《Yes! Mr. Husband [Season 2]》1. One

Advertisement

Pak Arkan yang baru saja keluar dari kamar mandi terkejut terheran-heran mendapati istrinya yang sudah rapi, bak istri Presiden yang hendak menghadiri rapat penting.

"Cakep bener pagi-pagi, mau mangkal dimana?" Tanyanya.

"Kan tiap hari udah mangkal di hatimu," balas Shella dengan tatapan centil bin tengilnya.

"Mau kemana?" Ulang suaminya.

"Aku ikut nganter anak-anak, mau ketemu Lita di sekolahnya Al."

, anak pertama Lita dan Arvin memang seumuran dengan Al. Di kehamilan Shella yang kedua, ia memang kompak dengan sahabat seperjuangannya, alhasil sekarang anak-anaknya pun berteman.

Barangkali bisa berjodoh.

Dunia kan suka bercanda.

Sebercanda dosen yang tiba-tiba bucin dengan mahasiswinya sendiri.

"Boleh kan?" Tanya Shella sambil mengerjap-erjapkan kedua matanya

"Emang kalo aku ngelarang, kamu bakal nurut?" Pak Arkan balik bertanya.

"Ya enggak lah, tentunya Shella bakal keliling dunia buat nyari alasan."

Tak

Pak Arkan menyentil pelan jidat istrinya, "jadi nggak ada gunanya kan kamu minta izin?"

"Ada, Ayy, karena kemanapun langkah istri, harus tetap disertai ridho dan doa suami."

"Meskipun ridhonya hasil maksa," sambung Shella sambil terkekeh.

Pak Arkan mencebikkan bibirnya, ia menatap penampilan istrinya dari atas kepala hingga bawah. "Kamu kok kaya pantun yah," gumamnya pelan, tetapi masih dapat didengar oleh Shella.

"Kenapa? Cakep?" Tanya Shella mengpede.

"Bukan."

"Terus?"

"Pendek."

Plak

Shella menabok lengan suaminya cukup keras. Perempuan itu melipat kedua tangannya didepan dada, menatap laki-laki didepannya dengan tatapan tidak bersahabat. "Kenapa emang kalo pendek? Nggak cantik lagi?" Omelnya.

"Mana ada, kan justru jadi makin gemes." Pak Arkan menangkup wajah istrinya, mengunyel-unyel kedua pipinya yang semakin berisi. "Makin pendek kan kalo ngeselin tinggal dimasukin karung, terus lempar ke rawa-rawa," ledeknya.

"Terus ditangisin berbulan-bulan," tebak Shella.

"Bertahun-tahun nggak sih?" Tanya Pak Arkan.

"Bodoh nggak sih?" Shella balik bertanya.

"Siapa?"

"Kamu."

Pak Arkan menaikkan sebelah alisnya, tidak paham dengan perkataan istrinya.

"Iya, kamu bodoh. Kamu yang buang ke rawa-rawa, kamu juga yang nangisin."

"Bukan bodoh, tapi terlalu sayang," sanggah suaminya.

"Orang sayang macam apa yang tega buang istrinya ke rawa-rawa?"

Heran Shella dengan suaminya ini, makin tua malah tambah aneh jalan pikirannya.

Mungkinkah jiwa keduanya sedang tertukar?

Atau karena roda kehidupan selalu berputar?

Ya, ternyata semua akan freak pada waktunya.

🦋🦋🦋

Keadaan mobil tidak ada lagi yang namanya hening jika sudah ada El dan Al di dalamnya.

Advertisement

Entah apa yang jadi topik pembicaraan kakak-beradik itu, yang jelas ada saja setiap detiknya.

"Kemarin juga kan, Tamara koreksi kertas ulangannya El, tetapi malah disalahin. Padahal harusnya El dapet seratus, tapi jadi 95 karena disalahin sama Tamara," tutur El pada adiknya, tentu saja didengar oleh Ayah dan Bundanya di bangku depan.

"Abang tidak salahin ulangannya Kak Tamara juga?" Tanya Al mengkepo.

El menggeleng, "Abang nggak pegang kertas ulangan Tamara."

"Kenapa tidak pegang?"

"Kan Bu Guru yang bagiin, Abang tidak pilih."

Ah, kalau sudah berbicara dengan Al, pasti bahasanya akan keikut baku.

"Nggak papa, nilai 95 juga kan udah bagus, El harus bersyukur, apalagi kalo itu hasil dari usaha El sendiri," sahut Ayahnya.

"Tapi Ayaaaah, harusnya El dapat seratus," balasnya tetap kekeuh.

Ingat, sampai kapanpun, ia tidak akan mau kalah dengan gadis yang bernama Tamara.

"Emang jawaban El salahnya dimana?" Kali ini Bundanya yang bertanya.

"Bukan jawaban El yang salah, Nda, tapi Tamara yang jahat karena salahin jawaban El," bantahnya tak terima.

"Iyaiya, salahnya di bagian mana?"

"Di nomer 7, kata Bu Guru jawabannya 14, tapi El jawabnya 4, padahal kan tinggal ditambahin angka satu doang, tidak harus disalahin."

Pak Arkan dan Shella saling melempar tatapan.

"Anakmu itu," gumam Shella.

"Anakmu juga," balas Pak Arkan, ia mengusap wajahnya sendiri, "mau dilelangin tapi sayang, bayi mahal, ngidamnya aja video call sama artis Korea."

Keduanya hanya bisa menghela nafas panjang mendengar jawaban si sulung.

"Itu bukan disalahin, sayang, tapi jawaban El emang salah," jelas Shella sambil sedikit menoleh ke bangku belakang.

"Meskipun 4 sama 14 cuma beda ada dan nggak ada angkat satunya, tetep aja hasilnya, jumlahnya dan jawabannya udah beda."

"Misal El beli es krim 4, terus Bunda marahin, dan Bunda laporin ke Ayah kalo El beli es krimnya 14, mau nggak?"

El menggeleng, "tidak mau, karena Bunda bohong."

"Berarti 4 sama 14 sama atau enggak?"

"Tidak sama."

"Berarti yang salah jawaban El atau Tamara?"

"Jawaban El," balasnya. "Tapi El tidak mau salah, Ndaa," sambungnya protes.

"Salah itu nggak masalah, sayang, yang penting El bisa belajar dari kesalahan itu, dan nggak diulangi lagi," sahut Ayahnya.

Al inisiatif menepuk-nepuk bahu Abangnya, "tidak papa, Abang, nanti pasti Abang dapat nilai seratus."

Advertisement

El mengangguk semangat, "kalo Abang dapat seratus, nanti Al dibeliin es krim."

"Sama Abang?" Tanya Al antusias.

"Sama Ayah, Abang kan tidak punya cuan."

Shella mengacungkan jempolnya, "apapun masalahnya, Ayah solusinya."

🦋🦋🦋

Shella turun di sekolahan anak bungsunya, yakni Taman Kanak-kanak. Sedangkan El masih tetap di mobil, di antar Ayahnya sampai depan gerbang Sekolah Dasar dan akan dijemput kembali pukul 11 siang.

"Excuse me," ucap Shella sambil menghampiri perempuan yang duduk membelakangi tempatnya berdiri.

Perempuan itu menoleh dan langsung menabok lengannya, "gaya lo excuse me, biasanya juga punten."

Shella terkekeh kecil, "ups, sorry, lidah saya terbiasa ngomong Inggris. Maklum ya ceu, keturunan Luar."

"Luar nalar?"

"Luar negeri dong, ceuuu," balas Shella sedikit ngegas.

Lita mencebikkan bibirnya, "helehh, kaga percaya gue."

"Bener kok, ceuu, My Dad ada keturunan Persia."

"Kalo Emak lo?" Tanya Lita.

"My Mom keturunan Anggora," balas Shella sambil terkekeh.

"Terus lo kucingnya."

Shella menaik-turunkan alisnya, "kucing yang nggak nyuri ikan asin, tapi nyuri hati Pak Dosen."

"Sini duduk," ajak Lita.

Keduanya duduk didepan kelas, tempat yang sudah disediakan untuk wali murid yang menunggu anaknya.

Tiga setengah jam terasa sangat singkat untuk keduanya bercerita ngalor-ngidul tentang indah dan menyenangkannya dunia rumah tangga.

Dari yang rumah tangga nyata, sampai dengan rumah tangga halu.

Ya, siapa lagi jika bukan bujang-bujang Korea idaman mereka.

Status keduanya sebagai istri dan seorang ibu tidak menghalangi kesenangannya pada dunia Kpop.

Mereka bukan gila kpop, tapi suka Kpop biar nggak gila.

Shella memesan taksi online untuk mengantar ia dan Al sampai ke rumah. Sedangkan El akan dijemput Ayahnya satu jam lagi.

"Bunda sama Mama Maureen tadi bicara apa?" Tanya Al.

"Bicara apayah? Coba Al tebak."

Al mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya di dagu, berlagak seperti sedang berfikir keras.

"Eng--- bicarain Papi Jaemin?" Tebaknya.

"Betull, seratus buat Al." Shella mendekap kepala anaknya dengan gemas.

Al mendongak, "seratusnya buat Abang El aja, Nda," ujarnya.

"Hm?"

"Abang kan pengin dapat seratus, jadi seratusnya Al buat Abang saja. Tadi Al di kelas sudah dapat bintang 4 dari Ibu Guru."

"Kok pinter? Anak siapa sih ini?" Tanya Shella sambil mengunyel-unyel kedua pipi bulat anaknya.

"Anak Ayah, Ayah Al kan Bapak Dosen," balasnya dengan bangga.

Supir taksi yang mereka tumpangi pun tak dapat menahan senyumnya mendengar percakapan ibu dan anak di belakangnya.

🦋🦋🦋

Sembari menunggu suaminya pulang kerja dan anak-anaknya pulang berpetualang, Shella memanfaatkan waktu untuk menonton konten bujang-bujangnya yang sudah menumpuk seperti cucian kotor.

"Padahal dulu gue sering ngerasa kekurangan konten, sekarang malah kebanjiran," gumamnya.

"Mungkin karena dulu gue belum sibuk kali yah."

Shella diam, memikirkan perkataannya sendiri yang agak aneh. "Dulu gue belum sibuk?" Tanyanya pada diri sendiri.

"Perasaan sekarang sama aja, nggak ada sejarahnya Nyai Shella sibuk. Santuy everytime everywhere."

Dua puluh menit berlalu dan ia baru selesai menonton konten pertama yang membuatnya senyum-senyum tidak jelas. "Jaemin, Jaemin, lo tuh makin random, makin cakep."

"Ngerepotin hati istri orang aja."

"Assalamualaikum," sapa suaminya yang baru pulang kerja.

Shella bangkit dari posisinya, "Waalaikumsalam," balasnya dengan senyum lebar.

"Sumringah bener, kaya abis menang undian."

Shella berdiri, menyalami punggung tangan Pak Arkan dan membantu melepaskan dasi yang masih bertengger di leher suaminya.

"Liat senyum Jaemin itu lebih bahagia daripada dapet undian, sayang."

"Jaemi-- Jaeman lagi? Aku kira kamu udah pensiun."

"Ih, nggak ada yah." Shella memajukan bibirnya, "Jaemin itu ibarat rumah buat aku."

Pak Arkan terkekeh kecil, "dia emang rumahmu, tapi surat tanahnya milik orang lain."

Shella semakin menekuk wajahnya, "makannya beliin, Ayyyy," rengeknya.

"Beliin apa?"

"Surat tanahnya."

"Dih, kaya udah kebanyakan uang aja," cibir suaminya.

"Uang kamu kan emang banyak."

"Dan kebutuhan kamu nggak kalah banyak." Pak Arkan menyentil bibir istrinya yang masih dimaju-majukan itu.

Shella hanya menunjukkan cengirannya. "Inget apa slogan suami?" Tanyanya.

Pak Arkan menghela nafasnya, "kebahagiaan istri ialah hak segala bangsa."

"Dan oleh sebab itu, Bapak Arkan Dirgantara harus siap menderita apabila istri fokus dengan bujang-bujang Korea," sambung Shella masih dengan senyum lebarnya.

"Senyum mulu, lagi bahagia banget?"

"Shella kan selalu bahagia, nggak ada alasan buat Shella nangis, selagi masih ada kamu dan anak-anak di rumah ini."

"Capek kerjaku ilang kalo kamu udah senyum."

Perkataan suaminya membuat Shella semakin melebarkan senyumnya. "Yaudah nih, Shella lebarin lagi senyumnya sampe matanya ilang."

"Emmmmmmm, tersenyum seperti Lee Jeno."

Lagi-lagi Pak Arkan gemas dengan perempuan didepannya ini.

"Kamu tau nggak persamaan kamu sama monyet?" Tanya suaminya.

Shella membuka kedua matanya, masih tetap tersenyum, bertambah manis karena mengira Pak Arkan akan menggombalinya.

"Nggak tau, emang apa?"

"Tebak dulu."

"Tetep nggak tau." Shella sampai memiringkan kepalanya, menunggu gombalan yang akan dilontarkan oleh suaminya.

"Yaudah."

"Kok yaudah?" protesnya tak terima.

"Terus?"

"Jadi, apa persamaan Shella sama monyet?"

"Mau banget disamain sama monyet?"

    people are reading<Yes! Mr. Husband [Season 2]>
      Close message
      Advertisement
      You may like
      You can access <East Tale> through any of the following apps you have installed
      5800Coins for Signup,580 Coins daily.
      Update the hottest novels in time! Subscribe to push to read! Accurate recommendation from massive library!
      2 Then Click【Add To Home Screen】
      1Click