《Future Partner》1st Rain
Advertisement
Sin, kita mau kemana sih?" Tanya Ali dibuat penasaran oleh Sinta.
"Hm, ke Café Strawbery itu kak yang di depan itu. Dekat belokan lampu merah situ." Jelas Sinta.
Ya, café Strawberry itu memang sudah lebih dulu diketahui oleh Ali, karena memang tak jauh dari rumahnya yang letaknya di belokan dekat lampu merah. Café yang berdiri sejak tahun 1987 itu selalu memberikan ciri khas tersendiri bagi menu-menunya, menu utama sampai desserts semua bahan dasar dari Strawberry, Ali sering kesana dari sejak kecil, dan sampai sekarang juga masih suka kesana bersama Prilly. Itu menjadi tempat kuliner favorit untuk keduanya. Tetapi sekarang, bukan Prilly yang ngajak Ali kesini, tetapi cewek baru yang membuat Ali hatinya terpana, Ya itu Sinta.
"Ayo kak, masuk. Aku udah reserved meja didalem kak."
Ali tersenyum sambil melangkah menuju meja tersebut dan akhirnya Ali pun menduduki kursi tersebut.
"Hehe iya kak, ohiya mau mesen apa kak." Tanya Sinta sambil mellihat menu-menu disana.
"Terserah kamu aja Sin, kan kamu yang ngajak aku kesini duluan." Jawab Ali yang masih menjaga imagenya depan Sinta. Sebenarnya ada menu favorit yang Ali suka disini, tetapi menu itu selalu dimakan saat bersama Prilly saja.
"Mba, aku mesen 2 Chocochip pie berry Chesse nya ya. Sama minumnya 2 Infused water jelly orangenya ya." Pelayannya pun segera mencacat apa yang dipesan oleh Sinta .
"Oke wait ya, Ka." Jawab Si waiter singkat.
***
Prilly yang masih stay disekolah, dan menuju ke ruang rapat untuk member tahu ke teman-teman.
"Teman-teman semuanya, kayaknya Ali ngga bisa hadir hari ini karena ada urusan. Jadi dia minta tolong ke gue supaya mengumpulkan semua rekapan yang udah di tugasin kekalian."
"Iya jadi yang sudah fix kasih ke kita dulu aja. Besok lusa baru Ali mimpin Rapat lagi disini."
"Oh okey," Jawab teman-teman anggota osis secara bersamaan.
Advertisement
***
"kak, sebelumnya udah pernah kesini belum?" Tanya Sinta iseng menanya-nanya sambil menunggu makanan datang.
"Udah kok dek, secara kan disini terkenal banget, jadi kalau belum reserved juga pasti kepenuhan dek. Menunya juga enak-enak kan." Jawab Ali yang sangat jujur terucap dari mulutnya itu.
"Iya bener, ohiya kak, nih aku ada kado, semoga kakak suka ya. Tapi jangan buka disini." Sinta memberikan sekotak kado entah isinya apa.
"wah, ini beneran buat aku, makasih banyak loh dek."Ali kali ini benar-benar matanya terpancar kesenangan. Nih cewek, udah cantik, baik, perhatian lagi. Haduh, gak boleh disia-siain deh, batin Ali.
Makanan datang, mereka berdua mulai menghabiskan makanan pie yang enak itu.
***
Akhirnya tak lama, Rapat sudah selesai. Sore itu begitu mendung. Tetapi belum hujan. Kenapa awan ini menangis? Apa seperti perasaan Prilly pada Ali sekarang ini.
"Prill, gue balik duluan ya, Gapapa kan, lo hati hati ya. Bye Prillyku" Ucap Itte yang sudah siap dengan motor maticnya itu.
"Iya gapapa kok Te, hati hati ya. Byee." Balas Prilly sambil menggunakan jaket. Dan tak lama mulai menggas motornya itu.
***
"Yah, kak kayaknya udah hujan deh tuh, kita mau nunggu dulu atau gimana?" Sinta bertanya sambil memandangi rintikan air hujan diluar.
"Yaudah kita tunggu sebentar dulu deh." Pinta Ali, pikirnya agar ia bisa lama bersama Sinta sore itu.
Mereka berdua larut dalam hujan sore itu
"Sin, aku boleh ngomong sesuatu gak?" Tanya Revan terasa campur aduk hatinya. " boleh kok kak, ngomong aja."
"Sebenernya..." Deg Ali tiba-tiba berhenti bicara, diam tanpa kata melihat mata itu sangat unik dan tajam seakan membalas sorotan di mata Ali.
"Ya kak, sebenarnya apa?" Tanya Sinta dibuat penasaran oleh Ali.
"Se..benernya... aku pengen ke toilet." Alipun berdiri meninggalkan Sinta yang masih menampakan wajah penasaran itu. Hhh, kenapa susah sih buat ngungkapinnya. Ali berdiri di depan kaca dalam toilet tersebut. Mengambil nafas lalu dibuang. Ayo Li, mending ungkapin sekarang daripada nanti. Ali berlatih agar ia bisa lancar dan tidak canggung, berlatih untuk menjadi cowok sejati yang berani mengungkapkan perasaannya pada Sinta. Okey, Aliandra Syahreza lo harus ngomong secepatnya, lo gak boleh pengecut. Batinnya sambil berkaca. Ali sudah siap sekarang dan segera menghampiri Sinta yang masih menunggu omongan dari Ali tersebut.
Advertisement
"Sorry ya Sin tadi aku tinggal kebelet soalnya." Tawa Ali sesaat.
"Hm iya kak gapapa, btw, tadi mau ngomong apa kak? Sebenernya apa deh kak?" Sinta bertanya lagi dan semakin penasaran.
"Se..benernya...aku...udah lama perhatiin kamu pas di ospek itu, dan dari situ aku mu..lai suka sama kamu...aku..mau kamu jadi...pacar..ku, kamu mau atau enggak?" Ali terbata-bata saat berbicara itu tetapi seengganya ia sudah mengungkapkan rasanya itu. Tak peduli di tolak atau diterima.
Sinta sontak kaget dan harus jawab apa dia saat itu.
"Hah, serius kak?hm gimana ya kak..."
"Gini deh, kalau kamu terima, kamu ambil bunga di vas meja ini yang didepan kamu terus kasih ke aku, kalau engga, kamu buang kelantai." Ali bersabar menunggu jawabannya.
Sinta pun mulai mengambil bunga tersebut, apa yang akan dia lakukan, memberinya pada Alij atau malah di buang ke lantai? Ya... Ternyata, bunga itu diberi ke Ali. Ali pun tidak menyangka, Itu tandanya berarti Sinta menerima Ali sebagai cowoknya.
"Ini beneran Sin, kamu terima aku?" Ali berbicara dengan tatapan kesenangan,
"Bener kok kak, aku juga suka sama kakak pas kakak pertama jadi mentor aku, disitu aku lihat kakak beda banget dari mentor cowok2 lain, pokoknya aku bakal terima kakak apa adanya." Sinta tersipu malu.
"Bener nih, bukan ada apanya kan," Ledek Ali sambil mulai memegang tangan Sinta yang ada di atas meja tersebut. Disana mereka bercanda tawa, seakan dunia milik bersama.
Hujan itu saksi bisu mereka. Wah nanti malem gua harus kasih tau Prilly nih tentang hal ini, batin Ali.
Advertisement
- In Serial33 Chapters
Dah Ork Life!
What do you get when you put the mind and soul of a lazy weeb into the body of the most ferocious and savage species ever concieved by the mind of man? You get Dah Ork Life! Both Cunningly Brutal and Brutally Cunning, Felix strives to become the stronkest and killiest Ork that ever was, all the while struggling to find a proper balance between the wisdom of man and the ever encroaching fury and madness that permeates every aspect of Orkish life, all set in the most horrific and dystopian sci-fi fantasy universe ever dreamed up by the nightmares of man, the Warhammer 40k universe. Born in a spaceship poised directly for one of the Bastions of the crumbling Imperium of Man, the planet of Armaggedon, Felix must strive to both survive, and cope with the necessities that come with his second chance at life. And he has no intent to squander this second chance, even at the cost of a tarnished and dirtied soul.
8 143 - In Serial41 Chapters
Hollow Moon
She doesn't like being told what to do. He knows what’s best for her. She is fiercely independent but he is determined to save her, whether she likes it or not. Del and Nyssa live two very different lives and that’s the way Nyssa likes it. She is beholden to no one so when Del comes knocking on her door, she sends him on his way with a wink and a sarcastic “yeah, right.” When that doesn’t work, she bolts. She just wants to live her normal life; gambling with fairies (the not-so-nice kind), befriending ghouls and painting the future all over the whitewash. No boy is going to get in the way of that. Excerpt: He snagged her wrist gently before she could flounce away, his fingers warm and firm. “You need to come with me, girl,” he said earnestly. “I don't need to do anything.” She was indignant. She knew that sometimes her kind of abilities could be unruly but Nyssa was quite capable of taking care of herself. She’d lived with her abilities since she was thirteen. She’d learned to handle them herself. “It’s dangerous for you to be on your own,” Del said, tightening his grip on her wrist. She pulled her arm from his grip and he let her go. He could force her to go with him, she knew, but he wouldn’t. “I don’t need your help, Superman.” She didn’t look at him. “I’ll be back in a week,” he said, ignoring her protests. “Be ready to leave with me.” He breezed past her, discarding the necklaces he still held on the desk and leaving. Nyssa sighed, watching his back as he disappeared down the street. “Fat chance, Superman.”
8 138 - In Serial15 Chapters
Astralfice
Yesterday, Astrid's biggest concern was how to pay her rent. Now, an encounter with a beautiful and seemingly immortal young woman has shattered her once-normal life. Astrid is drawn into a dangerous tournament, in which competitors pilot giant robots in wrestling matches. Will Astrid be able to help her team to victory, or will her social anxiety get the better of her? Astralfice is a web serial about love, anxiety, found family, and gay kids piloting giant robots. Updates fridays. Visit the official site at https://astralfice.wordpress.com.
8 169 - In Serial23 Chapters
Gemma Go Home
It was just meant to be a favor to a friend. Gemma would babysit Nellie, and Mia would go to her appointment, issue solved. But on a walk to the park, Gemma and Nellie are transported to Travalar. Travalar is a world with a different set of rules and inhabitants. Babysitting has been taken to a whole new level, and it is so not worth the pay. Sometimes you have to go above and beyond for friends, but this is really pushing it! This is a story I've had in mind for a while... ~Hiatus
8 130 - In Serial6 Chapters
There Is No Story Here
There is no synopsis here. There are no genres here, any genre you see is a figment of your imagination. There are no tags here. Edit: There are no reviews here so do not bother scrolling down expecting any. Edit 2: There are no stats here either so do not click on that thing down there that says statistics or you will be in for great disappointment. Edit 3: There are no edits here, if edits are what you see, you might be crazy. Edit 4: There are no rhymes here either, any rhymes you notice are false misconceptions.
8 110 - In Serial17 Chapters
Identity V ☽ oneshots
Just a series of one shots of one of my favorite games :)Pls literally most of these is just me being a simp and simping too hard it turned into smut god please send help.
8 176

