pandang subjektif.

-Ada dan antara pembaca dan tokoh utama.

Lagi pula, kita semua hidup dari sudut pandang kita sendiri, jadi

akan lebih mudah untuk ditulis.

-Akan lebih pikiran, perasaan, dan emosi si tokoh.

PoV 1 akan sangat penting jika kamu ingin memiliki narator yang tidak bisa dipercaya.

bisa lebih ringan dan tidak terlalu formal

Secara teknis, PoV1 adalah sudut pandang yang paling tidak ambigu. Pembaca selalu tahu siapa yang melihat dan menafsirkan setiap aksi yang digambarkan secara narasi.

, kita bisa memilih suara dengan bebas. Narasi orang ketiga biasanya membatasi kita untuk hanya menggunakan bahasa Indonesia baku, sementara -PoV 1 memungkinkan kita menggunakan slang, tata bahasa yang buruk, bahasa sehari-hari, agar suara narator bisa terdengar wajar.

-PoV 1 bisa seorang tokoh dengan lancar. Kita tidak usah mengkhawatirkan perubahan kata ganti orang seperti “Dia membuka pintu dan berpikir, aku lebih baik memasak dulu ayam itu.”

Advertisement

Kelemahan PoV 1

-Kita dari luar tokoh pembawa sudut pandang, kecuali jika kita menempatkan cermin di suatu tempat, padahal cermin sudah terlalu sering digunakan dalam fiksi.

-Dari SP-1, yang bermacam-macam tampaknya mustahil. Orang pertama ciptaanmu mungkin akan tampak seperti orang genius dengan pendengaran luar biasa hebat.

-Jika sosok “aku” bercerita, artinya “aku” masih hidup. Jadi, salah satu sumber ketegangan—apakah si tokoh utama akan selamat– hilang pada cerita dengan PoV

yang menarik untuk setiap cerita.

Dalam sudut pandang ini, cerita dikisahkan dari sudut ”dia”, namun pengarang, narator dapat menceritakan apa saja hal-hal yang menyangkut tokoh ”dia” tersebut. Narator mengetahui segalanya, ia bersifat mahatahu (omniscient). Ia mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan, termasuk motivasi yang melatarbelakanginya. Pengarang bebas berpindah dari tokoh satu ketokoh lainnya.

Contohnya: sudah satu bulan ini aku sering melihat dia menunggu bus di bangku pinggir jalan itu, tapi belum satu kalipun dia terlihat menunggu bus bersama temannya. Apa mungkin dia tidak memiliki teman baik? Ataukah dia seorang penyendiri?…

Dan yang terakhir

Ini yang menurutku sulit karna memang beberapa penulis pun jarang menggunakan PoV ini, PoV ini lebih digunakan pada

Aku kasih contoh yah ...

sudut pandang orang kedua: "Seseorang menepuk bahumu dari belakang. Kau terkejut melihatnya, begitu juga ia. Orang itu tersenyum dan membuatmu bertambah bingung." Nah, bukankah sulit untuk menulis novel dengan sudut pandang seperti ini? Penjelasannya adalah: si pengarang tidak boleh menggunakan dirinya untuk menceritakan kisah novel tersebut.

Dia harus menggunakan seseorang, yang diganti dengan kamu dan orang yang lain yang diganti dengan dia atau ia atau

orang itu. Apa sudah mengerti?

📓📓📓

A1: Itu di contoh sudut pandang orang ketiga serba tahu kok pakai 'aku'? Bukannya kalo PoV org ketiga itu pakainya 'dia, ia, mereka' gitu ya?

Q1: Di sini si pengarang menjadi sebagai aku atau sang tokoh yang sedang menceritakan ia atau dia ... Tapi gak terkait dengan PoV satu

Pengarang bebas pindah dari tokoh satu ke tokoh lainnya.

Sebenarnya sudut pandang orang ketiga masih panjang jika diuraikan ...

Tapi aku mengambil intinya pengarang sebagai sipemeran ... Tanpa meninggalkan atau menyeru dia/ia.

A2: Kalo kayak gitu nggak ada bedanya dong, antara PoV org pertama pelaku sampingan dengan PoV org ketiga serba tahu.

Q2: Ada bedanya ... PoV pertama orang sampingan. Tak terbatas ... Namun yang ini terbatas. Namun terbatas hanya pada seorang tokoh saja atau terbatas dalam jumlah yang sangat terbatas.

A3: Kalo ganti-ganti pov gitu boleh ga sih selama bikin cerita, misal sekarang pov si anu, ntarnya pov si itu dalam satu part?

Q3: Sebenarnya gak boleh, karena dalam sebuah cerita kekonsistenan gaya PoV sangat diperlukan.

Jikalau ia biasanya hanya tokoh utama atau sampingan. Jika ia cobalah belajar memakai multipov. Sebab-akibat juga jangan dilupakan agar pembaca tidak rancu atau ambigu saat pergantian itu terjadi. Baik dialog maupun narasinya. Sekiranya begitu.

Q3a: Terus, kalo pov itu tergantung nyamannya author dalam menjelaskan detail ceritanya kan?

A3a: Ia, juga bagaimana kemampuannya menguasai PoV itu sendiri.

Q4: Banyak yg bilang kalo pake pov 1 susah. Pada suka berhenti di tengah jalan. Nah cara ngatasin masalah itu gimana?

A4: Menurutku sendiri sebenarnya mudah yah menggunakan PoV 1 ... Namun kesulitan itu ada di sipengarang mengatur emosi juga keterbatasan mendeskripsikan ceritanya ...

Cara mensiasatinya? Dengan cara tidak menyangkut pautkan ceritamu dengan perasaan dirimu ... Karna PoV satu menggunakan dirimu sebagai pemerannya. Juga planing tiap adegan atau part agar sesuai dengan ekspetasi awalmu walaupun keterbatasan penggunaan sudut pandang itu sendiri.

Q4a: Oh jadi kayak mau nulis tiap part harus ada gambaran dulu adegan apa aja yg mau dibuat di part itu, gitu yah?

A4a: Ia, seperti yg sering kita dengar sekarang awal menentukan premis. Lalu outline nah ... Disitulah kita mematangkan cerita kita ...

Lalu diakhir sekiranya ada yg kurang pas atau srek ... Bisa direvisi ...

Q5: Jadi PoV org ketiga itu ada banyak, ya kan? Salah satunya yg pakai 'aku' tadi. Gitu, kan?

A5: Ia

📕📕📕

Semoga materi yang dishare bermanfaat untuk para Fams yang membacanya.

Kritik dan saran kami terima dengan baik. Terima kasih 🙏

Bandung, 27 Agustus 2017.

Salam,

Anaya.

people are reading<Sharing Materi with IWF>
    Close message
    Advertisement
    You may like
    You can access <East Tale> through any of the following apps you have installed
    5800Coins for Signup,580 Coins daily.
    Update the hottest novels in time! Subscribe to push to read! Accurate recommendation from massive library!
    2 Then Click【Add To Home Screen】
    1Click