《Yes! Mr. Husband [Season 2]》4. Four
Advertisement
"Ini pasti gara-gara kamu ngasih izinnya nggak ikhlas!"
"Ini pasti gara-gara kamu yang doain nggak baik!"
"Ini pasti karena kamu pura-pura ngasih izin aja kan?"
Pak Arkan menghela nafasnya, dirinya sudah rela tidak berangkat kerja, merubah jadwal-jadwal pertemuannya dengan para client, minta digantikan oleh Dosen lain di salah satu jadwal kelasnya, hanya demi menemani sang istri war tiket konser saingannya.
Tetapi ketika sang kuasa tidak merestui Shella bertemu Jaemin, tetap saja ia yang disalahkan.
"Tadi tuh Shella lupa kan kalo udah jam 10, Shella tinggal ke dapur doang karena masih loading, pas Shella balik lagi teketnya udah abis." istrinya bercerita sambil mewek, wajah yang banjir air mata, rambut acak-acakan seperti gembel.
"Jangankan ditinggal ke dapur, ditinggal tarik nafas aja udah abis itu tiket," sahutnya.
Pak Arkan menjauh, memilih duduk didepan meja rias istrinya, daripada terus-terusan menjadi sasaran empuk Shella untuk ditimpuk pakai bantal.
"Ini kamu nggak bisa apa telfonin staf SM apa?"
"Ngapain? Nanyain info loker?" Pak Arkan balik bertanya membuat Shella mendengus.
"Kalo nggak staf SM ya langsung ke Nyai Sooman gitu."
"Dikira aku Grapari, punya nomer orang seluruh dunia dan seisinya," gerutu Pak Arkan.
"Seenggaknya tambahin satu bangku gitu buat Shella, atau Shella bawa bangku sendiri juga nggak papa. Atau nggak kasih tiket VVIP yang duduknya di pangkuan Jaemin gitu."
"Di pangkuan sang maha kuasa adanya," timpal Pak Arkan, membuat satu-satunya bantal yang masih tersisa di kasur, melayang menyusul nasib bantal-bantal lainnya.
"Kamu kenapa sih? Nggak tau apa kalo istrinya lagi sedih?"
"Kalo tau bakal seketat ini war nya, tadi Shella pelototin itu web dari satu jam sebelum mulai."
Pak Arkan mengedikkan bahunya, "ya, gimana? Nasi udah jadi bubur. Tinggal tambahin kecap asin sama suwir ayam, jadi deh bubur ayam."
Mungkin lucu, tetapi karena situasinya sedang tidak tepat, Shella justru semakin bad mood mendengar jawaban suaminya.
"Kamu kalo sebenernya sayang duit, bilang aja dari awal, sayang."
"Jangan bikin Shella berharap."
"Kapan sih aku nggak ngasih izin kamu buat lakuin apapun yang kamu mau?" Tanya Pak Arkan, membuat Shella berhenti menangis.
"Waktu hamil El, kamu ngidam fansign sama Jaeman aja aku jabanin kan?"
"Coba sana kamu cari, mana ada suami yang segitunya ngedukung hobi istrinya. Mana hobi kamu tuh mahal, sekali fansign aja seharga renovasi rumah. Belum lagi kebutuhan album-album kamu yang hampir tiap bulan, skincare nggak mau yang abal-abal, tiap mau pergi, minta baju baru, ka---"
"MAAF, HUAAAAAAAAA." Shella berlari menghampiri Pak Arkan dan langsung memeluknya erat-erat.
"Iya, maafin Shella. Shella tau kalo selama ini udah banyak nuntut kamu."
"Yang tadi bukan salah kamu kok, tapi emang belum rezeki Shella aja."
Pak Arkan diam untuk beberapa saat, membuat tangis Shella semakin kencang. "Maafin," lirihnya.
Pak Arkan menghela nafasnya, membalas pelukan sang istri dan mengusap-usap bahunya yang masih naik-turun karena sesenggukan. "Iya."
Advertisement
"T-tapi nanti, kalo Jaemin ada konser di Indo, Shella harus nonton yaaa."
Pak Arkan mengangguk, "iya, nanti aku daftarin jadi panitianya sekalian."
"Nggak mau, nanti Shella sibuk, nggak sempet mandangin wajah Jaemin."
"Yaudah, ntar kamu jadi tukang make-up nya aja."
"Nggak mau juga, takut insecure sama Jaemin."
"Yaudah terserah kamu mau jadi apa, yang penting kamu seneng, selagi aku bisa, pasti bakal aku turutin."
Shella melepas pelukannya, beralih memandangi wajah suaminya yang semakin tua justru semakin tampan. "Sekarang belum dikasih kesempatan buat mandangin wajah Jaemin, tapi Shella masih bisa mandangin wajah suami Shella yang nggak kalah cakep."
"Makasih ya, sayang, selalu support kesenangan Shella, nggak pernah marah, dan selalu sabar ngadepin Shella."
"Harusnya Shella kalo mau ngeluh tuh malu, udah dikasih yang se-perfect kamu masa masih kurang."
Pak Arkan menyunggingkan senyumnya, "dan kamu juga harus tau, terkadang hidup yang seringkali kamu keluhkan, adalah hidup yang orang lain inginkan."
"Jadi, daripada kamu buang-buang waktu buat ngeluh, mending perbanyakin bersyukur aja."
Shella mengangguk-anggukan kepalanya, "siap, captain!"
Ponsel Shella berdering, terdapat panggilan video call dari Lita. Tidak peduli pada keadaanya yang saat ini lebih mirip gembel, perempuan itu langsung saja menerima panggilannya tanpa pikir panjang.
"Waanjiiiirrrr, gembel dari pengkolan mana ini?" tanya Lita kemudian tertawa puas.
"Ya Allah, Shella, jelek bener lo," sahut Arvin di sebelahnya.
"Diem lo."
"Kaga dapet tiket lo, Mbel?"
"Enggak. Lo dapet?"
"Dapet hikmahnya."
"Yang bener?"
"Dapet izin aja enggak, ngapain gue ikutan war? Nambahin kerjaan jantung gue aja."
"Harusnya lo war dulu, izin mah belakangan."
"Sembarangan," sahut Pak Arkan dan langsung menarik telinga istrinya.
"Dimana-mana tuh izin suami paling penting, mana ada izin jadi belakangan."
"Tuh, dengeriin, Nyaiii."
"Gue aja yang udah ada izin, tetep nggak dapet."
"Pak Arkan nggak ikhlas kali ngasih izinnya."
"Berbicara tanpa bukti, fitnah namanya." Pak Arkan menatap Arvin dengan mata memicing.
Bisa gawat kalau Shella kemakan omongan laki-laki itu.
"Yeeuuu, saya cuma menilai Bapak dari raut-raut muka aja, Pak."
"Cukup malaikat raqib atid saja yang mencatat amal baik saya, cangkemmu ndak usah ikut-ikutan."
"Ayooook, El pulang bareng Tamara aja. Tamara nggak nakal seperti El kok," ajak Tamara, entah yang keberapa kalinya.
"Tidak mau, El mau tunggu Ayah sajaa," tolak bocah laki-laki itu. El semakin mengeratkan pegangan tangannya pada tali tas punggung yang ia kenakan.
"El pulang sama Onty aja, yaa. Nanti biar Onty kabarin Ayah sama Bundanya El," bujuk Della dengan nada yang lebih lembut, dibandingkan anaknya.
"Tidak mau! Ayah El pasti jemput kok." Bocah itu sama sekali tak mau menatap Tamara maupun Onty nya.
"El kalo lama-lama disitu, nanti diculik loh." Tamara berusaha untuk menakut-nakuti.
"Tidak, nanti El menunggunya sama Pak Sapam."
Advertisement
Gabriel berjalan meninggalkan halte, lebih memilih untuk mendekati pos satpam, daripada terus-terusan dipaksa oleh Tamara dan juga ibunya.
Kalau bocah itu sudah bilang tidak, ya tidak.
Tidak mempan untuk dibujuk, selain oleh Ayah dan Bundanya sendiri.
Satu jam lebih ia menunggu kedatangan Ayahnya, untungnya Pak Satpam baik, dan juga ada Guru kelasnya yang datang menghampiri.
Setidaknya ia tidak celingak-celinguk sendirian seperti anak hilang.
Setelah Pak Arkan datang, laki-laki itu sedikit bercakap-cakap dengan Bu Gurunya. Sebelum akhirnya El berteriak dari dalam mobil, meminta untuk cepat-cepat pulang.
Sebagai ganti setelah menunggu lebih dari satu jam, anak sulungnya meminta makan di luar.
Pak Arkan menurut saja, daripada anaknya kenapa-kenapa karena kelaparan.
Bisa-bisa ia di cut off oleh Shella.
Mengajak anaknya makan siang di luar, menghindari diri agar tidak di cut off oleh Shella, berujung sia-sia.
Nyatanya ibu dari dua anak itu tetap saja ngomel-ngomel tidak ada hentinya.
Selain karena suami dan anaknya makan di luar tanpa mengajak dirinya, Shella juga kesal karena El keceplosan bilang Ayahnya lama mengobrol dengan Bu Guru Heni.
Shella tetaplah Shella, si pencemburu.
"Aku cuma ngobrol biasa, Shell, nggak bahas adat nikah kok." Pak Arkan berujar dengan santainya.
"Udah telat jemput anaknya, malah dilama-lamain buat ngobrol sama Gurunya."
"Bu Heni cantik?" Tanya Shella.
"Cantik, Bu Heni tinggi, putih seperti Om Lonjwin," balas El tanpa pikir panjang.
Pak Arkan menghela nafasnya, "harusnya tadi briefing dulu sama anak," batinnya.
"Pantes aja Ayah kamu betah ngobrol sama dia." Shella melipat kedua tangannya didepan dada.
"Tapi Bunda juga cantikkk," sahut Al, bocah itu masih anteng dengan tontonan Rara dan Nusa nya.
"Bunda pasti lebih cantik dari Bu Guru Heni nya Abang, jadi tidak boleh in-- in-- ineskur, enggg-- apa Ayah?" Tanya Al pada Ayahnya.
"Insecure," balas Ayahnya.
"Nah, seperti itu, Bunda."
Shella tersenyum tipis pada anaknya, lalu kembali melempar tatapan tajam pada sang suami.
"Hari ini tidak ada tugas rumah, Bunda, jadi Al belajar apa?" Tanya Al.
"Belajar ikhlas."
Perang dingin terjadi di rumah keluarga Dirgantara, hanya celotehan anak-anak yang bersahutan di sana sini, sedangkan kedua orangnya tetap bertahan pada aksi mogok ngomongnya.
Selesai makan malam, Pak Arkan langsung ke ruangan kerjanya. Sekitar dua jam menyelesaikan pekerjaannya, kemudian berniat ke kamar untuk tidur sekalian menyelesaikannya prahara rumah tangganya dengan Shella.
Namun rencananya gagal total, karena pintu kamar yang dikunci dari dalam.
Ia menghela nafasnya, tidak ada niatan untuk meminta Shella membukanya ataupun menggedor-gedor pintunya.
Pak Arkan balik kanan, memutuskan untuk tidur di sofa ruang tengah.
"Sabar, Arkan, namanya juga anak-anak."
Pukul 03.15 Shella terbangun karena merasa haus, tidak ada air di meja nakasnya. Biasanya Pak Arkan yang akan menyiapkannya sebelum tidur.
Mau tidak mau Shella harus mengambilnya di dapur.
Saat melewati ruang tengah, ia melihat suaminya yang tidur di sofa dengan posisi yang sepertinya tidak nyaman.
Ia sedikit kasihan.
Ingat, hanya sedikit.
Shella memutuskan untuk mendekati suaminya, menatap wajah polosnya saat tertidur, seperti tidak ada noda-noda dosa disana.
Padahal, aslinya bertumpukan, menggunung seperti tugas para Mahasiswa.
"Nyari apa?"
Shella tersentak mendengar pertanyaan suaminya, apalagi suara serak khas bangun tidurnya yang membuat jantungnya semakin kejedak kejeduk kejedak kejeduk.
Ia mengerjap-erjapkan kedua matanya, lalu mengalihkan pandangannya.
"Nyari apa?" Ulang suaminya.
"Nyari perhatian," balasnya ketus. Shella balik badan, berniat melanjutkan niatnya ke dapur.
Pak Arkan merubah posisinya menjadi duduk dan langsung menarik pergelangan tangan istrinya.
"Kenapa sih, Shell? Masih marah?"
"Aku ngobrol sama Gurunya El cuma buat bilang makasih, karena dia udah nemenin El di pos satpam, nggak lebih."
"Kamu juga selama jadi istri aku, nggak pernah dilarang buat nggak bicara sama lawan jenis kan?"
"Aku bebasin kamu, mau berteman sama siapa aja, deket sama siapa aja, selagi masih dalam batas wajar."
"Sama halnya kaya kamu suka Jaeman, muji-muji dia, prioritasin dia--"
"Enggak, prioritas aku tetep kamu sama anak-anak," potong Shella.
"Ya, intinya gitu." Pak Arkan mengedikan bahunya.
Hening untuk beberapa saat, baik Shella maupun Pak Arkan tidak ada yang buka suara.
"Ya udah, Shella minta maaf."
Pak Arkan mendongak, mengernyit heran, "gimana?" Tanyanya.
"Shella minta maaf," ulang Shella.
Bukan Pak Arkan tidak dengar, hanya saja ia merasa aneh mendengar penuturan maaf dari istrinya.
Jarang sekali perempuan itu mau mengalah dan minta maaf duluan.
"Minta maaf karena apa?"
"Ya, karena Shella udah kekanakan, berlebihan, kurang dewasa, kurang bersyukur juga."
"Umur Shella udah kepala 3, tapi pemikiran belum ada dewasa-dewasanya. Nggak pernah bersyukur dikasih suami kaya kamu, yang jarang marah, jarang nuntut ini-itu, dan nggak pernah protes sekalipun istrinya heboh sendiri ngeliatin bujang Korea."
Shella memberanikan diri untuk menatap suaminya, "maaf ya, Shella masih belum bisa berpikiran dewasa, di umur yang udah segini."
Pak Arkan mengangguk dan tersenyum tipis, "umur itu cuma angka, dan jadi dewasa itu bukan cuma tentang umur."
"Tapi tentang bagaimana cara kita berkomentar tanpa mengurangi rasa hormat. Tentang bagaimana kita bisa lebih dan saling menghargai kesenangan orang lain, sekalipun kita nggak suka sama itu."
"Kenapa aku nggak pernah protes kesenangan kamu sama bujang-bujang Korea? Ya, karena aku nggak pernah tau, seberapa penting mereka buat kamu. Karena, kadang sesuatu yang kita pandang sebelah mata, bisa jadi sangat berharga untuk orang itu."
Shella tidak dapat menahan rasa harunya, ia langsung saja menubruk dada bidang Pak Arkan, memeluknya erat-erat.
"Makasih ya, sayang, makasih banyak-banyak. Pokoknya lope-lope sekeboonn, sekalian sama tukang kebonnya."
"Ngapain peluk-peluk? Emangnya aku udah maafin?" Tanya Pak Arkan meledek.
"Emang beluuuuuummmmm???" Protes Shella tak terima.
Pak Arkan menggeleng-gelengkan kepalanya.
Shella melepas pelukannya, menegakkan duduknya, bersiap mengeluarkan jurus manjalita agar mendapat maaf dari suaminya.
"Sayaaaang, Shella minta maaf yaaaaaaa."
Pak Arkan menautkan kedua alisnya, berlagak seolah-olah sedang berfikir keras.
"Ya, sayang yaa, Shella minta maaf," rengek Shella sambil menarik-narik ujung kaos suaminya.
"Bisa download aplikasi My Maaf dulu ya, Kak."
Advertisement
-
The Doomed Duke's Healer
When her young brother's tragic accident awakens both horrifying visions of her older self and a near-miraculous healing power, Lianna Milliard, daughter of Count Milliard, finds out the hard way that her visions are not just fantasy. The devious Duke Brendwald seeks to make her his mistress and take over her family's county, but Lianna is desperate to try anything to change the horrible future she's seen for both herself and her family. But will trying to reach out to Brendwald's doomed rival really change her fate? Or could it lead to a path she never imagined?Follow this original novel as Lianna fights against fate, finds love where she never thought possible, and unravels a mystery to her world that she never knew could exist. This story has some scenes which may be graphic in nature. Content warnings will be given at the beginning of sections that have possibly graphic content. Read those sections at the reader's discretion. [Updates will return soon! (note posted 5/13/2022)]
8 116 -
The Beast's Love
***The full version of this story will be pulled from Wattpad on Aug 6th. You will then find it on Dreame under the name, Her Forever. Author Name Veronica Fox***Sadie is a 19 year old innocent girl with very few friends. She longed for a love of her own and a new life other than in the small town she lived in. Once her Aunt Maria died she goes to a cabin that she inherited to find a new life. Not only does she find a new life, a mate and a whole supernatural world, she finds herself. No longer innocent and naive she becomes a kick-ass strong heroine destined to save a kingdom and realm she never knew. She is able to tame the wildest beasts, such as her mate, Alpha Seth of the Warrior Pack. He is ruthless, cut throat and covered in tattoos. No one dares steps in his path, but sweet Sadie calms him and he knew one thing. He wanted her and make her scream his name. *Book one of the Bergarian Series**Warning for strong language. *Mature Scenes
8 211 -
I Am Nothing More Than A Mere God, Who Met a Human Woman While Searching For Peaceful Place
Name of Novel - I Am Nothing More Than A Mere God, Who Met a Human Woman While Searching For Peaceful Place This story revolve around Aoi Kichiro, A god. He had lost his title and now he is searching for a peaceful place to rest while enjoying his reaming life before he fade away Call it fate or bad luck, He met a high school girl and at that first meeting, she mistook a god as a pervert. who wander around town searching for high school girls. Thus story begin Genre -> Comedy, ( a little ) Romance, Overpowered To Weak, ( Kinda ) Isekai( A Person to Another World), Tragedy, War of Gods, Very Slow Updates On Novel!
8 270 -
Her Seduction | ✔
• N O T A F A N F I C T I O N •The things I do are not for pleasure or entertainment. I do them for the sake of revenge. I seduce Vampires, drink their blood, take their money and leave them in an uncomfortable situation. Of course I can drink their blood, as long as they are not an original, a Pureblood. Purebloods are very dangerous, very strong and very beautiful. They are the ones first born and cannot be killed. They can kill anything, even normal Vampires, with just one finger of theirs. Their blood is extremely dangerous to normal Vampires, it can kill us starting from the inside and finishing on the outside. That's what I was taught. So one night, when a beautiful, supposed-to-be Vampire caught my eyes, I decided to make him my prey. But catching his attention was the biggest mistake I've ever done. Bad move.He was a Pureblood. ~ ✧ ~ ✧ ~ ✧ ~ ✧ ~WARNING: I WROTE THIS STORY WHEN I WAS 14/15! THIS WAS MY FIRST STORY ON WATTPAD SO IT WILL BE VERY CRINGE! IF YOU WANT TO READ IT, READ IT, BUT DON'T COMPLAIN! © Copyright EXOtic_Devil, 2014. All Rights Reserved.
8 155 -
Sexting a Stranger [h.s.]
"Daddy? I think you got the wrong number there, babe (; xx."((Harry Styles Fanfic))
8 105 -
The Next Day-- Tobi x Deidara (TobiDei/ DeiTobi) (A Naruto fan fiction)
Tobi lost all of his clan in what appears to have been a murder spree- the murderer was never caught. What's stranger is that he seems to have lost all of his memories, his only recollection being his own identity. Is that really who he is, though?When he transfers to Konoha High and moves into the biggest city in his country, he meets Deidara, an arrogant boy that doesn't care for Tobi in the slightest. They get closer, but during an outing with friends he meets someone who claims that Tobi's real name is Obito.With mysteries at hand about who killed his clan and who he really is plus his eventful adventures with his friends, Tobi tries to settle in Konoha city and figure out who he truly is.(First fanfic >/////<>------(EDIT From like 2 years later- this story isn't very good. It has some Nice Gay™ but there are plot holes and the sentences are choppy lol. I might go back and edit everything, maybe even rewrite it- who knows. But just know this isn't the best story out there!)
8 96