《TGS 1st - Silly Marriage》Chapter 5a - The Wedding (1)
Advertisement
Hai!!! Saya muncul lagi. Terima kasih atas saran, kritik dan komennya ya. Heheheh. Jangan lupa kasih kritik dan saran untuk chapter ini. Makasih.
xoxo - shamlia
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
Chapter 5 - The wedding
Naya's Pov
Sepertinya memang aku harus berhenti berusaha menggagalkan rencana pernikahanku dan Alex. Tampaknya aku harus pasrah saja dengan semua takdirku. Tiga hari lagi statusku akan berubah menjadi Mrs. Davrio. Dan mau hujan, badai atau kemarau, pernikahan akan tetap berlangsung. Mama Alex yang sebentar lagi jadi mama mertuaku yang nampak sangat excited dengan pernikahan ini. Beliau benar-benar memberikan banyak bantuan kepada WO sehingga walaupun sederhana, pernikahan ini memiliki konsep yang apik. Pernikahanku dan Alex yang bertema garden party akan diselenggarakan di halaman villa milik keluarga Davrio yang berlokasi di puncak.
Yah...menghindari pemberitaan media memang paling tepat untuk saat-saat ini. Lucky for us, karena pernikahan diselenggarakan secara tertutup dan di lokasi yang jauh dari keramaian ibu kota.
"Nay??? Lo nggak apa kan? Ngelamun aja lo!"tegur Kikan saat aku berada di restorannya siang ini untuk mengurus menu yang akan disajikan di pernikahanku.
Melamun? Akhir-akhir ini aku memang cukup sering melamun. Apa yang kulamunkan? Tentu saja this wedding matters!
"Lo lagi nggak sehat, Nay?" Kikan menatapku khawatir. Aku menggeleng pelan.
"Gue agak kecapekan aja, Kan. This mess makes me tired,"ungkapku.
"Dari awal gue kan udah minta lo supaya nggak ngelakuin perjanjian ini, Nay. Masih ada tiga hari, Nay. Lo bisa cancel semuanya,"kata Kikan prihatin.
Aku tersenyum mendengar ucapannya. Andai saja semuanya bisa dibatalkan semudah kata-kata sahabatku itu. "Nggak bisa, Kan. Gue masih bisa kok nanggung semua ini. Demi masa depan perusahaan Papa. Lagian nggak semua tentang pesta ini adalah hal yang buruk. Gue jamin makanan di pernikahan gue pasti enak. Kan elo yang ngurus menu-menunya!"
Kikan akhirnua tersenyum tipis. "Kalo untuk masalah itu, lo nggak usah khawatir. Semuanya beres kok! Dan gue jamin, tamu-tamu bakal ketagihan,"kata Kikan semangat.
"Termasuk Enzo?"tanyaku.
Kulihat rona merah muncul di pipi Kikan. Bukannya mereka hanya sexualy involve, bukan romantically involve?
"Lo mulai suka ya sama Enzo?"tebakku.
"Nggak lah, Nay! Sejak awal kan hubungan gue sama dia bukan tentang cinta. Hanya kebutuhan fisik!"elak Kikan.
"Lo udah ngelakuin sama dia?"tanyaku menyelidik. Setauku Kikan hanya pernah satu kali berhubungan intim. Dan itu dengan mantan pacarnya beberapa tahun yang lalu.
"Udah,"jawab Kikan singkat.
Aku menatapnya curiga. Sepertinya ada sesuatu yang disembunyikan Kikan. Tapi aku tak tau apa.
"Jangan pernah melibatkan hati kalau berurusan dengan Alex dan teman-temannya, Kan. Gue nggak mau lo akhirnya sakit hati karena Enzo,"kataku.
"Lalu, hubungan lo dan Alex itu namanya apa? Apa enggak melibatkan hati?"tanya Kikan membuatku mengkerutkan kening.
"Oh kalau masalah itu sih tenang aja, Kan. Diantara gue dan Alex itu cuma ada bisnis. Mungkin bisa dibilang kami ada masing-masing kepentingan disini. Dan lebih banyak rugi di gue!"keluhku.
Kikan tertawa. "Watch out, Naraya! Lo tau kan dalam bisnis pun ada kemungkinan terlibat masalah hati,"ujar sahabatku itu.
Aku mencebikkan bibir. Aku kan sudah bertekad dari awal untuk tidak melibatkan hati atau cinta dalam pernikahan bisnisku dan alex. Pernikahan yang diawali dengan penandatanganan sejumlah pasal-pasal yang tercantum dalam selembar kertas putih.
"Hei Nay! Sepertinya ada seseorang yang terus menerus ngelihatin lo deh,"bisik Kikan menatap mataku tajam. Kemudian dia meremas tanganku agar aku tak langsung berbalik menatap orang yang dimaksud Kikan.
"Mana?"
"Arah jam tiga,"jawab Kikan masih dalam bisikan.
Aku jadi berdebat dalam bisikan dan desisan kecil dengan Kikan. Mauku aku langsung mendatangi orang yang itu dan menanyakan apa maksudnya sampai harus mengintai seperti itu. Tapi, Kikan ingin membiarkannya saja dan segera menyingkir mencari tempat yang lebih private di restaurannya. Dia takut kalau orang itu memiliki maksud tidak baik.
Advertisement
"Oo... he's getting closer. Gue harap ini bukan kode disaster 911 kita ya!"kata Kikan.
Aku terkekeh pelan mendengar kode itu. Disaster 911 adalah kode yang aku, Kikan dan Eve pakai untuk keadaan buruk atau membahayakan.
"Hai, ladies. Kenalin, gue Raka." Seorang lelaki menyodorkan tangannya padaku. Aku tak lantas menyambut tangannya. Mataku justru menatap lelaki itu dari atas ke bawah.
Kemeja formal warna biru muda, celana kain warna hitam, sepatu warna senada dengan celana yang dipakainya, dan sebuah jam tangan cartier. Aku menatapnya menilai.
"Ehem!"Kikan menyadarkanku lewat dehemannya.
Aku menjabat tangan lelaki bernama Raka itu. "Naraya,"kataku.
Kemudian lekaki itu juga bersalaman dengan Kikan.
"Boleh gue gabung dengan kalian?"tanyanya.
Kikan langsung mempersilahkan Raka duduk di satu kursi di antaraku dan Kikan.
"Well, ada urusan apa?"tanyaku.
"Nothing. Tapi sayang sekali kalau aku melewatkan kesempatan untuk menyapa wanita cantik seperti kalian kan?"
Picisan!
"Maaf gue nggak suka lelaki penyebar gombalan. Dan Kikan juga sudah punya pacar? Lo tau Lorenzo Baratha si pilot seksi itu? Dia pacar Kikan. Dan sebentar lagi gue juga akan menikah dengan lelaki paling tidak berperikemanusiaan, namanya Alex Davrio!"cetusku tanpa mencoba mengontrol kata-kata yang keluar dari mulutku.
Kikan melotot menatapku.
"Yeah, I heard about your wedding. Tapi, gue nggak tau kalau sahabat cantik lo ini pacarnya Lorenzo,"kata Raka.
"Yah...mereka baru aja jadian kok,"jawabku asal tanpa mempedulikan injakan kaki Kikan pada kakiku. Aku meringis menahan sakit.
"Anyway, congratulation ya, Naraya. Gue harap kita bisa semakin akrab. Mungkin kita bisa kerjasama bisnis lain kali,"ucap Raka.
"Maksud lo??"tanyaku.
Raka terkekeh. "Yah...gue berharap kita bisa berkerjasama kapan-kapan. Yuk, gue cabut dulu, Nay, Kan,"kata Raka berpamitan.
"Menurut lo dia aneh nggak sih?"tanyaku pada Kikan.
"Emang kenapa?"
"Yah nggak tau sih. Tapi kenapa dia jadi ngajakin kita kenalan?"
"Yah karena lo cantik mungkin?"
Aku mencibir mendengar jawaban Kikan yang benar-benar tak masuk akal itu. Aku masih merasa aneh dengan Raka. Tapi entah apa alasan dibalik keanehan yang kurasakan.
###
Aku berjalan beriringan dengan Kikan di jalan setapak kecil di antara makam-makam yang berjejer rapi dalam barisan. Aku sudah menatap lurus pada makam papa dan mama walaupun masih ada jarak lima belas meter diantara kami. Aku bisa merasakan hatiku menghangat ketika aku semakin dekat dengan tempat peristirahatan mereka.
Aku berhenti dan berdiri di antara kedua nisan orang tuaku. Perlahan aku melangkah mendekati nisan Papa dan membersihkan nisan yang mulai nampak kusam dengan air yang kubawa. Sementara Kikan membantuku membersihkan nisan mama.
Selesai membersihkan, aku menabur bunga dan menyiram air di dua kuburan itu. Kemudian aku duduk di pinggiran. Menatap kedua nisan itu dengan penuh rasa sayang.
"Hai Ma, Pa. Tiga hari lagi Naya akan menikah,"kataku pelan. Kurasa Papa Mamaku akan sangat tidak setuju dengan pernikahan ini jika mereka berdua masih ada di dunia. Aku selalu ingat kata-kata mereka bahwa pernikahan adalah sesuatu yang sakral yang tidak bisa didasari oleh keuntungan. Tapi, kali ini aku melanggar pesan mereka. Aku melakukan pernikahan ini untuk menyelamatkan perusahaan Papa. Kuharap mereka berdua bisa mengerti situasiku.
"Maaf ya, Ma, Pa, Naya nggak bisa menjaga perusahaan Papa. Salah Naya karena sejak dulu Naya tidak mau belajar dan hanya bisa merengek manja."
Sial! Airmataku mulai menetes. Biasanya aku tidak akan menangis di depan makam kedua orang tuaku. Aku tidak ingin menunjukkan kesedihanku pada mereka. Tapi kali ini sepertinya kelenjar airmataku sedang tidak bisa diajak bekerja sama. Aku tertunduk di depan kedua makam orang tuaku. Aku malu sekali sebenarnya untuk menunjukkan diriku di depan mereka.
"Doakan Naya ya, Ma, Pa. Naya harap Alex bukan orang jahat yang hanya bisa menyakiti Naya,"bisikku lirih.
Advertisement
Kemudian aku larut dalam isakan tangisku. Aku masih enggan beranjak dan menghapus airmataku. Sampai akhirnya Kikan merangkul bahuku dan mengajakku meninggalkan tempat itu.
###
Akhirnya hari malapetaka itu tiba. Hari ini aku dan Alex menyelenggarakan pernikahan kami di salah satu villa di puncak. Tadi pagi sudah berlangsung upacara keagamaan yang membuatku merasa bersalah pada Tuhan karena aku mengucapkan janji suci bukan untuk cinta.
Dan sekarang ini aku dan Alex tengah bersiap-siap untuk resepsi pernikahan kami. Sebenarnya, sudah sejak tadi aku ingin sekali melepas kebaya ketat yang membalut tubuhku ini. Ribet! Kebaya warna turqoise ini sebenarnya indah, tapi asal tau saja ya, aku sampai harus diet hebat untuk bisa masuk ke kebaya ini. Dan lagi-lagi Alex berhasil membuatku untuk diet, tentunya diiringi dengan ancamannya yang sepertinya tidak main-main itu.
"Breath... You'll be fine,"kata Alex yang berdiri di sebelahku. Saat ini kami tengah bersiap-siap membuka pintu di depan kami yang langsung terhubung dengan kebun yang jadi tempat resepsi kami.
Alex menyodorkan lengannya padaku. Aku menatapnya sebal. Tidak ada pilihan lain selain menggandeng mesra tangannya. Inhale...exhale Naraya and you'll be fine.
Perlahan kami bersama membuka pintu dan kemudian terdengar tepukan tangan dan sorak sorai dari para tamu yang telah menunggu kami. Aku terpaksa tersenyum lebar yang seolah-olah menunjukkan kebahagiaanku. And, what's the best from garden party? You don't need to just sit in chair. Jadi aku nggak perlu terus terusan pasang senyum lebar.
But what's the worst from garden party? You need to blend with guests. Dan kain jarik ketat ini membuatku sulit melangkah.
"Jalan yang pelan, Lex! Gue sulit jalan!"bisikku ketika kami untuk sekian kalinya harus menghampiri tamu penting Alex. Ingatkan aku bahwa aku masih harus menyapa relasi bisnisku dan jajaran investor di perusahaanku. Membayangkannya saja sudah membuatku ingin pingsan.
"Bisa bahasanya diganti yang lebih halus? Lebih baik ditambah sapaan mesra juga,"bisik Alex di telingaku. Kalau saja beberapa tamu tidak sedang menatap kami kagum, mungkin aku akan langsung menginjak kakinya saat itu juga.
Dan setelah bergelut dengan kebaya ribet dan high heels killer ini, akhirnya kami selesai menyapa tamu-tamu penting. Untung ini private party, jadi undangannya terbatas.
"Wonderful acting!"puji Victor yang sudah berdiri di dekat kami.
"Yeah, seharusnya gue dapet oscar untuk akting gue yang benar-benar kelihatan pure ini,"komentarku. "and excuse me, kalau boleh gue mau menghampiri sahabat-sahabat gue. You two just enjoy the chat,"lanjutku sembari melepaskan genggaman tangan Alex dan menghampiri kedua sahabatku yang nampak berbincang di dekat meja minuman dengan Enzo dan Kevin.
"Wow! You look so georgeous, Nay!"puji Eve.
"So, kenapa lo berdua nggak gabung sama Alex dan Victor? Jadi gue bisa have a little time dengan sahabat gue?"usirku pada Enzo dan Kevin.
Enzo tertawa pelan. Tawanya terdengar begitu elegan. Memang, aku akui bahwa diantara keempat sahabat itu yang paling terlihat elegan adalah Enzo. Alex? Dari tampangnya saja sudah menunjukkan arogansi dan sok kuasa. Victor? Bulu-bulu halus yang tumbuh di bagian bawah wajahnya membuatku geli setiap melihatnya. Tapi, kata Eve justru itu yang membuat wanita terpukau dengan playboy kelas kakap satu itu. Kevin? Sebenarnya dia cukup oke kalau saja dia tidak lebay jika sedang pacaran dengan Eve. Kalau kudengar cerita dari Eve, Kevin terlalu posesif dan berlebihan.
"Hati-hati Nay dengan mulut lo yang tajam. Bisa-bisa nanti malam Alex harus memborgol lo biar lancar,"kata Kevin sebelum akhirnya dia dan Enzo menyingkir.
"Dasar gila!"umpatku.
"Hei! He's my boyfriend!"protes Eve tak terima.
"Diem deh Eve! Gue lagi nggak ingin membahas lo dan Kevin. Yang penting nanti malam lo berdua harus tolongin gue! Ajak gue ke tempat lain kek biar gue bisa menghindari Alex!"kataku memaksa.
"Sorry, Nay. Gue kayaknya nggak bisa deh. Nanti malam Kevin ngajakin gue ke satu tempat romantis. Mumpung kita lagi di puncak. Makan malam romantis gitu deh,"ucap Eve.
Aku melotot kepada Evelyn. Bisa-bisanya dia meninggalkanku sendirian dan asik dengan rencananya dan Kevin.
"Lo bisa bantu gue , Kan?"tanyaku beralih pada Kikan penuh harap.
Kikan meringis memamerkan deretan gigi putihnya. "Sorry, Nay. Enzo udah keburu bikin janji sama gue,"jawab Kikan.
What??? Bisa-bisanya kedua sahabatku ini meninggalkanku di dalam kandang singa bernama Alex.
"Ya ampun! Jahat banget sih lo berdua. Kalian tega nyerahin gue sama Alex???"
"Duh, jangan norak deh, Nay! Namanya orang udah nikah ya lanjutannya kawin alias manufacturing baby!"cetus Eve membuatku semakin cemberut.
"Gue kan masih betah perawan, Ev,"rengekku.
"Mau jadi perawan tua lo??? Udah bagus ada cowok hawt yang mau sama elo!"hardik Eve.
"Ih! Emang gue segitu nggak lakunya?"balasku kesal.
"Udah deh kalian berdua. Jangan malu-maluin!"hardik Kikan.
Dasar Evelyn! Dia sebenarnya temanku bukan sih? Rela banget dia mengorbankanku pada Alex.
"Hai, we meet again! Dan kali ini bertambah satu lagi wanita cantik,"sapa seseorang membuatku menoleh. Raka.
"Raka? Lo diundang juga?"tanyaku kaget. Perasaan aku tidak mencantumkan nama Raka dalam daftar undangan pernikahan. Mungkin Alex yang melakukannya.
Raka tidak menjawab pertanyaanku. "Well, pesta yang meriah, Nay. Tapi cukup sepi untuk sebuah pernikahan yang melibatkan pemilik dua perusahaan besar,"komentar Raka sambil mengedarkan pandangan ke pesta pernikahanku.
"Yeah...gue dan Alex cuma ngundang sedikit orang. Inti dari pernikahan kan bukan pestanya,"jawabku sekenanya.
"Yah, tapi dengan begini justru kalian berdua bisa tenang tanpa terganggu kehadiran media,"kata Raka.
"Lo sendirian, Ka?"tanya Kikan.
"Yah...gue terpaksa datang sendirian karena sepertinya stok wanita cantik di Jakarta sudah habis. Lo jadi pacarnay Enzo, Naya menikah dengan Alex, dan...,"Raka berbalik menatap Eve. "Kamu pasti Evelyn, model papan atas yang menjadi kekasih Kevin."
"Sayang sekali ya lo datang sendirian, Ka."
Aku terkejut dengan kehadiran Enzo tiba-tiba di sebelah Kikan dan langsung memeluk pinggang Kikan dengan posesif.
"Itu mungkin karena lo bajingan, Ka. Sehingga nggak ada satu pun wanita yang mau sama lo!"kata Alex yang tau-tau sudah berdiri di sampingku dan merangkulku erat-erat.
Ada apa dengan mereka? Setelah kedatangan Enzo dan Alex tiba-tiba saja atmosfer di antara kami berubah menjadi tegang. Aku bisa merasakan cengkeraman tangan Alex yang menguat di pinggangku.
"Kamu yang mengundang Raka, sayang?"tanya Alex membuatku tergagap dengan panggilan barunya untukku.
"Bukan. Aku pikir kamu,"jawabku.
"Relax. I got one!"kata Raka sambil menunjukkan undangan pernikahan yang terbatas itu.
"Cara kotor apa lagi yang lo pakai?"tanya Alex sinis.
"Well, sepertinya pertanyaan lo itu tanda buat gue untuk menyingkir. Sekali lagi selamat untuk pernikahan kalian berdua,"ucap Raka sebelum akhirnya pergi dari hadapan kami.
"Gue harap, lo jauh-jauh dari cowok itu!"desis Alex di telingaku.
Aku mengkerutkan keningku tak paham dengan maksud perkataannya. "Kenapa?"tanyaku.
"Pokoknya kalo gue bilang lo harus jauhin dia, itu berarti lo harus jauhin dia, Nay!"kali ini Alex sudah memerintahku dengan penuh penekanan.
Aku menatapnya tak mengerti. Meskipun masih penasaran dengan alasan dibalik perintah Alex, akhirnya aku hanya mengangguk mengiyakan perintah suami baruku itu.
###
Berkali-kali aku melirik jam dinding yang ada di kamar. Suara air dari kamar mandi semakin membuatku gugup dan takut jika sewaktu waktu Alex akan keluar dari kamar mandi. Aku mengacak-acak rambutku frustasi. Ugh! Aku benar-benar belum siap menghadapi Alex malam ini.
"Lho sanggulnya udah dilepas, Nay?"tanya Alex membuatku kaget. Aku terkesiap saat melihatnya bertelanjang dada dan hanya menggunakan boxershort. Badannya memang tidak sesempurna bintang L-men. Tapi cukup mengundang para wanita untuk mencari kenyamanan dalam dada bidang itu.
Hei! Hei! Aku mikir apaan sih!
"Nggak mandi?"tanya Alex lagi ketika aku masih saja terdiam.
"Oh-oh iya, gue mandi dulu!"cetusku segera berjalan ke kamar mandi.
"Nay! Bahasanya tolong diperhalus ya! Tolong lo-gue diganti aku-kamu karena kita udah menikah. Ngerti?"tanya Alex mengingatkanku.
Aku ingin muntah rasanya ketika lagi-lagi Alex menyuruhku menggunakan bahasa halus jika berbicara dengannya. Tapi aku hanya mengiyakan sekenaku dan berlalu ke kamar mandi.
Setelah membersihkan badanku, aku justru malah menatap diriku di cermin wastafel lama-lama. Belum siap untuk mengumpankan diriku ke buaya yang ada di luar. Aku terdiam cukup lama, sampai akhirnya aku memutuskan untuk menelepon Kikan. Mungkin dia masih bisa membantuku kalau aku memaksanya.
"Kikan! Please bantu gue, Kan!"mohonku begitu suara nada sambung menghilang.
"Hhhh... Maafhh Nayh...guehhh...,"suara Kikan terdengar aneh. Apa dia dalam bahaya? Kok suaranya kayak ngos-ngosan begitu?
"Hei Kikan! Kikan! Lo nggak apa-apa kan?"tanyaku panik.
"Ngggahh apah-apah kokh! Aaarrrggghhh!"teriakan Kikan terdengar mengerikan di telingaku.
"Kikan! Kikan! Jawab gue sekarang lo dimana???"tanyaku semakin tak sabar.
"Enzohh! Pelan-pelanh!"
Hahh?? Enzo?
Kalau memang ada Enzo , pasti cowok itu akan menolong Kikan kan kalau sahabatnya itu dalam bahaya? Kok malah disuruh pelan-pelan?
"Kikan? Ada Enzo disitu? Lo emang lagi ngapain?"tanyaku ragu-ragu.
Bukannya menjawab pertanyaanku, Kikan justru lagi-lagi mengerang dan nenyebutkan nama Enzo.
"Nay! Besok pagi aja deh lo telepon lagi! Ganggu aja lo!"kali ini suara Enzo yang terdengar. Sepertinya handphone Kikan direbut oleh Enzo dan secara sepihak cowok itu juga memutuskan sambungan.
Aku menatap jengkel ponselku. Aku tidak mencoba menelepon Eve karena aku tau itu akan percuma! Kalau sudah ada Kevin, Eve akan melupakan bahwa di dunia ini urusannya tidak hanya seputar Kevin!
Tuhan... tolong aku, please.
Akhirnya aku hanya bisa mengambil nafas panjang dan meraih handle pintu. Aku benar-benar hanya bisa memohon agar buaya yang menungguku di luar sana sudah tidur. Yah...mudah-mudahan saja.
####
Advertisement
Transnational romance-Rainbow's adventure in Thailand
Rainbow, a Chinese girl , went to work in City S where her parents are located after graduation. Her work and life were plain and simple. Until the company sent her to work in Thailand, everything changed. Her life became colorful, especially when she met him in Bangkok who was two years younger than her, Mike, handsome and cool.Mike, a Chinese-Thai mixed race, working hard for his dream in Bangkok. He done several jobs, not only a band guitarist, but also a waiter for various shops such as a musical instrument shop, and also a photographer and designer. He arranged his life to the full.The two met unexpectedly in a mall in Thailand, blaming each other, making fun of each other...but then they met each other inadvertently and entangled each other. They both have grown to loving and supporting each other, everything goes smoothly. Until "he" and "she" appears, how will they choose? Will they become each other's past or each other's end on the journey of life?
8 135The Factory
I'm trying to tell a story here also Life only have true meaning seconds before death. Note: I am writing this "novel" for me and the other people which is probably a few that like this style True Genres: Humorous Fiction, Absurdist fiction, Dark comedy
8 141Witch of Andania
Laura Alexandra Muriel is the willful 16-year-old crown princess of the island kingdom of Andania. Endowed with breathtaking beauty and well-versed in both the twin arts of magic and the zither, she’s the gem of the imperial family. However, the golden age of Andania is long past and the weakened nation is besieged by the northern protectorate of Vaishya and threatened by the southern slave empire of Saadian. As the flames of war ignite throughout the world and Andania teeters on the brink of destruction, the nation’s survival demands the ultimate sacrifice from one to save the many. A civilization with two opposing systems of magic. Ancient Magic: Wielded only by Andanian witches, emphasizes innate Talent and self-sacrifice for higher magic (Talismans, Song). New Creation Magic: Preferred by the high gods & the rest of the world, requires sacrificing the life energy and blood of others for higher magic (Spells, Incantations & countless other forms). A world with two antagonistic superpowers and an island nation forced to the brink of extinction. Protectorate of Vaishya: The world’s largest trading union. Calcutta, the capital is the wealthiest city on earth, and ruled by the benevolent Zimran royal family, who seeks to establish a trading monopoly on unique Andanian magic. Empire of Saadian: The world’s mightiest slave empire. Riyadh, the capital is the grandest city on earth, built on the backs of countless slaves, and ruled by the Immortal Emperor Xerxes, who seeks exclusive rights to the immense military potential of unique Andanian magic. Andania: In its golden age, its unrivalled magical wares were famous throughout the known world. Magical artifacts with unimaginable power, flying fleets of steel, and enchantments that rivaled the divine blessings of gods. But today. An aged powerless king clings on to power with his two young daughters, the last of the ancient witches of Andania. And as the fleets of both Vaishya & Saadian crest the horizon, the survival of the nation is threatened as never before. And two princesses that simply wanted to spend a happy childhood together in peace. Laura Alexandra Muriel: The willful & stubborn elder sister and The Witch of Andania, the title granted to the most accomplished witch of her generation. Her sworn duty, to sacrifice even her very life, to ensure the safety of her people. Her greatest love and lifelong competitor, her dearest younger twin sister. Lily Alexandra Muriel: The kind & supportive younger sister and the undisputed genius in the zither and song. Her only wish, to live in peace and quiet with her elder twin. Her curse, a power that could doom an empire to desolation. What’s the worst that could happen? A forbidden Tower, that can grant any wish. A forgotten Species, resides within the darkest depths of the seas. An ancient Serpent, plots to usurp the remnants of the high gods. Powerful witches, desperate wishes, lost memories. Immortal emperor, devious archmages, blood sacrifice. High gods, undead diviners, hidden costs. Will the mortal witches finally triumph? Will the Immortal rule the world? Will the gods survive the serpent’s schemes? And what about that cute fluffy kitten? Will she ever have her heart’s desire? Tags: Fantasy, Action, Tragedy, Romance, Comedy, Adventure, Strategy, Magic
8 229Her Happy Place
Her Happy Place is an ink-dripped space.I had no one but my words.These are the thoughts I told no one.How to deal with losing your parents.Becoming an orphan.Talking through the pain.
8 164Mated to a Bad Boy
Roxie is a headstrong, independent young woman with a bit of a temper, but when her parents bring her to meet the sons of the Blood Moon pack in hopes she would be mates with Bentley, they never expected her to find her mate in the bad boy son and known womanizer, Hunter Sinclair. Will their mate bond prove true or will he continue his playboy ways and make Roxie's life miserable?
8 174Loving Min Yoongi: How To Love Him
Alexis was pinned between the wall and Yoongi's body. His hand splayed on the wall above her head while his other hand pressed against her lower back. He rested his forehead against hers. In a low husky voice he said, "Set me free" . . . .In the world of Idols, they only show you want they want you to see. No matter how long you have followed them, there is always a level of mystery. Some want the money, some want the fame. Yoongi thought he had it all when it came to the fame and money, but what he really wanted was what no one could give him, aside from his 6 brothers. Understanding and love. No one knew what it would take to love him. He wasn't even sure he believed in love. Then Alexis came along and changed everything . . . . . . .Copyright © 2NunasNamjoon_ing ([email protected])
8 196