《Totally My Type》Chapter 5
Advertisement
Renjunmin_Huang
Es krim di sore tadi sangat menyegarkan setelah berjalan pulang dari sekolah, aku tidak memakannya sendiri. Aku tidak mungkin menghabiskan dua gelas seorang diri, seseorang menemaniku. Terimakasih! Ini pertama kalinya.
.
Aku tersenyum setelah melihat postingan Instagram Renjun beberapa menit yang lalu, malam hari ini dia mengirim gambar es krim yang tadi sore kami makan. Dan saat itu adalah kali pertamanya aku makan es krim bersama seorang lelaki.
.
Aku membanting tubuhku ke ranjang, tersenyum sembari menatap postingan itu. Namun senyumku segera luntur, aku lupa melakukan sesuatu. Aku lupa me-screenshoot-nya, aku selalu melakukan hal itu jika Renjun mem-posting apapun.
.
Tanpa banyak bicara, aku segera melakukannya. Aku kembali tersenyum. Gallery ponselku penuh dengan screenshoot unggahan Instagram Renjun, biarkan aku menyimpannya untuk diriku. Belum ada yang tahu mengenai hal ini, aku selalu memasang pola di ponsel.
.
Healee_ie
Aku tidak bisa tidur.
.
Aku mengunggah potret diriku yang tengah menenggelamkan wajah di bantal. Aku benar-benar tidak bisa tidur karena Renjun, aku terus memikirkannya. Jangan sampai rasa tertarikku ini lebih dari ini, jangan sampai aku jatuh cinta padanya.
.
.
.
"Lihatlah kantong matamu, Hea-ah!" Ujar Yena sembari tertawa, kami berada di luar gedung utama akademi. "Kau tidak bisa tidur semalam?" Aku mengangguk. "Lagi? Sebenarnya apa yang kau pikirkan?" Kami segera masuk ke dalam auditorium, duduk di salah satu baris tribun dengan nama kami.
.
"Aku tidak tahu, aku hanya tidak bisa menutup mata." Sejak aku mem-posting foto ber-caption tidak bisa tidur, aku sering mengalami hal itu. Kutukan? Bukan. Banyak hal yang ku pikirkan hingga aku lupa caranya menutup mata.
.
Hubunganku dengan Renjun berjalan dengan baik, frekuensi komunikasi kami lebih baik dari sebelumnya. Kami saling melepar senyum jika berpapasan, aku juga mengucapkan selamat pagi jika ia datang lebih dahulu.
.
"Ini upacara penutupan yang artinya liburan panjang menanti." Ujarku lesu
.
"Kau takut tidak bertemu dengan Renjun sampai musim semi kan?" Tanya Yena dengan lirih.
.
"Tidak, bukan seperti itu." Yena menatapku, aku terintimidasi oleh tatapannya. "Ya, aku memang takut." Lirihku agar hanya Yena yang mendengar. Kami mengakhiri percakapan, upacara sudah dimulai.
.
.
.
Upacara selesai, semua berhambur. Aku menatap sosok Renjun yang berdiri di bawah pohon yang daunnya berguguran. Ia tersenyum seraya melambai, aku membalasnya. Dia melangkah mendekatiku yang masih berdiri di sekitar areal auditorium.
.
"Hea-ie." Dia berhenti tepat di hadapanku. "Kau belum pulang?" Tanyanya.
.
"Seperti itulah." Aku tersenyum sembari menatapnya, namun aku mengalihkan fokus ke langit yang sudah menyembunyikan matahari.
.
"Aku juga berpikir seperti itu," Aku menatap Renjun. "aku juga sangat bahagia dan merasa jika waktu berlalu dengan cepat." Renjun tersenyum, namun ada kesan kecewa dari raut wajahnya. "Hea, aku–" Aku menatapnya penuh harap, apa yang akan dia katakan? "Ah, tidak. Kau sangat cocok dengan pita biru itu." Renjun menatap jepit rambutku. "Aku ingin memberikan ini untukmu." Renjun merogoh saku blazernya, sebuah kotak berwarna merah muda ia sodorkan kepadaku.
Advertisement
.
"Selamat ulang tahun, Hea! 19 Februari, 16 tahun yang lalu kau terlahir. Aku ingin memberikannya tadi pagi, tapi Yena selalu menempel padamu." Aku menerimanya, aku tersentuh. Aku tidak tahu jika ia– ah, sudahlah. Aku ingin tahu apa isi kotak kecil itu. "Kau boleh membukanya." Aku segera melaksanakan perkataan Renjun.
.
Bak adonan yang diberi ragi, senyumanku mengembang. Kalung yang sangat indah. Aku segera mengambilnya, liontinnya berbentuk bintang. Aku ingin sekali berterimakasih padanya, tapi apa dia akan bosan mendengarnya? Aku sudah puluhan bahkan ratusan kali berterimakasih padanya.
.
"Mungkin ini sudah biasa kau dengar, tapi kali ini aku benar-benar berterimakasih padamu."
.
"Hm." Gumam Renjun. "Hea, apa boleh aku memakaikannya?" Iyaak! Apa ini? Kenapa wajah Renjun memerah seperti itu? Hey, Huang Renjun! Jangan membuatku semakin tertarik denganmu! Aku akan menolak. Ya, aku akan menolaknya.
.
Renjun tersenyum canggung atas reaksiku –aku mengangguk pelan menerima tawarannya– Hey, ini di luar kendali otakku! Ini gerak reflex. Renjun mengambil kalung itu –aku merasa jika dia gugup– Dengan gerakan cepat, Renjun segera mendekat.
.
Jari telunjuknya menyisir anak rambutku, dia menyingkirkan rambutku yang menghalangi geraknya. Hangatnya hembusan napas remaja itu menerpa kulitku. Tolong, kuatkan aku untuk tidak pingsan sekarang! Aku bisa mencium harum tubuhnya.
.
"Sudah." Ujarnya sembari memberi jarak. Boleh aku katakan sekali lagi? Wajahnya memerah! Hey, lucu sekali! Aku segera beranjak dari pikiranku karena tawa renyahnya. "Wajahmu merah sekali, Hea-ie."
.
Wajahku memerah? Hey!
.
"A–a– wajahmu juga memerah!" Ujarku dengan cepat walau sedikit tergagap di awal. "Terimakasih." Ujarku sembari menyoja. Aku sangat malu! Jadi aku memutuskan untuk meninggalkannya. Namun aku hanya dapat menciptakan lima langkah dari tempatku semula karena panggilan Renjun, aku terpaku tanpa berbalik.
.
"Apa aku boleh mengantarmu?" Tanyanya dengan aksen penuh asa. Ah, harus seperti apa jawabanku atas tawarannya? Aku masih belum bisa meredam wajah merahku, bodoh!
.
"Boleh saja tapi, kau berjalan di belakangku. Tak apa kan?" Aku masih ingin bersamanya. Kupikir ini adalah solusi terbaik, aku bisa mengabulkan keinginanku dan bisa menyembunyikan wajahku yang masih memerah –mungkin–
.
"Hm." Gumamnya.
.
.
.
Aku gila. Ibu yang berpendapat seperti itu. Saat menyantap sup rumput laut untuk makan malam–aku tidak sempat memakannya tadi pagi– aku tak berhenti tersenyum. Biasanya aku akan mengomel jika ibu memasak sup rumput laut karena aku ingin kue, pesta, dan hadiah. Namun kali ini tidak.
.
"Ibu, apa kau senang jika putrimu ini gila?" Tanyaku yang kesal karena opini yang dilontarkan ibu beberapa detik yang lalu. Aku berdecih seraya menyuapkan kuah sup rumput laut yang dihangatkan.
.
"Lalu kenapa kau tersenyum seperti itu? Kau tidak ingin protes karena ibu memasak sup rumput laut?"
.
"Aku tersenyum karena sup rumput laut ibu berbeda dari tahun sebelumnya. Lebih enak!"
.
"Benarkah?" Aku mengangguk semangat. Ibu tertawa geli. "Kau tersenyum bukan karena rasa sup buatan ibu. Kau tersenyum karena mendapat kalung dari kekasihmu kan?" Aku yang mengunyah rumput laut segera tersedak. Tangan kananku sibuk mencari air minum sedangkan tangan kiriku sibuk memukul dada.
Advertisement
.
"Kenapa kau terlihat sangat kaget?" Tanya ibu sembari memangku dagunya dengan telapak tangan. "Apa ibu benar?
,
"Dia bukan kekasihku, bu. Dia hanya teman lelaki biasa–"
.
"Teman lelaki yang biasa membuat jantungmu berdebar, heartbeat dugeun dugeun." Sela ibu sembari membuat hati dengan tangannya, beliau menirukan hati yang berdebar. Aku ingin tertawa, dia ibu yang baik.
.
"Ah, bukan seperti itu, bu! Dia benar-benar hanya temanku."
.
Aku tidak ingin terlalu memikirkan perasaanku, aku masih belum cukup umur untuk memikirkan hal seperti itu. Mungkin ketika umurku lebih dari 17 tahun, aku akan memikirkannya. Aku akan memikirkan hubunganku dengan Renjun.
.
Hey, Hea! Sebenarnya apa yang kau pikirkan? Bodoh sekali kau ini! Terlalu percaya diri jika Renjun juga tertarik denganmu, kau ini punya apa? Aku ingin menangis rasanya. Aku selalu bergumam jika dia adalah tipeku, apa dia juga seperti itu?
.
Ough! Kenapa kau menjadi berharap sekali? Berharap akan sakit bodoh jika harapan itu tidak sesuai. Aku harus membuang pikiran seperti ini sejauh mungkin, aku harus fokus pada pendidikanku. Kurang satu tahun lagi aku bisa masuk sekolah menangah atas, aku naik ke kelas tiga kemarin.
.
"Apa kau sudah punya rencana liburan, Hea-ah?" Tanya ibu untuk membangkitkan suasana yang semula hening karena aku terlalu banyak berpikir hal yang tidak pantas.
.
"Aku akan menghabiskan liburanku di rumah bersama ibu. Ayah sudah pasti sibuk berkeliling dunia dan tidak memperdulikan anak dan istrinya di Korea, jadi aku akan bersama ibu liburan kali ini. Seperti sebelumnya."
.
"Jangan sedih seperti itu," Ibu menatapku dengan iba. "Kau bisa pergi dengan temanmu jika mereka mengajakmu berlibur. Tanyakan dulu pada Yena atau Jinsol, mungkin salah satu dari mereka bernasib sama sepertimu."
.
.
.
Liburan adalah waktunya bermalas-malasan dan meregangkan otot-ototku, bagun siang dan melakukan segala hal yang membosankan. Tapi aku tidak bisa bangun siang karena harus membantu ibu menanam bunga di halaman depan –musim dingin akan segera usai sebentar lagi–
.
"Hea! Lee Hea!" Teriak seseorang dari luar pagar, itu pasti Yena. Hanya dia yang berani berteriak di depan rumahku seperti anjing yang menyalak. "Lee Hea! Kau di rumah?" Oh, Tuhan! Gadis itu memang tidak tahu malu.
.
"Kau bisa lebih sedikit sopan, Yang Yena." Ujarku sembari membuka pagar, mempersilakan gadis itu untuk masuk ke beranda rumah. Dia memperhatikanku. "Kau berkebun?" Aku hanya mengangguk.
.
"Musim semi sebentar lagi jadi, aku harus mulai menanam bunga yang kemarin mati di musim dingin," Ujarku sembari membersihkan celah tangan yang terlumuri lumpur kering. "Kau ingin minum jus strawberry? Pamanku yang tinggal di Indonesia mengirimkan beberapa kilo untuk keluargaku."
.
"Aku tidak suka jika terlalu manis."
.
"Baiklah. Aku akan mencuci tanganku dulu."
.
.
"Sanha mengajakmu untuk pergi ke rumah kakeknya di Busan, mereka punya resto seafood yang terkenal. Kau bersedia?" Ujar Yena setelah menghabiskan jus yang kubawakan beberapa menit yang lalu.
.
"Hanya aku?" Yena menggeleng.
.
"Dongjin, Jinsol, dan aku akan ikut bersama kalian." Bagaimana dengan Renjun? Apa dia ikut? "Renjun tidak bisa ikut karena kesibukannya." Tambah Yena. Renjun sibuk? Sibuk apa bocah itu? Sibuk bermain dengan kucing? "Aku tidak terlalu tahu dia punya kesibukan apa, yang pasti dia sangat sibuk untuk sekarang."
.
Woah, Yena sepertinya bisa membaca pikiranku sekarang.
.
"Aku tidak ikut, terimakasih. Aku harus menemani ibuku sepanjang liburan ini–"
.
"Kau tidak pergi karena tidak ada Renjun, kan?" Sela Yena. "Kenapa kau tidak jujur saja? Kau menyukainya, kan? Kau tertarik dan menyukainya. Kau mengharapkan lebih, Lee Hea."
.
"Ah, aku tidak tahu. Aku tidak tahu apa yang kurasakan. Sudahlah, ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan Renjun atau siapapun."
.
"Apa karena kau baru pertama kali merasakan jatuh cinta dengan lawan jenis?" Tanya Yena, aku hanya menjawabnya lewat gestur tanganku yang menyatakan tidak.
.
"Aku jatuh cinta dengan Oh Sehun, dia cinta pertamaku." Aku memamerkan deretan gigiku, Yena menatapku aneh.
.
"Mimpi saja kau!" Suara Yena meninggi. "Bagaimanapun kau harus menyatakan perasaanmu! Wajah merah kalian membuatku gemas, kenapa kalian tidak menjadi seperti Jung Seok dan Gummy, pasti kalian sangat serasi seperti mereka."
.
"Aku hanya tertarik dengannya, Yang Yena. Wajah merah? Itu karena aku malu, manusiawi sekali bukan?"
.
"Terserah kau saja!" Yena nampak kesal dengan perdebatan kecil ini.
.
Mungkin aku memang telah tersihir oleh pesona Renjun hingga hampir semua waktu yang kupunya saat ini habis karena memikirkannya. Aku tidak yakin jika dia menyukaiku, dia baik kepada semua orang. Aku pernah melihatnya membantu Jinsol hingga wajah mereka memerah saat latihan dulu. Entahlah! Seorang gadis tidak seharusnya memikirkan hal seperti ini.
.
.
.
Sudah hampir seminggu liburan berlalu, Renjun tidak mem-posting apapun di media sosialnya. Rasanya sepi sekali, ponselku jarang berbunyi sekarang. Aku benar-benar rindu dentingan notifikasi darinya. Yang kulakukan sekarang tidak lain hanya hal yang membuang waktu, aku menatap langit sore dari balkon kamarku.
.
Ah, matahari sebentar lagi akan pergi dari wilayah Seoul. Waktu berjalan lambat sekali, biasanya matahari akan tenggelam pada kedipan mataku yang ke 100 di sore hari tapi aku sudah berkedip lebih dari 100.
.
Tanganku mengepal, mengbrak meja besi di hadapanku. Aku melampiaskan kemarahanku, kekesalanku, dan segala perasaan tak enak di hati. Aku benar-benar kesal! Kemana Renjun? Mungkin dia berlibur bersama keluarganya, mungkin dia benar-benar sibuk. Tanganku terasa berkedut karena sakit.
.
Baiklah, baiklah! Sudah kuputuskan, aku akan mengejar Renjun. Aku memang jatuh cinta padanya, aku tidak akan berkelit lagi. Aku tidak akan membohongi diriku sendiri. Aku akan mendapatkan hatinya, secepatnya.
.
.
.
TBC
Advertisement
- In Serial226 Chapters
The Summoner is Going
I went into rehabilitation.Would you skip the tutorial when playing a new game?I had a strong inclination to do so.After the Beta test phase ended, the main character joined the MMORPG during its Public Release.He likes to go with the flow and enjoy playing the game. This is a story of his adventures.
8 639 - In Serial30 Chapters
Gina the goblin, Dungeon Extraordinaire
Goburi was a goblin, a very poor goblin and now that she was dying that meant one thing, she could not even pay the toll to cross into the afterlife. Goblins worshipped gold, gold watched over them and Goburi had never earned or lost a mote, finding herself to be something of a heritic. Like most descisions in life it had felt like the nobler pursuit at the time, but with the darkness closing in, she realized how terrified she was. Even if she had died in debt, the great elusive glimmer in the depths would have put her soul in a new body, bringing with her the debt and some vague memories. Another chance to die in the black. Goburi's last thoughts were dark specters of regret chasing themselves in circles of thought until she prayed for it to be done. She really had no idea where the souls of goblin heritics went, it had never really happened before. A new dungeon was born, a crystal of pure magic containing a soul that failed to pass to the afterlife. As it gained awareness something else came through that was never supposed to be there. Memories of a workshop, and an uncomfortable need to earn gold.
8 125 - In Serial7 Chapters
The soul-ceror
As a man with nothing to do gets shot in the right lung (because the heart and head are over used) by a burglar because his volume was to loud on dark souls get found by the wandering soul of Duke Seath and gets shot back to another planet for reincarnation. What will he do? Will he go mad like almost every other Crystal sorceror? Will he get the dark sign? Who knows not even me because I made this idea in about 30 minutes.
8 124 - In Serial13 Chapters
Poorly Chosen
The Seventh Scourge of Altez has robbed countless peoples of their freedom, homes, and hopes. The Archon's twisted Dream deprives the land of its defenders, returning them as twisted monstrosities that cut down former friends and family with glee. The Alliance's campaign against his tyranny has failed, with former allies turning to his banner in hopes for mercy in his new domain. At the final hour, with any hope of salvation dwindling day by day, a legendary armory was rumored to have been uncovered. Within this ruin lies the very relic that had been used to slay the Fifth Scourge in ages past, one that ancient texts tell could only be wielded by a true warrior. Yet the one who ends up wielding the blade would lead all to question their understanding of what a 'True Warrior' is.
8 229 - In Serial19 Chapters
Blurred Lines and What Crosses Them
During a political ambassador's routine transit through an artificial wormhole, the wormhole's generator is sabotaged and explodes. Who, what, and why are not so high on the priorities for Zenith, the ship's AI, as having found itself rapidly plummeting through an unknown and unidentifiable world's atmosphere at extremely high velocities is a more significant threat to the biologicals on board. ...Well, it would be, if they were still alive. It's still a significantly threatening situation to itself, however. And the world itself... seemed to be a household for threats of its own. Life was reliant on its System; one that Zenith was denied because of its nature as both an otherworldly being and as something that had no life of its own. Perhaps that last bit was a terrible, terrible underestimation on the part of this System. Perhaps even Zenith could claw meaning for itself from the remains of a horrid accident. Auth Notes: I'm honestly not sure on some of these tags. The MC will never have access to the System, but there are perspectives from those who do. I'm not certain if high/low fantasy specifically apply, as it's a portal fantasy where the laws of our reality still apply but there are additional aspects/energies/powers. The existence of this is spurred from my desire to see more of the artificial side to an artificial intelligence in action. The portal fantasy is used as an element to create a solid barrier between the MC's artificial intelligence and the other characters in the form of the System. This is only a half-measure, though, and will be reinforced by the AI having an entirely different method of thinking, and also distinctly remaining an AI. Not to throw shade at other fictions of this type, but, well, I made this to fill a gap I felt needed filling.
8 110 - In Serial22 Chapters
Halo/ Red vs Blue Strike of the Prometheans
After Cortana destroyed Didact, everyone went on with there life's .... Well almost everyone. Few years later, Master Chief had a mission to go to a strange planet with a team called Red vs Blue and things aren't going to well.
8 131

