《[Indonesian] Great world traveler》chapter satu
Advertisement
Ingatanku berawal sejak aku berumur 6 tahun. Aku tidak memiliki kenangan tentang apa yang telah terjadi sebelum itu. Yang kutahu hanyalah, aku telah diadopsi oleh pasangan suami istri baik hati yang tidak dapat melahirkan seorang anak. Aku merasa sangat berterimakasih pada mereka, karena telah menjagaku sampai aku tau siapa diriku sebenarnya.
Cukup menyebalkan rasanya jika terus-menerus dipuji dan dipuja-puja, sungguh bukan karakterku untuk suka akan terus mendapat pujian dan pujaan, itu membuatku merasa risih. Aku hanya harus bertahan menghadapinya, cobaan yang kudapatkan sejak pertama kali aku masuk sekolah.
Aku memang aneh. Normalnya anak-anak akan merasa senang jika terus dipuji dan disanjung, sedangkan aku terpaksa harus memasang ekspresi palsu dalam menerimanya.
Hal yang membuatku terus dipuji dan disanjung adalah kepintaranku sendiri, aku tau itu salahku sendiri. Aku bahkan tidak menyadarinya, pertama kali aku belajar huruf, dan hari itu pula aku bisa langsung membaca. Materi pelajaran yang selalu diajarkan di kelas, itu hanya seperti ingatan lama yang berusaha terkuak. Meski tidak di semua mata pelajaran termasuk matematika.
"Rafa sangat jenius .... keren..."
Begitulah respon rata-rata perempuan di kelasku terhadapku, belum lagi respon guru yang kagum dengan diriku. Lagi-lagi mereka ikut menyanjungku dan memberikan nilai-nilai plus yang sangat berlebihan. Namun itu hanya sisi positifnya, ada juga respon negatif yang kudapatkan juga karena ulahku sendiri.
Terkadang seakan aku menggantikan posisi mereka sebagi pengajar. Atau aku yang selalu menyanggah mereka saat melakukan kesalahan.
"Rafa, bisakah kau biarkan aku mengajar dulu. Aku sama sekali tidak mengharapkan bantuanmu disini!!"
Guru sepertinya tidak suka jika aku menjelaskan lebih terperinci dari pada mereka.Yah, aku paham perasaan mereka, jadi biasanya aku hanya menjawab dengan "baiklah" dan sebuah senyuman pahit di wajah. Aku harusnya lebih menahan diri saat ini, tapi menahannya itu sulit saat dirimu dengan jelas melihat kesalahan di depan mata.
Aku juga begitu mudah dalam mempelajari bahasa asing, aku bahkan tidak tau kenapa, hanya berpikir itu semacam kemampuan ajaib yang ada di cerita fiksi fantasi. Aku bahkan hampir percaya fantasi seperti itu nyata.
Karena kepintaranku yang rasanya hanya seperti bagaimana mengingat huruf, aku tidak pernah menghabiskan waktuku untuk belajar sama sekali, terkadang waktu belajarku hanya untuk mengerjakan tugas atau mempelajari sedikit tentang sejarah.
Bermain game, baca novel atau komik, makan dan tidur. Aku sering menghabiskan waktuku hanya untuk hal-hal seperti itu, Tentunya karena itu menyenangkan. Orang tuaku disini saat ini hanyalah ayahku. Sejak ibu meninggal 3 tahun yang lalu, ia frustasi dan hanya sibuk dengan pekerjaannya. Ia hanya mengirimkanku uang lewat rekening bank dan jarang bertemu. Meskipun ia hanyalah orang tua angkat, ia tetap ayahku di dunia ini. Aku merasa kasihan tapi tidak ada yang dapat kulakukan, jadi aku hanya berdoa.
Advertisement
Akhir-akhir ini sering terjadi hal-hal aneh dengan kepalaku, terkadang ingatan aneh dan tidak masuk akal selalu menghantui pikiranku bahkan terbawa kedalam mimpi. Aku selalu berpikir bagaimana cara membersihkannya, hal-hal aneh itu sangatlah menganggu. Andaikan alat pencuci otak praktis ada, aku pasti akan menggunakannya.
Namun pada akhirnya aku menyadari, hal itu bukan hanya sesuatu yang tak masuk akal dan aneh, itu adalah masa laluku.
~~
Berjalan di koridor sekolah menuju kelas, serasa seperti pemberian jalan untuk pejabat kelas atas, dalam hati aku berkata “sungguh aku tak menginginkannya!!”. Aku tak menginginkannya, andaikan ada cara aku bisa teleport ke kelas mungkin aku akan menggunakannya setiap hari.
"Kyaa... Rafa.... Itu Rafa, huh jantungku serasa berhenti berdetak... "
"""Kyaa"""
Aku hanya mengabaikan respon-respon berlebihan itu dan terus berjalan kedepan. Bukan hanya itu saja, bahkan respon anak laki-laki tidak jauh beda dengan gadis-gadis, mereka seperti seorang butler yang menghormati tuannya.
Menyebalkan.
Tanpa mempedulikan mereka, aku berusaha lewat menganggap mereka hanya robot yang diprogram untuk bergerak dan bertindak seperti itu. Lalu segera menuju kelas dan duduk di kursiku. Menanti hingga tiba guru pengajar hari itu.
Jam istirahat tiba, aku pun segera naik menuju atap sambil membawa bekal makanku. Sebenarnya merepotkan untuk berjalan menaiki tangga dan hanya ingin duduk tenang di kelas, tapi dengan sorotan mata menyebalkan seakan ingin melahapku yang tak hentinya terpaku padaku, aku tak sanggup. Oleh karena itu aku memilih tempat di atap, di pojok yang orang lain takkan bisa melihat ku dari depan, dan aku takkan menghadapi sorotan mata mereka.
"Yo, apa kau akan menemaniku lagi? "
Tapi ternyata tak semua siswa memiliki pemikiran yang sama, aku sudah lama menyadarinya.
"Seperti yang kau lihat. "
Jawabku singkat, mengambil posisi duduk dan bersandar.
"Haha... Sungguh bagiku sangat merepotkan berada di posisi sepertimu, aku bersyukur tak mengalaminya"
"Aku bahkan berharap begitu"
Bisa di bilang kami ngobrol tanpa bertatap muka. Laki-laki itu duduk bersandar dengan kaki dipanjangkan dan buku ditangan dan di sampingnya adalah halaman belakang sekolah yang artinya berjarak 5 lantai ketanah dari tempat ia duduk.
Sedangkan aku di depannya menghadap kebawah, dalam artian halaman belakang, sambil menikmati makan siangku. Beruntung ia tidak menganggapku ‘yang mulia’ seperti yang lainnya sehingga aku bisa mendapat percakapan santai denganya.
"Tapi, kenapa kau berharap begitu. Biasanya tokoh populer yang kubaca di komik, selalu berbangga dan bersikap sombong"
"Hei, jangan samakan aku dengan bajingan seperti itu, aku bahkan tak menginginkan menjadi seperti ini, tapi terkadang aku tak dapat mengendalikan naluriku"
Advertisement
"Hh, naluri? Itu lebih terdengar seperti kau adalah Demi-human"
Anggapan macam apa itu, .... kalau dipikir-pikir itu benar juga. Tapi aku akan membenarkan sedikit pemikirannya itu.
"Bisakah untuk tidak menyamakan hal di komik dan novel fantasi dengan kenyataan!”
POOF! ia menutup bukunya.
".... Ahaha, kebiasaan burukku timbul lagi. Huhf... kau benar, ini adalah dunia nyata"
Baiklah, aku sudah kenyang dan bekalku habis, rasanya pikiranku lebih segar. Ini saatnya untuk kembali ke kelas. Kalau tak salah aku juga sekelas dengan anak ini, ia selalu duduk di pojok. Tapi bukan urusanku, jadi aku akan ke kelas duluan.
"Aku mau kembali ke kelas dulu, permisi "
"Tunggu, "
"Huh? "
"Mungkin aku akan jadi pengawalmu kali ini... "
Apa? Baikalah kutarik prasangkaku sebelumnya, ia sama saja. Pria menyebalkan, kenapa semuanya harus menunjukan sikap seperti itu padaku!? Ayolah, padahal aku berusaha agar tidak merasa terlalu sombong, tapi sulit jika terus seperti ini!
Sialan! Bahkan ia berlutut?
"...tch "
Rasanya menjijikan jadi aku abaikan
".... Baiklah bagaimana kalau teman. Kita sepertinya punya hobi yang sama, bung"
Ia langsung mengganti sikapnya, ekspresinya, dan nada bicaranya, yang sebelumnya seperti seorang bawahan terhadap atasan menjadi seperti teman akrab bertahun-tahun. Aku kagum dengan isi pikiranya yang begitu cepat berubah. Apa ia sangat pintar berakting?
Tapi menilai dari apa yang dikatannya, itu adalah tentang, teman? Kurasa baik-baik saja jika aku menolak, itu memang pilihan yang terbaik untuk menjauh dari banyak gangguan. Tapi ...
"Hanya untuk saat ini."
Entah kenapa aku menerimanya.
"Baiklah! Aku Katsuragi Jio, kau bisa memanggilku Jio.”
“Aku, Rafa.”
“Kalau begitu ayo ke kelas, teman. "
Seperti nostalgia, tiba-tiba bayangan orang-orang yang tak kukenal masuk ke pikiranku, tapi aneh... aku merasa mereka sangat familiar. Siapa yang tahu? Aku bahkan tidak bisa melihat masa depan, tapi dengan aku menerima pertemanan ini, aku mendapatkan imbalan yang sangat besar.
Tiba-tiba fenomena aneh terjadi di ruang kelas.
Satu, dua, tiga, empat, lima orang yang ada di kelas tiba-tiba diselimuti cahaya dari lingkaran Oktagonal di kaki mereka. Aku tidak tau kenapa kelas begitu sedikit, sehingga menyisakan hanya lima orang di kelas. Mereka semua kebinguang, terdiam ditempat karena rasa terkejut mereka sendiri.
Kemudian hal yang sama terjadi padaku dan Jio. Tiba-tiba cahaya itu seakan menyerap mereka semua, mulai dari kaki hingga ke kepala mereka tidak dapat melarikan diri dan mereka semua menghilang. Tapi hal seperti itu tak terjadi padaku, aku tidak merasakan apa-apa selain rasa bingungku sendiri. Seakan melemah cahaya di kakiku mulai meredup.
“Tidak mungkin.... Uaagh.... "
Semacam sengatan ribuan vol listrik menyerang kepalaku, hal-hal aneh tapi familiar mulai merasupi pikiranku.
(Perasaan apa ini?!!)
"Uaaah.... "
Semakin sakit hingga keringat bercucuran dari tubuhku. Otakku terasa disengat listrik, panas dan panas. Gambaran itu bermunculan seperti clip film, berputar. Jutaan informasi mengisi memori otakku dan otakku menyerapnya dengan paksa. Tidak kuat menahan, aku pun jatuh berlutut sambil meremas kepalaku.
"...haa... haa... "
Rasanya mulai dingin, seperti batu es kutub selatan diletakan diatas kepalaku. Lalu semua perasaan aneh itu hilang.
"Aku... Mengingatnya"
Sekali lagi kuperhatikan cahaya yang meredup di bawahku, itu belum menghilang.
Pikiranku penuh dengan hal-hal baru yang sebenarnya sudah ada lama terjadi, sangat lama sekali hingga buku-buku setebal bantal takkan cukup untuk mencatatnya. Perasaan ingin bertemu dan membalaskan sebuah dendam kekalahan memenuhi jiwaku.
"Aku akan kesana"
Tanganku seakan menggenggam cahaya yang mulai meredup itu. Lalu aliran energi membuncah keluar darinya. Listrik putih bergejolak menyelimuti tubuhku. Aku tak merasakan sakit dari itu sama sekali, itu adalah kumpulan energiku sendiri, kekuatanku.
Ada kemungkinan pemanggilan yang terjadi pada mereka enam anak di kelas Jio baruku tidak sanggup untuk membawa diriku ini kesana. Bukan berarti aku sombong, tapi itu adalah kenyataannya.
Setelah itu, suara yang menggelegar bergema di satu sekolah tersebut, tidak. Itu mungkin satu kota.
Jldar!!
Petir putih muncul dari langit, dan menyambar diriku, aku tenang menerimanya. Perasaannya adalah seperti ditarik oleh cahaya yang memiliki sengatan. Itu terjadi dalam sedetik.
Dengan begitu aku telah berada di dalam kumpulan energiku sendiri, melewati lorong tak terlihat, yang menghubungkan antar dunia-dunia. Dimensi yang hanya bisa dilewati oleh individu yang mampu mencapai ribuan kali kecepatan cahaya sepertiku. Menuju dunia yang berbeda tempat mereka menunggu.
Aku pun meninggalkan dunia ini yang menampungku selama 10 tahun. Dan kembali menjadi diriku yang sebenarnya,
Namaku Armil Zefrana, aku adalah Great World Traveler.
.
.
.
Advertisement
- In Serial339 Chapters
The Typhoon’s Wife
A contractual marriage with her best friend's brother.
8 2909 - In Serial6 Chapters
Soul's Curtain
The mortal land bordered by two worlds, one of immortals and the other of ceaselessness. As Illias Finn remains bound within the cell of an abandoned prison the curtain calls its chosen to descend into it's embrace. To be honest I will just write and upload whenever i feel like it, but if i find it getting relative success I can try write a bit more. This will just be a write, read then upload kind of thing for me while i try to flesh out more worldbuilding. I'm pretty novice when it comes to writing just a few years of secondary english under my belt but hardly any of that's creative. NGL, a lot of this world building is inspired by Tower of God or other fiction i have read, especially the tower-like setting.
8 200 - In Serial11 Chapters
The Tomb of Potter
Renowned and powerful wizards descend upon the mysterious and fabled burial ground of Harry Potter. A 10-chapter story that focuses on multiple characters, those who covet power, those seeking adventure, and the one that focuses beyond. They all converge, seeking an artifact only written in legends.
8 83 - In Serial10 Chapters
Legend of Magus Academus 1: The Pillars of Unity
Ulf is a 13-year-old young magician who believes he is just a simple student when he starts his Magus Academus education. But as soon as he arrives at the Academy of Magic, an enigmatic incident occurs. Very soon he finds out that his descent from Ammar Aramis, one of the founders of the academy, is more connected than the boy had previously thought. For a mysterious circle called Black Brotherhood is after him and his friends, and so Ulf's first year at school becomes a struggle for survival, penetrating deeper into the magic than any magician before.
8 95 - In Serial6 Chapters
Izuku's Game
At age 13, he met his idol. All might has always been the light shining into the darkness for Izuku. He thought meeting the man would be forever engraved in his memory as a momentous occasion... And it was. But not for the right reasons. Because Izuku asked his question. And the answer brought him to his knees. "No" At age 13. He gave up. He stopped everything. No martial arts, no gymnastics, no schoolwork. No analysis. He was tired and broken by this system of bigotry and discrimination. So he quit... Put down his notebooks, shut his mouth, and slept with his eyes open. He'd seen the dark side of the world and turned his back. Until it came.
8 143 - In Serial26 Chapters
After the kissing booth
Noah comes back from College with upsetting news. Elle is determined to move on while Lee is dead set on making my sure Noah stays away from Elle forever. And Noah is desperate to reconcile with Elle All rights go to Beth reckles I hold e I spelled her name right
8 111

