《Yes! Mr. Husband [Season 2]》3. Three

Advertisement

"Kamu banyak yah nyimpen foto cowok-cowok kaya gitu?" tanya Pak Arkan sambil melirik foto Jeno yang tadi Shella tunjukkan.

"Cowok kaya gitu gimana?"

"Ya, buka-buka baju gitu."

Shella menggeleng, "enggak banyak kok, paling ada sepuluh," balasnya santai.

"Sepuluh kamu bilang paling?"

"Emang kenapa? Itu kan termasuk rezeki Tuhan yang nggak selamanya berbentuk uang, sayang."

Pak Arkan menempelkan telapak tangannya di dahi Shella, "istighfar coba," perintahnya.

"Astaghfirullah'aladzim, udah."

"Foto-foto kaya gitu tuh pantesnya dinikmati para jomblowan-jomblowati. Kamu kan udah punya suami, jadi liat versi live nya aja."

Shella memalingkan wajahnya, "males ah, punya suami sendiri kalo mau ngasih liat roti sobek banyak syaratnya. Punya Jeno kan dikasih liat dengan sukarela, jadi harus dinikmati."

"Jaeman ada?" Tanya Pak Arkan.

"Ada, kenapa? Mau liat?"

"Nggak, nanya aja." Pak Arkan langsung merebahkan tubuhnya, menarik selimut sebatas dada dan memunggunginya Shella.

"Kamu takut insecure yah?" Ledek Shella sembari menoel-noel punggung suaminya.

"Insecure sama Jaeman?"

"Iyalah."

"Nggak mungkin lah."

"Yang bener, deck??" Shella mengintip wajah suaminya dengan posisi hampir jungkir balik.

Pak Arkan yang kaget, reflek mendorong wajah Shella dengan telapak tangannya. "Kaget, Shella," omelnya.

"Sakiiiitt iihhh, kaderete ini namanya." Shella mengusap-usap wajahnya sendiri.

"Ya lagian, kamu tiba-tiba nongol kaya jelangkung, mana pas banget depan muka lagi."

"Liat muka istri sendiri aja kaget," gerutu Shella. Perempuan itu turun dari kasur, berjalan dengan kedua kaki yang dihentak-hentakkan.

"Mau kemana?" Tanya suaminya.

"Tidur sama anak-anak," balasnya ketus.

Pak Arkan menghela nafasnya begitu pintu kamar ditutup dengan sedikit bantingan. Ia tidak berniat menyusul Shella ke kamar anak-anak, biarlah perempuan itu mendinginkannya isi kepalanya dulu.

"Sabar Arkan, umur segitu emang lagi lucu-lucunya," ujarnya sembari mengusap-usap dadanya sendiri.

•••

"Semalem Bunda tidur di kamar El?" Tanya El di meja makan.

"Iya, emang El nggak kerasa?" Shella balik bertanya, sembari mengambilkan sarapan untuk anak-anaknya.

"El baru kerasa tadi pagi pas bangun."

"Bunda kenapa tidak tidur sama Ayah?" Kali ini si bungsu buka suara.

Advertisement

"Bunda bosen sama Ayah," balas Shella membuat Pak Arkan melotot tajam.

"Shella, kalo ngomong nggak pake filter," tegur suaminya.

"Lagian Ayah kalian jahat, masa semalem muka Bunda di tampol." Shella mengadu pada kedua anaknya, sedikit dilebih-lebihkan agar mendapat belas kasian.

"Ayah!!" Teriak El dan Al kompak.

"Ayah tidak boleh jahatin Bunda!" El menatap tajam Ayahnya.

"Betul," sahut Al.

"Ayah tidak boleh tampol-tampol muka Bunda."

"Betul, betul."

"Ayah tidak boleh bikin Bunda sedih."

"Betul, betul, betul."

El menoleh pada adiknya, "Al kenapa seperti Ipin?" Tanyanya.

Al mengedikan bahunya, "tidak tahu, Al ikut-ikut Abang saja," balasnya.

Pak Arkan menghela nafasnya, "Ayah nggak jahat--"

"Ssstttt," Al memotong perkataan Ayahnya. "Ayah tidak boleh begitu, kata Bu Guru, kalau kita salah harusnya meminta maaf, jangan tidak mengaku," ujarnya sebelum sang Ayah mengelak.

El mengangguk antusias, "kata Bu Guru El juga begitu, katanya kita harus belajar dari kesalahan."

"Kalo Ayah nggak salah, Ayah harus belajar dari apa?" Tanya Pak Arkan.

"Kenapa Ayah tidak mau mengaku? Ayah kan salah."

"Ayah nggak salah, Bundamu aja yang baperan." Pak Arkan melirik Shella yang tengah tersenyum puas karena El dan al berada di pihaknya.

"Ayah jangan gituuu," omel El.

"Betuull, kalo Ayah begitu, nanti Bundanya buat Papi Jaemin sajaaa," sahut Al membuat Pak Arkan memutar bola matanya malas.

"Mana mau Papi Jaeminmu itu ngurusin Bunda yang baperan."

"Mauuuu, Papi Jaemin kan baik hatiii, tidak pernah marah-marah."

"Papi Jaeminmu itu kerja 24 jam, ketemu banyak cewek-cewek cantik manjalita di tempat kerja. Yang ada Bundamu ngambek seumur hidup karena nggak diperhatiin."

Mendengar penuturan Ayahnya, sontak Al menoleh pada sang Bunda yang tengah makan. "Papi Jaemin ceweknya banyak, Nda?" Tanyanya dengan tampang polos.

Shella buru-buru menelan makanan di dalam mulutnya, "enggak kok, Bunda doang. Papi Jaemin kan setia."

"Kamu berbohong, anakmu pun percaya." Pak Arkan menyanyikan sebait lagu yang liriknya ia ganti sendiri. Setelahnya ia langsung berdiri, bersiap meninggalkan meja makan.

Advertisement

"Ayah udah selesai sarapannya, kalian mau berangkat bareng, nggak?" Tanyanya pada El dan juga Al.

"Tunggu, Ayaaaaahhh, Al baru saja makan," protes si bungsu.

"Salah siapa dari tadi ngoceh mulu."

"Salah Ayah lahh."

Pak Arkan tak berniat menyahuti perkataan anaknya lagi, mereka kalau sudah di pihak Shella, bakal susah diajak pindah haluan.

Baru saja tiga langkah menjauhi meja makan, suara si bungsu kembali menggema di ruang makan.

"AYAAAAAHHH!!"

"Apa lagi? Ayah mau siap-siap di kamar." Pak Arkan berusaha untuk tetap slay dan tidak keras pada anaknya.

"Ayah belum minta maaf sama Bunda." Al melipat kedua tangannya didepan dada.

"Nanti, kalo inget."

"AYAAAAAAAHHHHHHHH!!" Kali ini kedua anaknya kompak berteriak. Membuatnya mau tidak mau harus kembali ke meja makan dan berdiri di sebelah sang istri.

"Bunda, Ayah minta maaf ya. Semalem Ayah nggak sengaja nampol muka Bunda yang paling cantik ini, gara-gara Ayah kaget tiba-tiba Bunda nongol gitu aja." Pak Arkan berujar dengan senyum manis yang menghiasi wajahnya, posisinya sedikit membungkuk agar dapat melihat wajah Shella yang blushing karena ditatap sedekat itu.

"Jawab, Bundaa." Al menggoyang-goyangkan lengan Bundanya.

Shella meletakkan sendoknya, mendongak, mensejajarkan wajahnya dengan Pak Arkan, lalu balas tersenyum manis. "Okey, Bunda maafin. Bunda juga minta maaf ya, karena semalem nggak bobo bareng sama Ayah."

Pak Arkan ikut salting mendengar nada bicara Shella yang kelewat lembut, dan panggilan Ayah-Bunda yang membuatnya geli. "Nggak papa, Ayah kan udah gede, berani bobo sendiri."

"Yaudah, nanti malem bobo sendiri lagi yaa."

"Enak aja." Pak Arkan reflek menyentil bibir istrinya. Hal itu sontak membuat kedua anaknya melotot dan siap mengeluarkan suara emasnya lagi.

"Nggak, nggak, nggak, Ayah bercanda doang. Tadi nyentilnya pelan-pelan kok, iya kan, Bunda?" Pak Arkan buru-buru mengusap-usap bibir Shella sebelum anak-anaknya kembali mereog.

Shella mengangguk, "iya, Ayah kan sayang sama Bunda."

"He'em."

"Sayang nggak?" Tanya Shella.

"Sayang dong," balas Pak Arkan, kemudian mengecup singkat sebelah pipi Shella.

"Lebih sayang Bunda atau sayang duitnya?"

"Jebakan Batman jilid keberapa lagi ini?" Tanya Pak Arkan dalam hati.

Firasatnya sudah tidak enak kalau Shella sudah bawa-bawa duit dalam topik pembicaraan mereka.

"Sayang Bunda dong."

"Kalo sayang Bunda, berarti besok mau bantu Bunda war tiket konsernya Jaemin dong?" Shella mengalungkan kedua tangannya di leher Pak Arkan.

"Konser? Berapa duit?"

"Buat seat depan nggak sampe 4 juta kok," balasnya enteng.

"Konsernya dimana?"

"Di Korea Selatan."

"Di Korea?" Tanya Pak Arkan kaget.

"Iya, di Korea, masa di Nganjuk."

Shella menangkup wajah suaminya, memaksanya agar hanya fokus pada dirinya saja saat ini. "Yaa, sayang yaaaa, paling-paling cuma 3 juta kok."

"3 juta tiketnya doang, kamu ke Korea mau naik Buroq?"

Shella langsung menjauhkan kedua tangannya, menekuk wajahnya dan melipat kedua tangannya didepan dada. "Tadi katanya lebih sayang istri daripada duit."

Pak Arkan mengedikan bahunya, "pikiran manusia kan bisa berubah sewaktu-waktu."

"Jadi kamu berubah pikiran?"

Pak Arkan mengangguk-anggukkan kepalanya, "bisa jadi."

"Berarti sekarang lebih sayang duit daripada istri?"

"Bisa jadi juga."

"Oke, awas aja kamu ngemis-ngemis kebahagiaan sama Shella."

"Inget ya, duit kamu itu nggak bakal bisa beli kebahagiaan!"

"Bisa, buktinya kamu bahagia kalo aku banyak duit. Artinya, duit itu pembawa kebahagiaan." Pak Arkan menegakkan tubuhnya.

Kedua anaknya tak lagi melanjutkan sarapan, mereka hanya planga-plongo menyimak perdebatan Ayah dan Bundanya.

"Yaudah," ujar Shella sambil buang muka.

"Yaudah," balas Pak Arkan tak mau kalah. Laki-laki itu berjalan ke arah dapur.

"Ngapain ke Dapur?" Tanya Shella kepo.

"Nyari cuka."

Tak selang berapa lama, suaminya itu kembali ke meja makan dengan tangan kosong.

"Dapet?"

"Apanya?"

"Cukanya."

"Nggak."

"Ada, di lemari at---"

"Ternyata cukanya sama kamu," potongnya sambil mengecup bibir Shella secepat kilat.

Shella kaget sekaligus salting.

Untung saja kedua tuyulnya sudah ia suruh ke kamar untuk bersiap-siap berangkat sekolah.

"Aba-aba dong, sayang."

"Enakan tiba-tiba kan? Lebih dapet feel nya." Pak Arkan menaik-turunkan alisnya.

"Dih." Shella kembali memalingkan wajahnya, "orang pelit dilarang gombal."

"Iyaiya, besok aku bantuin war tiket."

Shella sontak menoleh, dengan kedua mata yang berbinar dan senyum yang merekah. "SERIUS? BENERAN? DEMI APA? NGGAK BOHONG KAAANN?"

Pak Arkan mengangguk pelan, "nanti malem kuat berapa ronde?"

    people are reading<Yes! Mr. Husband [Season 2]>
      Close message
      Advertisement
      You may like
      You can access <East Tale> through any of the following apps you have installed
      5800Coins for Signup,580 Coins daily.
      Update the hottest novels in time! Subscribe to push to read! Accurate recommendation from massive library!
      2 Then Click【Add To Home Screen】
      1Click