《Totally My Type》Chapter 3
Advertisement
Dia menolak untuk ikut latihan sejak jatuh dari pohon dua hari yang lalu. Apa dia sakit? Sepertinya seperti itu. Dia terlihat tidak bersemangat dan lelah. Apa dia sakit? Ah, aku sudah menanyakan itu tadi. Aku penasaran.
.
Aku bergegas meraih mantel di kursi riasku, mengambil tas selempang kemudian memasukkan ponsel dan dompet ke dalamnya. menghubungi Sanha –Aku tidak tahu rumah Renjun jadi, aku menghubungi Sanha– Dia menawarkan diri untuk menjemputku.
.
Langkah lekasku terhenti di anak tangga terakhir, ibu memanggilku dari atas. Beliau turun, berhenti tepat pada anak tangga di atas pijakku. Aku mendesah, pasti wanita yang kupanggil ibu itu akan melontarkan pertanyaan yang menyita banyak waktu untuk menjawabnya.
.
"Kau akan pergi kemana? Ini sudah malam, kau ini anak perempuan." Ibu memang cerewet, tapi aku tetap menyukainya. "Kau seharusnya tahu ini jam berapa. Dengan siapa kau akan pergi? Apa kau sudah punya pacar, Hea-ah? Apa kau ingin berkunjung ke rumahnya? Besok sekolah libur."
.
Tanganku reflex, menandakan jika hal itu salah. Aku kembali mendesah untuk yang kesekian kalinya.
.
"Aku ingin pergi ke rumah temanku, dia sedang sakit sepertinya." Suaraku melirih di kata akhir, aku membuang muka. "Kakinya terlihat seperti terkilir, cara berjalannya juga berbeda, dia tidak ikut latihan hari ini. Dia anggota timku yang berharga."
.
"Apa dia lelaki?"
.
"Hm." Gumamku pelan. Tunggu...
.
"Apa benar kau tidak punya kekasih, Hea?" Nada bicara ibu terlihat sedang menggodaku, sial!
.
"Tentu saja. Tidak ada yang lebih penting ketimbang broadway. Aku akan ke sana dengan tarian dan akting serta suaraku di masa mendatang. Aku terus berlatih, aku tidak punya waktu untuk memikirkan kekasih ataupun lelaki." Ibu tersenyum.
.
"Ikutlah! Tidak bagus jika menjenguk orang sakit tanpa buah tangan. Ibu punya sekotak teh untuknya." Aku tersenyum.
.
.
Aku berdiri di sebuah rumah yang tidak terlalu bagus tapi juga tidak terlalu jelek, sederhana. Irisku tergerak, menatap lelaki yang berdiri di sampingku sekarang. Yoon Sanha. Aku tidak tahu dimana rumah Renjun karena aku tidak pernah bertanya, untunglah Sanha tahu. Dia tetangga Renjun.
Advertisement
.
"Kau juga boleh mampir ke rumah di ujung belokan itu." Ujar Sanha sembari menunjuk arah ke datangan kami. "Aku menyukaimu jadi, jangan terlalu akrab dengan Renjun!" Sanha mengerucutkan bibirnya.
.
Tunggu... apa ini? Sanha menyukaiku? Apa maksudnya? Sebelum aku membuka mulut untuk bicara, Sanha tersenyum.
.
"Jangan terlalu dipikirkan!" Sanha segera berlalu, hilang di belokan yang tadi ia tunjuk.
.
Baiklah, aku tidak akan terlalu memikirkan itu. Aku tidak ingin tenggelam dengan hal yang tidak jelas seperti itu. Aku kembali menatap rumah itu, jariku segera menekan bel yang berada di dinding. Pintu yang tidak terlalu tinggi terbuka, seorang wanita membukanya.
.
"Selamat malam!" Sapaku.
.
"Kau ingin mencari siapa?" Tanya wanita itu, aku tersenyum.
.
"Huang Renjun. Aku teman sekelasnya, Lee Hea." Wanita itu segera tersenyum, menginsyaratkanku untuk mengikutinya dengan gerak tangannya. Kami melewati taman kecil yang tertata rapi, indah sekali. Ada kolam kecil di dekat beranda rumah, pasti menyenangkan.
.
Membuka pintu utama rumah bercat cream itu, wanita itu melepas sandal yang ia pakai. Tubuhku sedikit membungkuk untuk membuka tali sepatu dengan tangan kiri, aku melepas sepatu tanpa melepas kaus kaki.
.
"Silakan naik! Ketika kau menemukan pintu dengan tulisan 'jangan masuk' itulah kamar Renjun, kau tidak perlu mengetuk pintu. Dia tidak akan membiarkan seseorang masuk ke dalam kamarnya saat ini, jadi aku mohon bantuanmu." Ujar beliau yang sepertinya ibu Renjun sambil mengarahkan lima jarinya ke susunan anak tangga.
.
"Ah! Aku membawa ini." Ujarku sembari menyodorkan kotak yang tidak terlalu besar, teh yang diberikan ibu tadi. "Aku pikir dengan minum teh, semua orang akan merasa tenang." Aku tersenyum begitupula dengan beliau.
.
"Terimakasih." Beliau menerimanya. "Bisakah kau membawa susu ke atas?" Aku tersenyum seraya mengangguk.
.
.
"Ibu, sudah kubilang untuk–" Ujar Renjun saat aku membuat celah melalui pintu, tubuhku perlahan masuk. "Lee Hea." Lirih Renjun, aku tersenyum. Renjun beranjak dari duduknya, aku mendekatinya. "Apa yang membawamu kemari?"
Advertisement
.
"Apa kau baik-baik saja?" Ia mengangguk. Ya, memang sepertinya begitu –aku terlalu berlebihan– "Ah, ini susu dari ibumu." Aku menyodorkannya susu kotak, ia tersenyum. Ia melangkah mendekati kardus yang berada di sudut ruangan, aku menatapnya heran.
.
"Aku kesulitan memelihara kucing nakal ini, kucing yang ku tolong dua hari yang lalu." Ujarnya sembari berjongkok di dekat kardus, tangannya meraih piring kecil –untuk kucingnya mungkin– "Apa aku membuatmu khawatir?" Tanyanya sembari menoleh ke arah ku.
.
"A-a-tidak seperti itu, aku hanya ingin tahu alasanmu tidak ikut latihan. Itu saja." Jawabku dengan gagap di awal. "Aku tahu kau yang menciptakan koreo ini tapi, kita perlu kekompakan."
.
"Kau tidak perlu ke rumah jika hanya ingin menanyakan hal itu." Ujarnya. Hah! Hargai niat baikku, Huang Renjun! Aku khawatir padamu! "Aku merepotkanmu." Imbunya. "Aku juga malu sekali dengan keadaan kamarku yang berantakan, aku akan merapikannya dulu jika kau memberitahuku sebelumnya." Ia terkekeh pelan.
.
Eh?
.
"Maafkan aku, Hea. Ibuku tidak bisa merawat kucing ini karena bekerja, ayahku juga bekerja jadi, aku takut meninggalkannya sendirian terlalu lama." Jelasnya. "Dia memakan ikan koiku kemarin karena lapar."
.
"Kau belum menemukan pemiliknya? Apa ada petunjuk di kalung yang kucing itu pakai?" Ia menggeleng pelan.
.
"Selama bolos latihan, aku juga berusaha mencari pemiliknya, aku melakukan berbagai cara tapi tidak membuahkan hasil. Aku memutuskan untuk memeliharanya. Aku benar-benar minta maaf."
.
"Kau tidak mengungah fotonya ke Instagram atau Twitter? Mungkin itu bisa membantu walau sedikit." Usulku yang disambut senyum Renjun yang terlihat aneh –menurutku–
.
"Sepertinya koneksi internet di ponsel maupun di rumahku sedang buruk." Ia menggosok pelan lehernya. Oh, seperti itu rupanya! Itu alasannya tidak memposting apapun. Aku bisa bernapas lega sekarang.
.
.
.
"Hea! Bagaimana ini?" Teriak Jinsol yang panik, aku yang baru mencecahkan kaki di lantai kelas segera dibuat bingung. Apanya yang bagaimana? Jinsol mencengkram kuat kedua bahuku, ia nampak kalang kabut. "Renjun... Renjun tertabrak sepeda seorang pengantar koran pagi ini." Jinsol menarik cengkramannya, rahang bawahku terjatuh begitu saja.
.
Aku segera berbali, keluar kelas dengan tergesa-gesa. Aku berjalan cepat –tidak boleh berlari di koridor– baru tiga langkah, Jinsol memanggilku namun aku tidak berhenti melangkah.
.
"Hea! Kau ingin pergi kemana?"
.
"Menemui Renjun." Teriakku tanpa menoleh. Aku tidak peduli jika tatapan siswa-siswi yang berada di koridor menatapku. Aku benar-benar tidak peduli.
.
"Bodoh! Apa kau tahu dimana Renjun?" Seketika langkahku terhenti, aku memutar tubuhku seraya tersenyum kikuk kearah Jinsol, "Sepertinya, kau memang gadis bodoh." Komentar Jinsol setelah melihat tingkahku.
.
.
Aku segera mengeser pintu berwarna putih, aku sedang berada di lantai satu gedung utama akademi. Ruang kesehatan. Sekarang aku bisa melihat Renjun, dia sedang duduk di tepian ranjang. Ia menyadari kedatanganku, menyambutku dengan senyuman penuh pesona seperti biasanya.
.
"Kau baik-baik saja?" Ia mengangguk. Aku tidak percaya padanya. Ujung sepatuku sengaja mendarat di pergelangan kaki kanannya, tubuhnya menegang menahan sakit. "Kau terkilir. Bagaimana bisa kau tertabrak sepeda?"
.
"Aku sibuk berbicara dengan Maru." Matanya bergerak menuju kandang besi yang berada di dekat lemari di sudut ruangan, aku mengikutinya, "Pengantar Koran sedang melempar koran jadi, dia tidak melihatku dan hal ini terjadi begitu saja."
.
"Apa itu artinya kau tidak akan ikut pementasan besok?"
.
.
.
TBC
Fanfic ini menceritakan cinta monyetnya Renjun, jadi maklum kalo kek anak kecil atau gimana. Emang rada kikuk, namanya juga anak kecil. Maafkan aku!
Advertisement
- In Serial145 Chapters
Netheril’s Glory
The protagonist, Punk, is a cautious, cold-blooded, and ruthless Mage.His goal is always his top priority, over feelings or morality. When unnecessary, he doesn’t like to act like pigs to eat tigers; there are almost no life and death struggles, sometimes risky but steady progress. No strong enemy everywhere, Instead, Punk is always a strong enemy of others.And he has a very keen interest in the secrets and teachings of the Netheril civilization.
8 385 - In Serial8 Chapters
Transit Core
[This fic has a loooooooooooooooot of math] This is a story about Tod, a dungeon core who's tired of the dungeon life, and decided to do something more slice-of-lifey. So, the gods allowed him to take a vacation and create a subway network as a 'dungeon'. He also gets a human body to experience life as a commuter, where he can eavesdrop on commuters, spy on their daily lives, eventually, also gets an ability to see a status summary of his commuter's lives, how much money they make, where they live, what they do and all that. All, so that Tod can build a rail and transit network as a dungeon core that is bigger than everything the world has ever known.
8 99 - In Serial9 Chapters
Title of True God
Every person tends to have an emotion inside them but not every single one of them can show them properly, 17-year-old Aoi Kichiro is sensitive but incapable of showing his emotions like normal people around him, because of this, his social skills are almost at zero. He is a high school student and has no friends. But one day something happens to him, a change to his life that changes everything for him. The way he looked at his life, They way he looked at other humans. Updates On This Novel Are Slow, Really Slow! Cover Art Credit - ??? Thank you for making this beautiful Art :)
8 199 - In Serial8 Chapters
Ranger Of Albion
In Which the Story of Edward Deiramund is Narrated; including the Impact of the Civil War, his Early Unorthodox Life, the Rise to Prominence, the Challenges Faced, the Decisions Made, and How it All Came Together to Shape his Nature. ***** Author's note: The summary is not up to the mark, so I ask you to please read the first few chapters to get a better idea. For those looking for even general description - it's a slow paced fantasy life that gradually ramps up - just like real life.
8 111 - In Serial13 Chapters
And then I made my own world
A certain narrator has been chosen (by luck) as a god of creation. Thus she started creating to make her very own paradise. Too bad for her creations that she's really kind of fickle.But hey, at least it'll be fun!So...may you live in interesting times, my dear creations!
8 186 - In Serial26 Chapters
Saanwli Si Raat
Zubiya is thrown out of her house after being falsely accused of having an affair with a guy. Finding herself at a dead-end she seeks help from the person who had saved her at the right time.This is the story of a girl who overcomes the problems of a reserved society and grows into a confident person with the encouragement of her new loved ones.PS: This story is inspired by the famous novel Wo Yakeen Ka Naya Safar written by the author Farhat Ishtiaq. This is just my idea - How the story would have continued if it would've taken a turn towards another way.Copyrights ©️ 𝐝𝐞𝐞𝐰𝐚𝐧𝐢𝐦𝐚𝐬𝐭𝐚𝐚𝐧𝐞
8 178

