《TGS 1st - Silly Marriage》Chapter 6b - The Accident (2)

Advertisement

hALO... MAAF YA AGAK LAMA. ehehe. selaamat menikmati

xoxo-shamlia

p.s : mohon doanya ya aku bakal interview sama user di salah satu Big4 Nih. hhehehe. makasih readers :*

-------------------------------------------------------------------------------------------

Alex's Pov

Aku kembali menyodorkan gelasku kepada Victor, memintanya mengisi kembali gelasku dengan Gin. Dan entahlah ini sudah gelas keberapa yang aku habiskan. Tapi kalau kudengar dari suara keluhan Victor dan decakannya, sepertinya aku sudah minum cukup banyak.

"Come on, Lex! Lo nggak bisa seperti ini hanya gara-gara satu cewek. Get a grab, man!"kata Victor yang malam ini menemaniku di lounge favorit kami.

Aku tak menjawab kalimatnya. Dan ketika sahabatku itu tidak juga mengisi gelasku, akhirnya aku menyambar botol Gin di depanku dan meminumnya langsung tanpa menuangkannya ke dalam gelas. Aku tak peduli jika nanti aku harus pulang dalam keadaan diseret ataupun besok aku harus hangover.

"Lagian apa sih yang ngebuat lo jadi separah ini? Lo nggak mungkin kacau begini hanya karena Naya nolak making love sama lo,"lanjut Victor.

"Raka,"aku mengucapkan satu nama yang membuat Victor langsung terdiam. Yah, nama itu memang mampu membuatku, Kevin dan Victor jadi emosi hanya dengan mendengarnya saja.

"Serius? Ngapain lagi dia?"tanya Victor gusar.

Aku hanya engibaskan tanganku sebagai tanda agar Victor tidak membahas masalah ini lebih lanjut. Aku sedang berusaha mengembalikan moodku dan membinasakan emosiku. Membahasnya malah akan membuat semuanya bertambah buruk dan aku tak yakin bisa meredam emosiku kali ini.

"Gue harap lo mulai hati-hati, Lex. You know what I mean,"Victor memperingatkanku.

Aku hanya terdiam, tapi mataku menatap Victor tajam sebagai jawaban 'I-know-what-should-I-do'.

Hah!

Hanya dengan mendengar nama Raka saja seluruhnya bisa kacau seperti sekarang. Berurusan dengan lelaki itu memang tidak bisa ambil langkah sembarang. Kita tak tau apa yang ada di otak liciknya. Rencana-rencananya selalu cerdik dan di luar pikiran. Mengingatnya hanya akan membuatku muak dan mengingat kejadian tujuh tahun lalu.

Sial!

Aku harus segera mengambil tindakan untuk mengantisipasi segala sesuatu yang bisa terjadi. Entahlah kali ini Raka berperan sebagai kawan atau lawan. Yang pasti, he's a jerk.

###

Naya's POV

Seharusnya aku senang kan kalau Alex tidak pulang ke rumah? Justru dengan begitu kami tidak harus bertatap muka dan bertengkar lagi. Jujur saja aku masih kesal dan marah pada Alex. Tapi, kenapa justru malam ini aku merasa khawatir ketika dia tak muncul di rumah walaupun sudah pukul dua belas malam lebih?

Aku benar-benar sendirian di rumah. Mama Papa baru akan kembali besok. Begitupun Erik dan Evan yang baru akan kembali besok sore. Si Mbok yang biasa mengurus rumah ini sudah pulang sejak tadi sore karena memang tidak ikut tinggal di rumah ini. Ketika makan malam tadi aku hanya makan sendirian dan menyebabkan nafsu makanku hilang seketika. Akhirnya aku hanya menyuap beberapa sendok sup dan beranjak ke kamar.

Tadinya aku berencana langsung tertidur daripada memikirkan Alex. Tapi kenyataannya, justru aku terjaga karena Alex tidak pulang-pulang. Banyak sekali yang ingin kutanyakan padanya jika dia pulang. Aku masih belum tau apa alasan Alex menyuruhku menjauhi Raka. Seharusnya kalau hanya sebagai seteru masa lalu, Alex tak perlu semarah tadi kan?

Sial! Aku bisa mati bosan kalau begini. Mataku belum juga bisa tertutup sementara tidak ada kegiatan lagi yang bisa kulakukan. Mungkin menelepon Kikan bisa membantuku mengusir bosan. Dan sekarang aku berusaha mendial Kikan. Semoga saja dia masih bangun.

Tut...tuut..tuuut.

Hah! Nggak diangkat. Entah kenapa akhir-akhir ini Kikan jadi sulit dihubungi. Padahal dulu dia hampir selalu bisa dihubungi.

Sekarang pilihanku beralih pada Eve. Tapi, sudah jam segini pasti dia sudah tidur. You know... it's a part of her skin treatment. Dasar selebritis! Tapi mencoba menghubunginya tak ada salahnya kan?

Advertisement

Akhirnya aku mendial nomor Eve kali ini, berharap semoga si pemilik ponsel segera mengangkat teleponku.

"Kenapa, Nay?"

Finally!! Tapi aku heran juga jam segini si centil yang satu ini masih terjaga. Biasanya juga dia seawal mungkin untuk tidur agar tidak menimbulkan masalah pada kulitnya.

"Lo lagi dimana?"tanyaku yang mendadak bingung harus berkata apa.

"Lo nyariin Alex? Ini Kevin barusan telepon suami lo katanya dia lagi ada di apartement Victor...,"kata Eve tanpa diminta.

Samar-samar kudengar suara Kevin yang menegur Eve karena membocorkan keberadaan Alex.

"Ups! Sorry, sayang. Aku kira Naya boleh tau. Kan dia istrinya Alex,"kata Eve sepertinya sedang berbicara dengan Kevin. Tapi kemudian suara sahabatku itu kembali jelas lagi di telingaku. "Maaf, Nay. Anggap aja tadi gue nggak ngomong dimana Alex. Dan anggap aja lo nggak tau dimana Alex. Jadi lo nggak boleh ke apartement Victor atau menghubungi Victor untuk minta Alex pulang. Udah ya, Bye!"

Tut...tut...tutt...

Sambungan telepon diputuskan secara sepihak oleh Eve. Aku mendesah kesal. Kalimat Eve yang terakhir sangat tidak masuk akal. Kan aku sudah terlanjur tau keberadaan Alex dimana, dan aku disuruh pura-pura tidak tau. Lagian untuk apa menyembunyikan keberadaan suami sialanku itu? Toh aku juga tak akan menyusulnya.

Tapi, ada bagian hatiku yang anehnya malah merasa lega ketika tau Alex menginap dimana. Paling tidak dia tidak tidur di emperan jalan atau di dalam mobilnya (mana mungkin!!! Paling-paling dia bakal reservasi hotel!).

Hah...aku bisa tidur nyenyak malam ini.

###

Pagi-pagi aku terbangun ketika sinar matahari menusuk mataku. Aku menyipitkan mataku dan heran dengan tirai yang terbuka. Perasaan tadi malam aku menutup tirai sebelum tidur. Siapa yang membukanya?

Aku ssedikit terkejut ketika menemukan Alex berdiri di tepi ranjang dan menatapku datar. Aku mengucek mataku agar terbuka sepenuhnya. Apa dia sudah tidak marah?

"Mama Papa udah di jalan. Setengah jam lagi mereka sampai di rumah. Gue harap lo nggak terlalu bego untuk pura-pura kita baik-baik saja,"kata Alex.

"Kita emang baik-baik aja. This is us normally! Kita memang nggak bisa akur kan?"tanyaku sarkatis.

"You've started this, Nay. Gue hanya ikutin kemauan lo. Lo nggak mau ikutin kata-kata gue, oke gue back-off! Ninggalin elo itu bukan hal yang sulit buat gue, Nay. Tapi gue bakal hancurin lo dulu,"desis Alex.

Aku menatapnya tak mengerti. Sekarang dia mengatakan ini semua salahku? Begitukah? Seenaknya saja menyeretku dalam semua ini dan sekarang dia back-off?

"Apa susahnya sih Nay permintaan gue untuk keep a distance from him?"

Aku menggeram pelan. Jadi dia tak tau apa susahnya? Ya karena aku tak tau alasan utamanya kenapa aku harus menjauhi Raka! Dasar stupid!

"Apa alasannya?"tanyaku menantang.

"Seharusnya lo nggak perlu sebuah alasan, Nay, untuk menuruti suami lo!"

Aku tertawa sinis. Menuruti suami? Kalau dilandasi rasa cinta sih oke aja. Nah ini! Boro-boro! Pernikahan kami sebenarnya hanya dilandasi selembar kertas bertuliskan beberapa pasal saja. Pity for me!

"Kalau gue cinta sama suami gue sih nggak masalah!"desisku sinis.

Sepertinya Alex benar-benar tersinggung mendengar kata-kataku barusan. Dia menatapku tajam dan mencekal pergelangan tanganku. "You started this scene, you must follow my lead! Ini bukan perkara ego lo yang menjengkelkan itu. Ini masalah perasaan orang tua gue! If you play bad, I'll punish you. Got it?"

Arrrghhh!

Kenapa jadi sesusah ini sih? Aku masih bisa merasakan tatapan mengintimidasi Alex. Aku mendengus kesal dan pada akhirnya aku harus mengalahkan egoku sendiri demi orang tua Alex yang kini juga menjadi orang tuaku. Aku mengangguk mengiyakan perintah Alex.

Dammit!

###

Malam ini aku dan Alex mengantar Papa Mama, Evan dan Erik ke airport. Sebenarnya aku lelah sekali karena seharian harus berpura-pura mebjadi pasangan bahagia di depan keluarga kami. People say , we'll get tired fast with pretending in front the others. Ya aku rasa itu benar. Get real lebih mudah daripada harus pretending. Dan sialnya, Alex justru memainkan perannya dengan sangat baik (padahal dia yang memulai pertikaian kami). Sepertinya dia adalah calon kandidat terkuat oscar saking meyakinkannya dia berakting. Bisa-bisa dia jadi saingan kuat Gerald Buttler, chris Evans, atau Tom Hardy. Cih!

Advertisement

Dan untuk akting yang lebih meyakinkan, Alex menambah sejumlah skinship dalam daftarnya yang hampit membuatku menelan hidup-hidup lelaki itu. Pegangan tangan, pelukan dan cium pipi? Ah itu sih biasa! Yang Alex lakukan bahkan lebih parah dan kurang ajar. Okay, aku akan mengatakannya keras-keras. SI COWOK SIALAN INI MEMELUK PINGGANGKU , MEMELUK ERAT DAN MENCIUM BIBIRKU SEKALI!!!

Aku hampir saja melayangkan tanganku ke wajahnya kalau saja aku tak ingat bahwa Mama dan Papa sedang menatap kami dengan raut muka bahagia. Dan ditambah lagi Erik dan Evan dengan menyebalkannya menatap kami berdua dengan cengiran menggoda.

Tapi, lucky me, sebentar lagi ini semua akan berakhir! Pesawat Mama dan Papa akan landing empat puluh lima menit lagi, sementara pesawat Evan dan Erik sudah lebih dulu berangkat lima menit yang lalu. Aku tidak rela sebenarnya Erik harus pergi secepat ini. Aku masih kangen. Tapi sepertinya dia dan Evan dekat dengan cepat. They get along really well.

"Pokoknya Mama pengen punya cucu secepatnya ya!"kata Mama ketika kami menunggu di Starbucks.

"Nggak mungkin secepat ini lah, Ma. Lagian Alex masih pengen berduaan aja sama Naya,"ucap Alex.

Dalam hati aku mencibir mendengar kata-kata Alex. Bisa-bisanya dia berbohong kepada orang tuanya. Dan sekarang belagak sok manis kepadaku padahal dua hari kemarin dia marah padaku.

"Naya pengen cepet punya bayi kan? Biar rumah nggak sepi. Jangan sibuk-sibuk, Nay. Biar cepet hamil,"begitulah nasihat mama mertuaku padaku. Aku hanya bisa tersenyum tipis sambil mengiyakan sekenanya.

Duh... kenapa mereka yang jadi ngebet punya bayi? Aku dan Alex yang menikah saja bahkan tak berpikiran untuk punya anak. Lagian untuk apa? Kami kan juga nantinya bakal bercerai.

"Anak itu perekat hubungan orang tua lho. Kalau kalian punya anak kan kalian nggak akan disibukkan dengan pekerjaan terus,"kali ini papa mertua yang memberikan wejangan.

Justru aku pengen jadi super sibuj biar nggajada waktu untuk ketemu si mesum Alex!

"Iya Ma, Pa, ntar kami usahain. Tapi sih sejauh ini kita berdua masih santai-santai aja kok,"ucap Alex.

Santai? Lo bilang santaiii???

Ngamuk kali. Kemana perginya amarah yang selama dua hari ini bercokol di kepalanya?

"Yah diusahain kan bisa. Mama udah pengen punya cucu,"kata Mama yang memang sudah nampak tak sabar.

"Yah didoain aja, Ma, biar Naya juga mau diajak sering-sering bikin cucu."

Whattt??? Apa yang barusan Alex bilang? Diajak bikin bayi???

Oh God... just smash my head with a stone or anything else!!!

###

Setelah mengantar Mama dan Papa, aku dan Alex kembali ke mobil yang terparkir di areal parkir airport. Selama berjalan menuju mobil, kami berdua lebih memilih diam. Kami memang berjalan bersisihan (atau lebih tepatnya aku yang mencoba mengejar langkah Alex yang terlalu cepat), tapi Alex sepertinya tak berminat mengatakan satu patah katapun. Fokusnya masih pada ponsel yang ada di tangannya.

"Lex, lo pulang?"tanyaku membuka suara. Jujur, aku tak betah didiamkan begini. Lebih baik kalau dia marah atau mengamuk sekalian. His silence....itu seperti menganggapku tidak ada di sekitarnya. He must notice me!

Alex tidak berkata apapun. Tapi dia mengacungkan kunci mobilnya padaku. Maksudnya aku disuruh pulang sendiri?

"Lo bisa nyetir kan?"tanya Alex sinis ketika aku tak juga mengambil kunci mobil dari tangannya.

Dengan menahan marah, aku menyambar kunci mobil di tangannya. Sialan! Apa dia musti semarah itu padaku? Yang kuingat bahwa aku tak punya kewajiban menuruti 'semua' kata-katanya. Lagipula Alex masih hutang penjelasan padaku kenapa aku harus menjauhi Raka?

Aku mendengus kesal sambil menghentakkan kakiku kasar dan menuju mobil. Baru saja aku akan membuka pintu mobil, suara handphoneku berbunyi. Terpaksa aku menghentikan tindakan buru-buruku. Padahal aku sudah sangat ingin menjauh dari suami sialanku itu.

Sederet nomor tak dikenal muncul di layar LCD ponsel. Aku mengkerutkan keningku.

"Halo?"tanyaku setelah menekan tombol hijau.

"Hai, Nay. Ini gue Raka,"suara itu kontan membuatku tertegun diam. Aku bisa merasakan bahwa Alex masih berdiri di tempatnya yang tadi, yang hanya berjarak beberapa meter saja dariku, dan tengah mengirimkan pandangan tajam mengintimidasi.

Duh! Bad time!

"Nay? Still there?"tanya Raka membuatku tersadar.

"Kenapa?"tanyaku semakin gugup.

"Nggak,cuma basa-basi aja. Gue harap sih lo nggak terganggu,"lanjut Raka.

Terganggu! Gue terganggu banget! Apalagi ada singa di deket gue yang udah siap menguliti! aku membatin dalam hati.

"Tau dari mana nomor gue?"tanyaku. Semoga saja Alex tidak menyadari bahwa aku sedang berusaha tidak menyebutkan nama Raka dalam percakapan telepon ini.

Kudengar suara tawa di seberang sana. Entah mengapa suara tawa Raka terdengar mengerikan. "Link gue ada dimana-mana, Nay,"jawab lelaki itu.

"Maksu...,"aku baru akan menanyakan pertanyaanku selanjutnya sebelum akhirnya ponselku direbut paksa oleh seseorang.

Alex!

"Gue udah peringatin elo, bangsat! Jauhin istri gue!"bentak Alex mengambil alih pembicaraan antara aku dan Raka. Beberapa orang yang ada di area parkir menoleh sejenak karena mendengar suara Alex yang meninggi.

Please..please....

Dalam hati aku berharap agar pembicaraan mereka segera diakhiri saja. Sepertinya Alex sedang tidak bisa diajak bergurau kali ini. Masalah kemarin saja, Alex masih marah padaku. Apalagi kali ini?

"Denger ya, Ka, gue nggak akan main-main sama ancaman gue. Lo jauhin Naya atau gue abisin lo duluan,"aancam Alex tak main-main.

Aku yang mendengar ancamannya saja sudah bergidik ngeri. Ayolah, Lex, tutup aja teleponnya!!!

"Sedikit aja lo nyentuh Naya, gue ancurin lo sampai ngga bersisa!"

Finally! Alex memutuskan sambungan telepon secara sepihak. Dalam hati aku menghembuskan nafas lega. Tapi, sepertinya aku terlalu cepat berlega hati. Kali ini Alex menatapku tajam seakan-akan ingin mengulitiku.

It's your turn, Naraya!

"Kalo lo masih sayang nyawa lo, jangan berani-berani deket Raka!"bentak Alex padaku.

Aku menggigit bibirku. Ngeri. Kali ini aku nggak ingin melawan macan ngamuk di depanku ini. Seharusnya kata-katanya itu diubah. Kalo aku masih sayang nyawaku, seharusnya aku tidak dekat-dekat dengan Alex!

###

Alex's POV

Lagi-lagi aku mendesah panjang. Entah sudah berapa kali aku pagi ini mendesah panjang dan keras, mengeluh atas hidupku akhir-akhir ini. Sepertinya tujuan utamaku menikahi Naya belum tercapai sepenuhnya. Diluar dugaanku Naya lebih keras kepala dari yang aku pikir awalnya. Apalagi dengan pertengkaran tambahan kami semalam! Raka! Si brengsek itu bisa-bisanya muncul lagi.

Tapi, yang kusesalkan adalah sikap Naya yang menjadi makin susah diatur. Sepertinya pasal-pasal perjanjian kami tidak cukup kuat untuk menahan egonya. Dia tetap saja menjadi perempuan yang sulit ditundukkan.

But women, they get stronger whenever it's more difficult. Mungkin karena kondisi keluarganya yang membuatnya menjadi keras kepala seperti ini. Berjuang sendirian untuk sebuah perusahaan bukan aktivitas yang bagus untuk seorang wanita.

"Mau sampai kapan lo bakal biarin dia?"tanya Victor yang duduk di sofa ruanganku siang ini. Matanya menatapku dengan tatapan penuh tanya.

"Nggak tau! Her ego gets higher whenever she sees me!"keluhku tak puas.

"Dari awal yang tertarik melakukan permainan dengan Naya kan elo, dude! Get a grab, take control, kalau perlu pakai cara keras. Lo tau kan Naya nggak bisa pakai cara soft?"

Aku menghela nafas panjang. Yah kata-kata Victor memang benar. For God's sake, seorang Naya memang nggak bisa ditundukkan dengan cara setengah-setengah. Kepala batunya membuatku harus ekstra menahan kesabaran dalam menghadapinya.

"Lagian kenapa lo nggak gunai aja hak veto lo yang ada dalam perjanjian kalian? Toh lo bisa minta make out sama dia sesuka hati lo,"labjut Victor.

"Gue maunya dia nyerahin tubuhnya ke gue!"tandasku.

"Apa bedanya? Sejak awal lo cuman tertarik make out sama dia. Nggak akan berpengaruh dia nyerahin tubuhnya ke elo atau elo yang maksa dia duluan. Same result in the end!"

"Harga diri gue mau ditaruh dimana? Nggak ada satupun wanita yang nolak make out sama gue! Dan sekarang gue harus maksa cuman untuk make out sama istri sendiri?"

Victor kembali menuangkan vodka ke dalam gelasku. Aku menyambar gelas yang baru diisi dan mengosongkannya dalam sekejap mata. Berurusan dengan seorang wanita bernama Naya benar-benar membuatku lelah dan emosi. Aku butuh pelarian untuk semua kejengkelanku padanya.

Suara dering ponselku membuatku mengerang. Ketika kulihat siapa yang meneleponku, aku bergegas menekan tombol hijau.

"Gimana, Kev? Lo udah siapin orang-orang lo?"tanyaku.

"Done! Baru aja gue suruh mereka gerak. Lo tinggal terima laporan rutin dari gue,"jawab Kevin.

Ya, setelah semalam aku kembali menangkap basah Naraya sedang menelepon Raka, akhirnya aku tak bisa hanya tinggal diam. Sepertinya aku harus memperketat pengawasanku pada Naya. Aku meminta Kevin menyiapkan orang-orang bawahannya untuk mengawasi Naya diam-diam dan memberikan laporan berkala padaku.

"Good. Gue harap orang-orang lo bisa segera bertindak kalau Raka dan Naya bertemu lagi,"desisku tajam.

"Easy, man... semuanya under control kok. Catch you later, ya!"

Aku menghembuskan nafas panjang ketika Kevin memutuskan sambungan teleponnya.

"Kevin?"tanya Victor.

Aku mengangkat alisku sebagai tanda mengiyakan pertanyaannya. "Gue nyuruh dia ngawasi Naya. Gue ngerasa nggak aman untuk Naya dengan munculnya Raka. Dan gue nggak tau apa rencana Raka. Yang gue tau pasti tuh bangsat lagi berusaha ngedeketin Naya. Tapi gue nggak tau alasannya!"

Victor berdiri dari sofa kemudian berjalan ke arahku. Dia menepuk pundakku pelan. "Give it a little time. Gue rasa lo terlalu stress ngadepin Naya. She needs some distance, bro. I tell you, if you keep pushing her, she gonna be running away,"ucap Victor.

Aku menggeram kesal. Apa yang dikatakan Victor memang benar. Tapi, Naya bukanlah wanita yang akan termakan trik push n pull seperti wanita lain. Jika aku mengulur benangnya, bisa-bisa dia lari dan lepas dari jangkauanku.

"She's different you know! Dia itu tipikal kuda liar yang kalo lo lepas malah kabur. I can't do your advice. Gue rasa malah gue harus pasung dia!"geramku.

"Relax, Lex! Jangan terlalu berlebihan. Give yourself a break. She's not that wild. Lagipula lo udah bayar orang kan untuk ngawasin dia? She gonna be fine!"

    people are reading<TGS 1st - Silly Marriage>
      Close message
      Advertisement
      You may like
      You can access <East Tale> through any of the following apps you have installed
      5800Coins for Signup,580 Coins daily.
      Update the hottest novels in time! Subscribe to push to read! Accurate recommendation from massive library!
      2 Then Click【Add To Home Screen】
      1Click